Benjamin Netanyahu Ditolak Berkunjung ke Indonesia
Setelah terpilih menjadi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berencana melakukan kunjungan ke Indonesia. Ia ingin mengikuti jejak Perdana Menteri Yitzhak Rabin yang singgah di Jakarta bertemu Presiden Soeharto.
AGRESI militer Israel terhadap Palestina masih menjadi sorotan dunia. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi sasaran kecaman bahkan oleh penduduk Israel sendiri karena kebijakannya yang haus darah. Belum lama ini hasil survei yang dipublikasikan Channel menunjukkan 72 persen responden menginginkan Netanyahu mengundurkan diri karena gagal mengatasi serangan udara pada 7 Oktober 2023; 44 persen berpandangan Netanyahu harus segera angkat kaki dari pemerintahan; dan 28 persen lainnya menyarankan Netanyahu mundur dari jabatannya setelah pasukan pertahanan Israel berhenti melakukan operasi militernya di Gaza.
Benjamin Netanyahu memulai karier politik tahun 1980-an. Setelah sempat bekerja di Kedutaan Besar Israel di Washington DC, Amerika Serikat, Netanyahu kemudian terpilih menjadi anggota Knesset atau parlemen Israel dari Partai Likud tahun 1988. Selanjutnya, pria kelahiran Tel Aviv, 21 Oktober 1949 itu menjabat wakil menteri luar negeri tahun 1988 hingga 1991, dan kemudian wakil menteri di kabinet koalisi Perdana Menteri Yitzhak Shamir. Pada 1993, Netanyahu dengan mudah memenangkan pemilihan sebagai pemimpin Partai Likud. Namanya semakin dikenal karena menentang perjanjian perdamaian Israel-PLO tahun 1993 dan akibat penarikan diri Israel dari Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Ketika Israel untuk pertama kalinya menyelenggarakan pemilihan umum memilih perdana menteri secara langsung pada 1996, Netanyahu tampil sebagai salah satu kontestan dan keluar sebagai pemenang. Selain mengalahkan petahana, Shimon Peres, Netanyahu juga menjadi perdana menteri termuda ketika membentuk pemerintahan pada 18 Juni 1996.
Tak lama setelah terpilih sebagai perdana menteri Israel, Netanyahu melakukan kunjungan ke sejumlah negara. Salah satu negara yang hendak ia singgahi adalah Indonesia. Rencana kunjungan itu akan dilakukan pada 1997 sebagai bagian dari rangkaian tur Asia. Namun, keinginannya menginjakan kaki di Indonesia gagal.
Baca juga: Benjamin Netanyahu: Pemimpin Muslim Palestina Ada di Balik Holocaust, Bukan Hitler
Surat kabar The Strait Times, 20 Agustus 1997, memberitakan, pihak berwenang Indonesia menolak permintaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menggunjungi negara ini dalam lawatannya ke Asia. “Juru bicara Netanyahu mengatakan bahwa ‘hanya ada pembicaraan tidak resmi’ mengenai kemungkinan kunjungan ke Indonesia,” tulis koran Singapura itu.
Sebelumnya, Netanyahu berharap dapat mengikuti jejak mantan Perdana Menteri Yitzhak Rabin yang bertemu Presiden Soeharto dalam kunjungan mendadak ke Indonesia pada Oktober 1993. Pertemuan itu berlangsung di kediaman Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta.
Menurut Jacob Abadi dalam Israel’s Quest for Recognition and Acceptance in Asia: Garrison State Diplomacy, kala itu Rabin tengah melangsungkan lawatan ke Timur Jauh. “Didorong oleh kemajuan proses perdamaian Timur Tengah, Soeharto setuju untuk bertemu dengan Rabin…Keputusan untuk memenuhi permintaan Rabin menuai perdebatan di kalangan pemerintah Indonesia,” tulis Abadi.
Kunjungan Rabin merupakan kunjungan pertama yang dilakukan Perdana Menteri Israel ke Indonesia. Oleh karena itu, pertemuan ini menjadi sorotan publik internasional. Tak hanya menuai pro dan kontra di dalam negeri, sejumlah media di Suriah, Libya, Aljazair, Sudan, hingga Iran juga melaporkan pertemuan tersebut dan mengkritiknya.
Kontroversi yang membayangi pertemuan ini mendorong pemerintah buka suara. Menteri Sekretaris Negara Moerdiono menjelaskan bahwa Soeharto menerima Rabin dalam kapasitasnya sebagai kepala Gerakan Non-Blok, dan bukan sebagai kepala negara Indonesia.
Sementara itu, Retnowati Abdulgani-Knapp dalam Soeharto, The Life and Legacy of Indonesia’s Second President: An Authorised Biography menyebut bahwa setelah mempertimbangkan isu-isu yang dipandang sensitif dan berpontensi memicu gesekan di masyarakat, pertemuan antara Soeharto dan Rabin dilakukan secara rahasia dan media baru mengetahuinya empat jam setelah perdana menteri Israel itu meninggalkan Indonesia. Sebagai upaya menghindari kontroversi yang mungkin timbul dari kunjungan Rabin, Soeharto menepis kemungkinan Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Empat tahun setelah kunjungan Rabin, pemerintah Indonesia menolak permintaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk singgah di Jakarta. “Pemerintah Indonesia menolak permintaan Netanyahu dengan alasan bahwa sikap rezim pemerintahannya yang cenderung hawkish atau agresif memperlambat proses perdamaian sehingga tidak memungkinkan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel,” tulis Abadi.
Dengan demikian, dalam lawatannya ke Asia pada 1997, Netanyahu melakukan kunjungan ke Jepang dan Korea Selatan. Dalam pertemuan dengan pemimpin kedua negara itu, diperkirakan pembicaraan fokus pada hubungan ekonomi.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar