top of page

Sejarah Indonesia

Jubir Loyalis Tutup Usia

Jubir Loyalis Tutup Usia

Gagap ketika diwawancarai wartawan. Garang menjaga kekuasaan.

6 Oktober 2011

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Moerdiono

Diperbarui: 6 Mei

SUATU hari Moerdiono menelpon sejarawan Sartono Kartodirdjo. Menteri Sekretaris Negara yang terkenal bicara terbata-bata kala diwawancara wartawan itu meminta Sartono mengoreksi buku putih terbitan Sekretariat Negara RI soal “Pemberontakan G.30.S/PKI”.  Sartono menjawab singkat, “tugas sejarawan bukan mengoreksi buku putih.” Tapi toh Moerdiono tetap mengirim kurir ke Yogyakarta, membawakan naskah “buku putih” untuk Sartono. 


Sartono kemudian melakukan beberapa koreksi dan memberikan catatan ihwal aspek metodologis yang digunakan dalam menulis buku tersebut. Betapa pun dililit persoalan metodologis, buku tersebut tetap terbit. Moerdiono memberi kata pengantar. Dalam buku ini disajikan biografi sebuah institusi bernama PKI yang disebut telah berkali-kali melakukan pemberontakan mulai 1926/1927, 1948 dan kemudian 1965. Rentetan peristiwa itu tak disertai penjelasan kepada siapa dan apa latar belakang pemberontakan, misalnya dalam soal peristiwa 1926. 


Tapi pada kenyataannya Moerdiono tetap keukeuh buku itu paling benar. Dalam peluncuran novel d.I.a. cinta dan presiden karya Noorca Massardi, 8 Juni 2008 lampau, usai didaulat menyampaikan sambutannya, Moerdiono secara kelakar mengatakan bahwa “buku putih” yang paling benar. Komentar itu terlontar saat seorang tamu mengajukan pertanyaan soal versi mana yang benar dalam peristiwa 1965. 


Moerdiono memang seorang yang zakelijk, kaku dalam beberapa hal. Semasa jadi Mensesneg, dia tahu benar cara memagari tuannya: Presiden Soeharto. Dalam memberikan keterangan pers pun dia selalu berhati-hati memilih kata. Ciri khasnya: menyelipkan bunyi “eeuu..eeuu..”sebelum menyambung kalimat yang meluncur dari mulutnya. Membuat para wartawan harus bersabar menunggu keterangan resmi pemerintah dari sang menteri kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, 19 Agustus 1934 itu. 


Moerdiono mengawali kariernya di Sekretariat Negara sejak 1966. Enam tahun kemudian dia menjadi Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Khusus (1972). Setelah 15 tahun berkarir di Setneg, pria dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal itu dipercaya menjabat Sekretaris Kabinet. Pada Kabinet Pembangunan IV dia menjabat Menteri Muda Sekretaris Kabinet. Jabatan itu dipegang Moerdiono sejak 1983 sampai 1988. Kemudian Presiden Soeharto mengangkatnya menjadi Menteri Sekretaris Negara menjabat selama dua periode: Kabinet Pembangunan V (21 Maret 1988-17 Maret 1993) dan Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993-16 Maret 1998)


Ketika menjadi Mensesneg, Moerdiono hapal betul wajah-wajah wartawan yang bertugas di lingkungan istana, khususnya mereka yang terbiasa meliput kegiatan Presiden Soeharto. Aboeprijadi “Tossi” Santoso, mantan wartawan Radio Nederland Wereldomroep seksi Indonesia punya pengalaman tersendiri menghadapi Moerdiono. “Dia hafal betul siapa wartawan yang ikut rombongan bosnya (Presiden Soeharto-Red.). Maka (saat kunjungan) di Bonn, Jerman saya dibentak "Ini siapa ini?" lalu saya diusir,” kenang wartawan yang kini tinggal di Amsterdam itu. Beruntung Tossi bertemu Menteri Luar Negeri Ali Alatas, yang menerimanya secara baik. “Maka kecutlah Moer, dan gue ketawa sambil nengok ke Moer yang rada kecut,” kata Tossi.  


Moerdiono yang gemar bermain tenis itu dianugerahi empat anak dari Maryati, yakni Mardiana Estilistiati atau yang dikenal sebagai Ninuk Mardiana Pambudy wartawan senior Kompas, Novianto Prakoso, Indrawan Budi Prasetyo, dan almarhum Baroto Joko Nugroho. Hidup Moerdiono diliputi kontroversi, tak hanya soal pekerjaan, tapi juga kehidupan pribadinya. Dia disebut-sebut pernah menikahi penyanyi dangdut Machicha Mochtar yang membuat rumah tangganya dengan Maryati berantakan. Belakangan, di tengah kondisi kesehatannya yang menurun, pria flamboyan itu dikabarkan menjalin hubungan spesial dengan Poppy Dharsono.

 

Berbeda dengan para pejabat era Orde Baru lainya yang turut amblas dari sorotan publik semenjak kejatuhan Soeharto, Moerdiono boleh dibilang sering muncul ke hadapan khalayak. Dia tetap bergaya perlente: celana jeans dan kemeja dengan lengan digulung. Namun dua tahun terakhir Moerdiono menghilang. Dia jatuh sakit. Dan hari ini, Jum’at, 7 Oktober 2011, Moerdiono wafat pada pukul 19:40 waktu Singapura.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page