top of page

Sejarah Indonesia

Indonesia Raya Setelah Sumpah Pemuda

Indonesia Raya Setelah Sumpah Pemuda

Setelah Kongres Pemuda, Indonesia Raya menyebar luas. Dicetak, dimuat di media massa, direkam dalam piringan hitam, hingga dinyanyikan di rapat-rapat organisasi.

29 Oktober 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

ilustrasi W.R. Supratman penggubah lagu Indonesia Raya (Betaria Sarulina/Historia)

Diperbarui: 31 Jul

SEBELUM diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II, Wage Rudolf Supratman sengaja mengedarkan salinan naskah lagu Indonesia kepada anggota kepanduan di Jakarta. Mereka lalu membagikannya secara berantai melalui cabang-cabang kepanduan.


“Hampir semua pandu Indonesia di Jakarta mempunyainya. Jadi, yang mula-mula menyebarkan lagu Indonesia di Jakarta adalah para pandu,” tulis Bambang Sularto dalam Sejarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.


Lagu Indonesia benar-benar populer di kalangan publik setelah Kongres Pemuda II. Sambutan hangat yang diterima Supratman segera disusul dengan publikasi masif naskah lagu itu. Sehari usai kongres, dia kebanjiran permintaan salinan naskah lagu gubahannya dari beberapa organisasi.


“Dan dalam waktu kurang dari seminggu notasi serta syair lagu Indonesia sudah tersebar merata di kalangan organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa serta di kalangan organisasi-organisasi politik seperti PNI dan PPPKI,” tulis Bambang Sularto dalam Wage Rudolf Supratman.


Redaksi Sin Po, suratkabar di mana Supratman bekerja, juga kebanjiran surat pembaca yang meminta pemuatan lagu Indonesia. Atas persetujuan Supratman, Sin Po memuat naskah notasi dan syair Indonesia pada awal November 1928. Kemudian diikuti Suluh Rakyat Indonesia dan Pers Melayu.


Tak ketinggalan para tokoh sentral pergerakan nasional turut andil mempopulerkan lagu Indonesia. “Bung Karno yang waktu itu tinggal di Bandung segera menyuruh orangnya untuk menjumpai Soepratman untuk minta teks lagu tersebut. Dan lagu itu kemudian diajarkan pada warga PNI di sana,” tulis majalah Tiara, Oktober 1982.


Lagu Indonesia lalu menjadi lagu wajib yang hampir selalu dinyanyikan di setiap pertemuan-pertemuan organisasi. Seiring dengan kian populernya lagu itu di kalangan aktivis pergerakan, Supratman berinisiatif untuk mengubah judulnya. Tidak terlalu terang musababnya, lagu itu kemudian berjudul Indonesia Raya.


Kepopuleran itu menjadikan Indonesia Raya dengan mudah diterima khalayak pergerakan sebagai lagu kebangsaan. “Dalam tahun 1929, suatu pergerakan kebangsaan, mengumumkan bahwa Indonesia Raya diakui sebagai Lagu Kebangsaan Indonesia,” tulis Sularto. Agaknya animo tinggi itulah yang mendorong Supratman menerbitkan naskah eksklusif lagunya dengan atribusi khusus “Lagoe Kebangsaan Indonesia”. Penerbitan naskah itu dibantu oleh Sin Po.


“Wage Rudolf Supratman menerbitkan sendiri naskah lagu Indonesia Raya itu dalam cetakan rapi yang berjumlah lebih dari seribu lembar. Semua sahabat dan kenalannya, diberinya dengan cuma-cuma. Sebagian besar lainnya, dijual dengan harga dua puluh sen. Dalam waktu singkat saja, sudah terjual habis,” tulis Sularto.


Di tahun itu juga piringan hitam Indonesia Raya rilis setelah melewati proses yang alot. Yo Kim Tjan menjadi tokoh penting di baliknya. Kawan Supratman ini adalah importir piringan hitam untuk firma Tio Tek Hong. Ketika Supratman datang membawa ide merekam lagu itu, Yo langsung berminat. Masalahnya, dia tak memiliki alat perekam.


Yo Kim Tjan lalu menjajakan ide itu kepada perwakilan-perwakilan perusahaan piringan hitam yang ada di Batavia seperti His Master’s Voice. Sayangnya, tak ada perusahaan piringan hitam yang menyambutnya. Ide itu terpaksa ditangguhkan. Akhirnya, jalan terbuka ketika Yo Kim Tjan melawat ke Eropa untuk urusan dagang. Dia membeli sebuah alat perekam. Sepulangnya dari Eropa, Supratman dipanggil untuk memulai proses perekaman lagu ke piringan hitam.


“Itulah piringan hitam Indonesia Raya yang pertama kali. Soepratman memainkannya sendiri dengan biolanya dalam bentuk mars-instrumental. Tentu saja tanpa kata-kata,” tulis majalah Tiara.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page