top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Di Balik Gelar Pahlawan Nasional untuk Tan Malaka dan Alimin

Sukarno mengangkat Tan Malaka dan Alimin Prawirodirdjo sebagai Pahlawan Nasional untuk memenuhi penyatuan ideologi nasakom atau nasionalis, agama, dan komunis.

23 Mar 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Tan Malaka, 1922. (KITLV).

PADA 23 Maret 1963, Sukarno menetapkan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1963. Usulannya datang dari Partai Murba yang didirikan Tan Malaka tahun 1948, dalam peringatan ke-16 menghilangnya Tan Malaka pada Februari 1963.


Menurut sejarawan Klaus H. Schreiner dalam “Penciptaan Pahlawan-pahlawan Nasional,” termuat di Outward Appearances, dokumen resmi telah dikeluarkan satu bulan setelah permohonan itu dan langsung mendapat dukungan dari Sukarno, yang menggambarkan betapa cepatnya dia menanggapi permintaan itu dan mengabaikan prosedur-prosedur formal.


Setahun kemudian, Sukarno kembali mengangkat tokoh komunis, Alimin Prawirodirdjo menjadi pahlawan nasional, sehari setelah kematiannya pada 24 Juni 1964. “Mereka adalah komunis di antara para pahlawan nasional, yang menjadi alasan mengapa mereka dibungkam sesudah tahun 1965,” tulis Schreiner.


Menurut Schreiner, Sukarno mengangkat dua tokoh komunis di antara 33 pahlawan nasional yang ditetapkannya, berdasarkan kepentingan strategis jangka pendek. Yaitu sebagai wakil dari ideologi yang sedang disatukannya: Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis).


Oleh karena itu, lanjut Schreiner, “mengikuti pengangkatan Alimin pada tahun 1964, dua tokoh utama Muhammadiyah, Kiai Fachruddin dan Kiai Mas Mansyur, secara serentak diangkat sebagai pahlawan nasional sehingga menjamin keseimbangan ideologis antara komunis dan Muslim.”


Pengangkatan Tan Malaka dan Alimin dapat dianggap sebagai “suatu simbol nonkontroversial dari gerakan komunis.” Tan Malaka keluar dari PKI karena tak setuju pemberontakan PKI 1926-1927. Oleh karena itu, menurut sejarawan Asvi Warman Adam, adalah kebodohan rezim Orde Baru menganggap Tan Malaka sebagai tokoh partai yang dituduh terlibat pemberontakan beberapa kali.


“Tan Malaka justru menolak pemberontakan PKI tahun 1926/1927,” tulis Asvi dalam pengantar buku Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan Singapura karya Zulhasril Nasir.


Sebaliknya, menurut Schreiner, kendati setuju dengan pemberontakan itu, Alimin kemudian kehilangan sebagian besar kedudukannya dalam PKI. Meskipun Harian Rakyat, organ PKI, dalam berita kematian Alimin memuji jasa-jasanya dalam mendirikan PKI pasca Perang Dunia II dan perannya selama tahun 1950-an, di akhir hayatnya dia adalah tokoh yang terpinggirkan.


Rezim Orde Baru yang antikomunis jelas terganggu dengan keberadaan dua pentolan komunis dalam daftar pahlawan nasional. Menurut Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil “petite histoire” Indonesia Volume 4, Departemen Sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan seleksi pahlawan nasional, pernah mengajukan kepada Presiden Soeharto agar mencabut gelar pahlawan nasional Tan Malaka dan Alimin. Soeharto menyatakan bahwa pemberian gelar itu telah dilakukan oleh Presiden Sukarno dan tidak bisa dibatalkan.


Gelar pahlawan nasional itu tidak pernah dicabut, tetapi menurut Asvi, nama Tan Malaka dihapuskan dalam pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah. Dalam buku teks sejarah dia tidak boleh disebut. Atau menurut istilah seorang peneliti Departemen Sosial, Tan Malaka menjadi off the record dalam sejarah Orde Baru. Baru setelah reformasi namanya ditampilkan kembali. Muncullah karya baru atau buku-buku lama tentang atau oleh Tan Malaka yang pada masa Orde Baru sempat dilarang.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
Biarkan Batin Melayang

Biarkan Batin Melayang

Zaman berubah. Kekuasaan berganti. Namun, S.K. Trimurti mampu melewatinya tanpa membuatnya tersingkir dari sejarah.
Banjir Besar di Jakarta

Banjir Besar di Jakarta

Banjir besar yang melanda Jakarta merendam kawasan Monas. Rencana Presiden Soeharto dan Ibu Tien meninjau diorama Supersemar di museum Monas terpaksa dibatalkan.
Kisah Prajurit Doyan Kawin

Kisah Prajurit Doyan Kawin

Poligami dipraktikkan oknum tentara sejak dulu. Ada yang dapat hukuman karenanya.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (2)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (2)

Johan Kepler Panggabean merupakan pengusaha nasional sekaligus sahabat Presiden Sukarno. Perusahaannya agen tunggal mobil VW dari Jerman berakhir menyusul pergantian kekuasaan.
bottom of page