- Hendri F. Isnaeni
- 23 Apr 2013
- 3 menit membaca
Diperbarui: 12 jam yang lalu
DALAM surat-suratnya, RA Kartini meratapi buta huruf di kalangan perempuan karena tidak tersedianya peluang pendidikan bagi mereka. “Kami, gadis-gadis Jawa, tidak boleh memiliki cita-cita, karena kami hanya boleh mempunyai satu impian, dan itu adalah dipaksa menikah hari ini atau esok dengan pria yang dianggap patut oleh orangtua kami,” tulis Kartini dengan getir kepada Rosa Manuela Abendanon-Mandri, 8/9 Agustus 1901.
Setelah Kartini meninggal pada 1904, perjuangannya untuk menyediakan pendidikan bagi perempuan dilanjutkan teman-teman Belandanya.
Ingin membaca lebih lanjut?
Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.











