Darah Aktivis Kamala Harris
Sejak balita, Calon Wapres Amerika Kamala Harris sudah dibawa berdemo oleh orangtuanya. Tumbuh jadi aktivis pembela LGBT.
PINTU menuju kursi penguasa negeri adidaya Amerika Serikat terbuka lebar buat Kamala Harris yang maju jadi calon wakil presiden Amerika bersama Capres Joe Biden dari Partai Demokrat. Pasangan Biden-Kamala unggul jauh dalam perolehan electoral votes dari duet petahana Partai Republik, Donald Trump-Mike Pence.
Hingga kini, Sabtu (7/11/2020) pukul 23.00 WIB, Biden-Kamala memimpin jauh dengan perolehan 264 electoral votes (214) sejak digelarnya Pilpres Amerika empat hari lalu. Meski Trump ingin membawa hasilnya ke Mahkamah Agung Federal Amerika, Biden-Kamala sudah bersiap merayakan kemenangan yang tinggal menanti enam electoral votes (270) lagi untuk resmi jadi capres-cawapres terpilih.
Jika begitu, sejarah akan kembali tercipta setelah Barack Obama jadi orang kulit hitam pertama yang menjabat presiden Amerika pada 2009. Kamala akan jadi wakil presiden perempuan dan berkulit hitam pertama Amerika.
Catatan sejarah itu akan melanjutkan catatan yang dibuatnya pada 2017. Kala itu Kamala menjadi politikus perempuan keturunan Afro-Asia pertama yang menjadi senator (Negara Bagian California).
Baca juga: Joe Biden dan Pemimpin Gagap
Berdemonstrasi dengan Kereta Bayi
Meski terpisah ribuan mil dari tempat Kamala mengikuti kontestasi pilpres, Masyarakat Tamil Nadu, terutama di Desa Thulasendhirapuram, berbondong-bondong mendatangi Kuil Dharmasastha. Mereka mendoakan Kamala menang di pilpres Amerika.
Desa Thulasendhirapuram mempunyai kedekatan emosional dengan Kamala. Ia merupakan kampung kelahiran P.V. Gopalan, kakek Kamala dari garis ibu.
“Pada 2014, ibunya, Shyamala, pernah memberikan sumbangan atas nama Kamala Harris, jadi para penduduk desa mengenalnya dengan sangat baik,” tutur Kepala Desa Thulasendhipuram Arulmozhi Sudhakar sebagaimana diberitakan Hindustan Times, Rabu, 4 November 2020.
Baca juga: Kakek Donald Trump Korban Pandemi
Kamala Harris lahir di Oakland, California pada 20 Oktober 1964 sebagai sulung dua bersaudari dari orangtua blasteran Tamil-Jamaika. Ibunya, Shyamala Gopalan, berasal dari Chennai di selatan India; sementara ayahnya, Donald Jasper Harris, merupakan imigran dari Jamaika.
Dalam memoarnya, The Truths We Hold: An American Journey, Kamala mengisahkan ia dilahirkan oleh orangtua yang cemerlang secara akademik meski kehidupan masa kecil keduanya tak mudah. Donald Harris sejak muda tumbuh menjadi akademisi di bidang ekonomi sebagai lulusan Universitas London dan penyandang gelar PhD di Universitas Berkeley. Sementara, Shymala pada usia 19 tahun sudah lulus dari Lady Irwin College di New Delhi dan langsung mengejar gelar S-2, juga di Berkeley.
Baca juga: Sekelumit Kisah Mahathir Mohamad
Keduanya saling mengenal di kampus Berkeley lantas berpacaran. Pada 1963, keduanya menikah.
“Hidup ibu saya dimulai ribuan mil dari asalnya di belahan timur, di selatan India. Ia merantau pada 1958 untuk mengejar gelar doktor dalam bidang nutrisi dan spesialis endokrin. Ayah dan ibu saya jatuh cinta saat ikut pergerakan HAM di Berkeley,” ungkap Harris.
Aktivis, itulah yang diturunkan ke dalam diri Kamala dari garis ibunya. Kakek dan neneknya dikenal sebagai dua dari segelintir tokoh masyarakat yang berpengaruh di wilayah Tamil.
