top of page

Sejarah Indonesia

Detik Detik Menegangkan Saat Belanda Menjebak Diponegoro

Detik-detik Menegangkan Saat Belanda Menjebak Diponegoro

Memenuhi undangan Belanda untuk ramah-tamah, Diponegoro malah ditangkap. Perang Jawa pun berakhir.

Oleh :
28 Maret 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Perjalanan Pangeran Diponegoro menuju tempat pertemuan di Magelang, 28 Maret 1830. (KITLV).

  • Aryono
  • 29 Mar 2015
  • 2 menit membaca

MINGGU, 28 Maret 1830, sehari setelah Lebaran. Suasana Magelang, masih ramai. Ditambah lagi kedatangan panglima Perang Jawa, Diponegoro, ke Magelang untuk memenuhi undangan Hendrik Merkus Baron de Kock, panglima tentara Belanda dalam Perang Jawa. Diponegoro diringi pengikutnya dari Metesih ke tempat pertemuan di rumah residen Kedu.


Tiga hari sebelumnya, de Kock memberikan perintah rahasia kepada dua orang perwira infanteri seniornya, Louis du Perron dan A.V. Michiels, agar mempersiapkan pasukannya ketika Diponegoro datang.


Dengan demikian, menurut sejarawan Peter Carey, tentara harus tetap siaga di tangsi-tangsi mereka dan kuda kavaleri sudah dipasang pelana, sehingga begitu perintah pertama dikeluarkan, semua anggota tentara sudah dapat langsung berkumpul dengan senjata lengkap.


De Kock didampingi Residen Kedu Valck, Letkol Roest (seorang perwira de Kock), Mayor F.V.H.A. de Stuers dan penerjemah bahasa Jawa, Kapten J.J. Roefs. Sementara Diponegoro didampingi tiga putranya, penasihat agama, dua punakawan, dan panglimanya, Basah Mertanegara.


“Sebaiknya Tuan tidak usah kembali ke Metesih, tinggal di sini saja bersama saya,” ucap de Kock membuka percakapan.


“Mengapa saya tidak diizinkan untuk kembali? Apa yang harus saya lakukan di sini? Saya hanya datang untuk beramah-tamah, seperti kebanyakan orang Jawa setelah akhir bulan puasa,” jawab Diponegoro, seperti ditulis Peter Carey dalam Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme.


De Kock mulai serius. “Saya akan menahanmu supaya masalah selama ini lekas selesai”.


Suasana mulai berubah. Semua yang hadir tegang. “Ada masalah apa Jenderal? Sesungguhnya, saya tidak merasa ada masalah, saya juga tidak menaruh benci kepada siapapun,” sahut Diponegoro.


Mertanegara menyela supaya masalah politik bisa diselesaikan lain waktu.


“Tidak! Terserah pangeran setuju atau tidak, saya akan menuntaskan masalah politik hari ini juga!” potong de Kock dengan nada tinggi.


“Heh Jenderal, kamu sangat jahat. Buru-buru memutuskan dan tidak dibicarakan selama bulan puasa. Hatimu busuk, jika tahu begini aku tidak akan membiarkan dua utusanmu (Clerens dan Ali Basah) ke Bagelen,” balas Diponegoro.


Diponegoro lalu menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki keinginan lain, kecuali kepala agama Islam di Jawa dan gelarnya sebagai sultan. Namun, de Kock meminta Roest untuk memerintahkan du Perron menyiapkan pasukan.


“Jika begini situasinya, ini karena sifat jahatmu. Saya tidak takut mati! Sekarang tidak ada lagi tersisa kecuali dibunuh. Saya tidak bermaksud menghindarinya,” ucap Diponegoro.


De Kock terhenyak mendengar ucapan Diponegoro. Wajahnya tertunduk. “Memang Tuan, saya tidak ada niatan membunuhmu. Tetapi tidak tepat memenuhi semua keinginanmu di sini,” jawabnya lirih.


Diponegoro cepat mengendalikan diri. “Jadi Diponegoro pernah berdebat dalam diri sendiri apakah patut dia menghunus keris dan membunuh Jenderal de Kock tapi pada akhirnya merasa bahwa itu tidak patut dan layak bahwa seorang pangeran keraton Yogya merendahkan diri dan bertindak seperti orang pengamuk, jadi dia pasrah saja kepada takdir,” tulis Peter Carey dalam surelnya kepada Historia.


Diponegoro pun menghampiri beberapa pengikutnya. Semua tertunduk. Dia lalu mengambil secangkir teh, meminumnya, kemudian beranjak keluar. Kereta kuda residen yang telah dipersiapkan di depan rumah segera membawa Diponegoro menuju tanah pengasingan.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page