top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Isu PKI Buat Jokowi

Stigma komunis kembali menghantam Joko Widodo. Benarkah dia putra seorang tokoh PKI di Boyolali?

Oleh :
11 Apr 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Widjiatno Notomihardjo dan Sudjatmi pada 1970-an. (Dok. Keluarga Joko Widodo).

KETIKA bertemu Presiden Joko Widodo di Jawa Timur pada Oktober 2018, La Nyalla Mahmud Mattaliti menyatakan rasa penyesalan atas prilakunya di masa lalu. Sebagai oposan, dia  mengakui pada Pilpres 2014 telah ikut menyebarkan isu bahwa Jokowi adalah keturunan anggota PKI (Partai Komunis Indonesia).


"Saya minta maaf karena pernah ikut menyebarkan informasi-informasi negatif, termasuk isu-isu Jokowi keturunan dan pendukung PKI saat Pilpres yang lalu," ujar La Nyalla seperti diberitakan Antara pada Minggu (28/10/2018).


Mantan walikota Solo itu menyambut baik permintaan maaf La Nyalla. Menurut eks politisi Partai Gerindra tersebut, Jokowi menyatakan sudah melupakannya dan tidak menanggapi berbagai fitnah terkait dirinya.


Tokoh PKI Boyolali


Isu Jokowi keturunan anggota PKI mulai tersebar sejak tabloid Obor Rakyat (OR), menurunkan sebuah tulisan mengenai riwayat calon presiden Joko Widodo pada Mei 2014 (dua bulan sebelum Pilpres 2014 berlangsung). Dalam sebuah artikelnya, OR menyebutkan bahwa Joko Widodo sejatinya bukan putra dari Widjiatno Notomihardjo melainkan putra salah seorang tokoh PKI bernama Oey Hong Leong. Dia juga disebut-sebut memiliki nama baptis: Hubertus Handoko.


Tulisan lain menyebut bahwa Widjiatno Notomihardjo adalah Ketua OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat) yang merupakan organisasi mantel dari PKI di Kabupaten Boyolali. Dia kemudian menikahi Sudjiatmi yang disebut-sebut juga merupakan Sekjen Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang lagi-lagi adalah onderbouw PKI.


Pasca meletus peristiwa 30 September 1965, Widjiatno Notomihardjo lantas diburu oleh tentara dan sempat meluputkan diri ke hutan Gunung Merbabu selama 4 tahun. Versi ini sempat ditayangkan oleh situs berita pojoksatu.idberjudul “Ayah Jadi Pimpinan PKI Boyolali? Ini Kata Presiden Jokowi” pada Rabu, 30 September 2015 jam 14.28 WIB.


Meskipun sudah dibantah langsung oleh pihak Presiden Jokowi, namun tak urung soal ini tetap diyakini kebenarannya oleh sebagian orang. Anehnya tuduhan itu tak pernah ditegaskan dalam suatu buku resmi atau tulisan ilmiah yang kadar kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan. Jadilah isu itu tetap beredar dan menjadi santer kembali justru pada saat menjelang Pilpres 2019 yang akan berlangsung sebentar lagi.


Anak Tukang Bambu


Dalam biografinya, Jokowi sendiri tak pernah membahas afiliasi politik dari kedua orangtuanya. Dia hanya menyebut bahwa Widjiatno Notomihardjo dan Sudjiatmi merupakan orangtua yang baik dan bertanggungjawab terhadap anak-anaknya, terutama dalam soal pendidikan.


Khusus mengenai ayahnya, Jokowi menggambarkannya sebagai seorang pekerja keras. Ketika anak-anaknya masih bersiap-siap untuk sarapan, sang ayah sudah menghilang di pagi hari guna bertarung mencari rezeki. Kesan yang terbangun, segala sepak terjang Notomihardjo saat itu sangat jauh dari hal-hal yang berbau politik.


“Dia berjualan bambu dan kayu di lapak sederhana dalam pasar tak jauh dari rumah,” ungkap Jokowi seperti disampaikan kepada Alberthiene Endah dalam Jokowi Menuju Cahaya.


Lantas apa yang terjadi dengan orangtua Jokowi usai insiden 30 September 1965 meletus? Belum jelas benar. Namun disebutkan bahwa di Kota Solo, lingkungan Jokowi tinggal kala itu, pembersihan terhadap orang-orang PKI memang  berlangsung secara intens.


“Bahkan beberapa tetangga keluarga Pak Noto waktu itu juga ditangkap karena dianggap sebagai anggota atau simpatisan PKI,” ungkap Wawan Mas’udi dan Akhmad Ramdhon dalam Jokowi, Dari Bantaran Kalianyar ke Istana: Mobilitas Vertikal Keluarga Jawa.


Notomihardjo dan Sudjiatmi sendiri tak pernah sekalipun disentuh oleh tentara. Itu terjadi karena mereka memang tidak memiliki keterkaitan dengan Peristiwa 30 September 1965. Jika memang benar mereka adalah tokoh PKI, itu jelas suatu keanehan. 


Saat itu, alih-alih anggota PKI, seorang seniman profesional yang sama sekali bukan komunis pun bisa dipenjarakan tanpa pengadilan hanya karena dia pernah mengisi sebuah acara seni yang diadakan oleh PKI.


1 Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Dinilai 5 dari 5 bintang.

Dari sekian berbahayanya jokowi bagi Republik Indonesia dia sudah sukses untuk mempimpin Indonesia ke 3 periode, yg ke 3 prabowo hanya menjadi simbol wayang untuk pawangnya adalah jokowi, pemerintahan dan jajaran Indonesia ini penakutt, takut bertindak kepada orang yang bersalah, semoga Indonesia mendapatkan pemimpin yg adil dan bijaksana aamiin

Suka

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page