“Nenek saya, Rajam Gopalan, tak pernah sekolah sampai SMA, namun dia seorang yang terampil dalam sosial kemasyarakatan. Ia akan selalu menampung perempuan korban kekerasan suami dan selalu mengancam agar para suami mau mengurus istri dengan baik dan kalau tidak, dia yang akan mengurusnya di rumahnya. Dia juga sering mengedukasi perempuan di desanya tentang kontrasepsi,” tutur Kamala.
Kamala melanjutkan, “Kakek saya P.V. Gopalan pernah menjadi bagian dari pergerakan untuk memenangkan kemerdekaan India. Pada akhirnya dia menjadi diplomat senior di pemerintahan. Dia dan nenek sempat menghabiskan waktu hidupnya di Zambia setelah India merdeka, untuk membantu para pengungsi.”
Dari merekalah Shyamala belajar tentang kepedulian dan aktivisme yang lantas diturunkan ke Kamala. Menurut Kamala dari cerita ibunya, pernah suatu ketika Kamala yang baru berusia sekitar dua tahun (tahun 1966) sampai dibawa ikut berunjuk rasa dengan para aktivis Free Speech Movement (FSM) untuk menyuarakan HAM, anti-rasisme, dan anti-Perang Vietnam.
“Ibu saya sangat paham dengan sejarah, kesadaran politik, dan kesadaran akan perjuangan dan persamaan. Maka orangtua saya sering membawa saya dengan kereta bayi bersama mereka ke aksi-aksi menyuarakan HAM. Sedikit yang saya ingat waktu itu hanya melihat lautan kaki bergerak ke sana-sini. Teringat akan energi di sekeliling dan teriakan-teriakan,” tambahnya.
Mereka saat itu bergerak di Sproul Plaza untuk memprotes dengan damai karena diserang polisi dengan selang air. “Mereka datang untuk bertemu Martin Luther King Jr. yang berbicara di Berkeley, di mana ibu saya berkesempatan bertatap muka. Dia menceritakan pada satu aksi protes anti-perang, massa dikonfrontir (geng motor) Hell’s Angels. Saat kerusuhan pecah, ibu saya dilindungi teman-temannya untuk membawa saya keluar dari situasi itu,” kata Kamala.
Namun ketika Kamala baru berusia tujuh tahun dan Maya, adiknya yang masih balita, harus jadi korban broken home. Shyamala dan Donald bercerai. Sejak itu, Kamala dan Maya dibesarkan oleh ibunya.
“Saya tahu mereka saling mencintai tapi kelamaan mereka menjadi seperti air dan minyak. Hubungan mereka sudah retak sejak saya berusia lima tahun. Setelah ayah saya mengambil pekerjaan mengajar di Universitas Wisconsin, mereka bercerai. Uniknya bukan uang yang mereka perebutkan, melainkan koleksi buku-buku. Ayah saya tetap jadi bagian hidup kami yang selalu datang pada akhir pekan,” ungkapnya.
Pembela LGBT
Meski dibesarkan di keluarga yang tak utuh, Kamala Harris tetap tumbuh jadi anak secemerlang kedua orangtuanya. Mereka sempat pindah untuk mengikuti aktivitas sang ibu yang sambil mengajar di Montreal, Kanada juga melakukan banyak penelitian tentang hormon progesterone dan tentang kanker payudara.
Selepas SMA, Kamala hidup mandiri di Washington DC sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Politik dan Ekonomi Universitas Howard. Lulus pada 1986, ia melanjutkan studinya dengan mengambil jurusan Hukum di Hastings College of the Law, University of California berbekal beasiswa dari Legal Education Opportunity Program (LEOP). Pada 1988, Kamala ikut program magang di Pengadilan Tinggi Alameda County, Oakland, California.
“Saya magang bersama sembilan mahasiswa lain di kantor jaksa distrik. Saya sudah lama memendam niat menjadi jaksa penuntut. Saya ingin berada di baris terdepan dalam reformasi pengadilan kriminal, di mana saya ingin melindungi yang lemah. Pekerjaan kami lebih kepada belajar dan mengamati segala kegiatan di sana, di mana kami masing-masing ditempatkan bersama para jaksa yang mengerjakan beragam kasus dari Driving under the Influence hingga pembunuhan,” terangnya.
Baca juga: Dagelan Hukum The Trial of the Chicago 7
Di situ pula Kamala mengawali kariernya sebagai salah satu deputi jaksa Distrik Alameda County setelah lulus pada 1990. Kariernya melejit berkat otak encernya. Setelah berpacaran dengan Willie Brown, seorang duda yang juga ketua Majelis Negara Bagian California, Kamala melenggang jadi anggota Dewan Unemployment Insurance Appeals pada 1994, dan pada 1998 jadi kepala Divisi Karier Kriminal di Pengadilan Tinggi San Francisco. Saat itu Willie sudah menjabat walikota San Francisco (1996-2004).
Sejak Agustus 2000, Kamala mengepalai Divisi Pelayanan Rumah Tangga dan Anak-Anak di Balai Kota San Francisco di bawah jaksa kota Louise Renne. Di sanalah Kamala menemukan passion-nya untuk membela orang lemah, terutama perempuan dan anak-anak.
Namun ketika hendak mengajukan diri sebagai jaksa Distrik San Francisco pada November 2002, Kamala diserang saingannya, Terence Hallian dan Bill Fazio, dengan isu hubungannya dengan walikota yang memuluskan kariernya. Sebagaimana diungkapkan Peter Byrne dalam artikelnya yang dimuat San Francisco Weekly, 24 September 2003, “Kamala’s Karma”, Hallinan dan Fazio menyerang Kamala dengan isu nepotisme.
Kamala pun membela diri bahwa apa yang dicapainya selama ini bukan berkat mantan pacarnya. “Saya menolak mendesain kampanye saya dengan mengelilingi kritik terhadap Willie Brown karena saya mengajukan diri secara independen. Tak diragukan lagi saya pribadi yang mandiri dan terlepas dari pengaruhnya dan faktanya dia tak bisa mengontrol saya. Kariernya sudah habis; saya masih akan hidup dan berjuang untuk 40 tahun ke depan. Saya tak berutang apapun kepadanya,” ujar Kamala, dikutip Byrne.
Baca juga: Kala Presiden Amerika Terpapar Virus Influenza
Kamala akhirnya menang pada pemilihan jaksa distrik 2003. Setelah menjadi jaksa, ia tetap memegang janjinya semasa kampanye untuk tidak akan pernah mengajukan hukuman mati kepada terdakwa dengan kasus kejahatan apapun.
Di jabatan itulah dia mulai menonjolkan diri sebagai jaksa pembela LGBT, dengan membentuk Unit Kejahatan (berdasarkan) Kebencian pada 2005. Unit ini memfokuskan diri pada kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) korban hate crime. Salah satu kasusnya yang terpenting adalah peninjauan kasus pembunuhan Gwen Araujo, remaja transgender 17 tahun yang dihabisi empat pelaku di Newark, California, 4 Oktober 2002.
Menurut The San Francisco Examiner, 5 Juli 2006, Kamala sampai menggelar konferensi selama dua hari untuk menghimpun 200 jaksa dan aparat penegak hukum guna membahas strategi hukumnya. Pasalnya, empat tersangka pelaku menggunakan hak “Gay Panic Defense”, aturan yang memungkinkan keempatnya membela diri dengan melukai atau membunuh sebagai reaksi atas provokasi yang timbul dari kepanikan terkait hubungan seks sesama jenis yang tak diinginkan.
LGBT jadi salah satu isu yang disuarakan Kamala dalam kampanyenya sejak 2008 kala maju dalam pemilihan jaksa agung Negara Bagian California. Saat sudah menjadi jaksa agung California, Kamala mengajukan laporan amicus curiae (dasar hukum sahabat pengadilan, red.) ke Ninth Circuit (Pengadilan Banding Federal). Dalam laporannya, Kamala menegaskan bahwa Proposition 8, yang mengatur hanya pernikahan beda jenis yang dilegalkan di California, tak punya dasar hukum kuat. Ninth Circuit akhirnya mencabut larangan pernikahan sesama jenis pada Juni 2013.
Sejak saat itu kaum LGBT senantiasa berada di belakang Kamala. Termasuk saat Kamala maju menjadi Senat California pada 2017 dan mendampingi Joe Biden di Pilpres Amerika, 3 November 2020.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar