Baret Merah vs Baret Ungu
Gara-gara saling ejek, anggota Baret Merah (Kopassus) dan Baret Ungu (KKO) bentrok.
SEKIRA 90 anggota Batalyon Artileri Medan 15/76 Tarik Martapura menyerang Markas Polres OKU (Ogan Komering Ulu) Sumatra Selatan, 7 Maret lalu. Mereka mengamuk lantaran tak mendapat kejelasan yang memuaskan tentang penanganan kasus penembakan rekan mereka, Pratu Heru Oktavianus, oleh Brigadir Wijaya, anggota Polres OKU. Empat polisi terluka.
Dalam sejarah, bentrokan bukan hanya terjadi antara militer dengan polisi. Bentrok sesama militer pernah beberapa kali terjadi. Pada 1964 misalnya, pasukan RPKAD (kini Kopassus) baku hantam dengan pasukan KKO (kini Marinir) di Lapangan Banteng, Jakarta. Kisahnya bermula dari saling ejek pada suatu pagi ketika mereka sama-sama latihan di Lapangan Banteng.
Pasukan KKO waktu itu latihan baris-berbaris, sementara pasukan RPKAD latihan mengemudi mobil. Selesai lebih dulu, pasukan KKO lalu duduk-duduk istirahat sembari menonton anggota RPKAD latihan. Entah siapa yang memulai, saling ejek terjadi. Selang sesaat kemudian, “menjadi perkelahian massal,” tulis Julius Pour dalam Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan. Baku hantam berlanjut hingga menjelang sore lantaran pasukan RPKAD, yang merasa kalah jumlah, meminta bantuan rekan-rekannya di Cijantung. Sedangkan pasukan KKO berasrama di Jalan Kwini, berseberangan dengan lokasi kejadian.
Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. “Saya tengok ke dalam ruang perawatan. Kira-kira ada tiga anggota RPKAD dan sepuluh KKO ngglethak, terbaring berlumuran darah,” kenang Benny, kelak menjadi Panglima ABRI, sebagaimana dikutip Julius Pour.
Benny sendiri, kala itu berpangkat mayor dan menjabat sebagai Dan Yon I RPKAD, berperan penting dalam penyelesaian konflik itu. Sewaktu hendak pulang ke asramanya di Cijantung, sehabis main tenis di Senayan, dia diberi tahu petugas piket di pintu masuk asrama bahwa semua anggota Batalyon II RPKAD keluar asrama tanpa izin. Mencium gelagat tak beres, dia pun bereaksi cepat. Dia membuntuti konvoi truk pasukan dari Batalyon II yang membawa balabantuan untuk rekan-rekan mereka. Di simpang lima Senen, dari seseorang di antara kerumunan yang ditanyainya, dia baru tahu apa yang sedang terjadi.
Benny langsung berinisiatif menyelesaikan konflik. Setelah ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) dan bertemu dokter Ben Mboi, mantan anak buahnya di Operasi Naga waktu Trikora yang merawat para korban, dia berjalan kaki menuju asrama KKO di Jalan Kwini.
Di pos jaga depan Asrama Kwini (markas KKO), dia mendapati banyak prajurit KKO bersenjata lengkap sibuk mempersiapkan pertahanan –sementara pasukan RPKAD mempersiapkan serangan di bagian kompleks RSPAD yang mereka jadikan base. Banyak dari pasukan KKO yang ditemui Benny sore itu berpakaian seragam Tjakrabirawa, resimen pengawal Presiden Sukarno. Benny sendiri masih mengenakan pakaian olahraganya. Namun alih-alih mendapat hadangan dari “lawan”, Benny malah mendapatkan hormat dari petugas jaga. Banyak dari anggota KKO itu bekas anak buah Benny sewaktu Trikora.
Di seberang asrama, para anggota RPKAD berebut ambil tempat di asrama perawat putri RSPAD –tepat di samping asrama Kwini. Mereka makin siaga karena mengira Benny masuk ke markas KKO untuk melakukan penangkapan. Masing-masing prajurit lalu ambil posisi dengan senjata siap tembak. Bahkan sebuah bazoka sudah diarahkan ke seberang (asrama KKO) dari lantai atas asrama perawat. Pasukan RPKAD tinggal menunggu perintah tembak dari komandannya.
Kembali ke asrama Kwini, Benny langsung meminta ketemu komandan KKO Mayor Saminu, kawan lama Benny dari Solo. Ikut mendampingi dialog mereka kala itu ada Kolonel Sabur, komandan Resimen Tjakrabirawa, yang kebetulan ada di situ. Benny meminta Saminu menahan pasukannya agar tak keluar asrama. “Kalau kamu diserang, ya sudah silahkan, mau ditembak atau apa, terserah saja,” ujar Benny kepada rekannya dari KKO itu.
Benny langsung keluar dari Kwini. Hal itu membuat pasukan RPKAD bingung lantaran yang keluar si komandan, bukannya pasukan KKO yang menjadi lawan mereka. Mereka pun kembali ke truk dan pulang setelah diperintahkan kembali oleh Benny.
“Warga masyarakat di pinggir jalan heran melihat tontonan ini,” tulis Julius Pour. “Pertempuran kedua pasukan elite yang semula dikhawatirkan meletus, mendadak saja bisa berakhir setelah seseorang berpakaian olahraga memerintahkan pasukan RPKAD naik kembali ke atas truk.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar