Haji Misbach, Kongres Pemuda, dan Chairil Anwar
Tiga peristiwa sejarah di bulan April. Geger kartun Haji Misbach, Kongres Pemuda ketiga, dan Chairil Anwar meninggal dunia.
20 April 1919: Geger Kartun Haji Misbach
Haji Misbach mempublikasikan kartun di Islam Bergerak yang menggambarkan pembelaannya kepada kaum tani. Haji Misbach, yang saat itu sudah terkenal berpandangan progresif, menggugat pengusaha-pengusaha Belanda yang dianggapnya menindas petani.
Pakubuwono X juga kena kritik, dianggap ikut menindas petani. Melalui kartun itu, Haji Misbach menyelipkan seruan “Jangan takut, jangan khawatir”. Kartun itu disebut memicu keberanian petani untuk mogok. Usai kartun itu terbit, Haji Misbach melakukan beberapa pertemuan dengan kelompok-kelompok petani perkebunan.
Pemerintah kolonial Belanda menganggap Haji Misbach sebagai provokator dan menangkapnya pada 7 Mei 1919. Dia dibebaskan pada 22 Oktober 1919. Namun, dia kembali ditangkap pada 16 Mei 1920 dan dipenjara di Pekalongan selama dua tahun tiga bulan. Setelah bebas, dia kembali ke Surakarta.
Baca juga: Saat Islam dan Komunis Harmonis
Pada 1923, Haji Misbach muncul sebagai propagandis PKI. Dia menyerukan tentang keselarasan antara paham komunis dan Islam. Dia kembali dijebloskan ke penjara pada 20 Oktober 1923 karena dituduh terlibat dalam aksi-aksi revolusioner seperti pembakaran bangsal, penggulingan kereta api, pengeboman, dan lain-lain.
Akhirnya, Haji Misbach ditangkap dan dibuang ke Manokwari, Papua pada Juli 1924 dengan tuduhan telah mendalangi pemogokan dan sabotase di Surakarta dan sekitarnya. Dia meninggal dunia karena malaria pada 24 Mei 1926 dan dimakamkan di Manokwari.
Baca juga: Protes Haji Misbach di Tengah Wabah Pes
3 April 1948: Kongres Pemuda Pasca Kemerdekaan
Kongres Pemuda Indonesia diselenggarakan di Madiun, yang dimaksudkan sebagai kongres ketiga setelah kongres tahun 1926 dan 1928. Kongres ini dihadiri perwakilan dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Pemuda Demokrat Indonesia (PDI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan beberapa organisasi pemuda lain di luar anggota Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI).
Kongres berlangsung selama tiga hari, membahas persatuan seluruh organisasi kepemudaan dalam BKPRI, yang nantinya akan berciri nonpolitik dan nonreligius agar bisa lebih aktif terlepas dari konflik politik dan keagamaan.
Namun, kongres ini gagal menghasilkan suatu kesepakatan. Banyak peserta tak puas karena dominasi Pemuda Sosialis dalam BKPRI. GPII, PDI, HMI, dan Pelajar Islam Indonesia (PII) memilih hengkang dari kongres dan membikin sendiri sebuah federasi yang bersifat longgar, yaitu Front Nasional Pemuda Republik Indonesia.*
28 April 1949: Chairil Anwar Meninggal Dunia
Chairil Anwar meninggal dunia di usia muda (27 tahun) setelah dirawat beberapa hari di Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (kini, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo). Catatan rumah sakit menyebut Chairil meninggal akibat tifus. Namun, sejak beberapa tahun belakangan, dia sudah mengidap TBC akibat kehidupannya yang urakan. Tanggal kematiannya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatra Utara pada 26 Juli 1922. Dia masih memiliki pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan perdana menteri pertama Republik Indonesia. Chairil telah bertekad ingin menjadi seniman sejak usia 15 tahun.
Baca juga: Inilah 8 Perempuan Gebetan Penyair Chairil Anwar
Setelah orang tuanya bercerai, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (kini, Jakarta). Meskipun tidak menyelesaikan sekolah, dia menguasai bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Dia juga banyak membaca karya-karya pengarang ternama dunia.
Nama Chairil mulai dikenal setelah puisinya berjudul “Nisan” dimuat pada 1942. Meski jatuh cinta pada beberapa perempuan, Chairil memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 1946. Setelah dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, mereka bercerai pada akhir tahun 1948.
Selama hidupnya yang singkat, Chairil menulis 70 puisi dan puluhan karya lain berupa esai dan cerpen. Puisinya yang paling terkenal adalah “Aku” dan “Krawang Bekasi”. Dari puisi “Aku”, Chairil mendapat julukan Si Binatang Jalang.
Chairil dianggap sebagai salah satu pembaru kesusastraan Indonesia. Kritikus sastra H.B. Jassin mendaulatnya, bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, sebagai pelopor sastrawan Angkatan 45 sekaligus puisi modern Indonesia.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar