Bangsawan Banjar Kibuli Belanda Pakai Telegram Palsu
Bermodal telegram palsu, bangsawan Banjar bisa kabur dari penjara. Orang Belanda menganggap caranya canggih.
PERTENGAHAN Maret 1929, seorang tahanan dari sebuah penjara sipil di Malang, Jawa Timur dibebaskan. Nama tahanan itu Goesti Soleiman bin Pangeran Mohamed Seman. Dia dibebaskan setelah pejabat penjara menerima sebuah telegram yang isinya tentang pembebasannya.
Namun dengan cepat pihak berewenang menyadari ada yang salah dengan telegram itu. Koran De Locomotief tanggal 22 Februari 1929 dan De Tijd tanggal 21 Februari 1929 memberitakan bahwa rupanya telegram pembebasan bertanggal 20 Februari 1929 itu palsu adanya. Telegram itu dipalsukan oleh penjaga penjara dan petugas telegraf. Keduanya kemudian ditangkap dan dituntut hukum pidana. Goesti Soleiman juga kemudian diketahui keberadaannya, tapi sudah jauh dari Malang.
Goesti Soleiman telah berada di Stagen, sebuah tempat di Pulau Laut Utara, Kalimantan Selatan. Jaraknya sekitar 300 km dari Malang. Kala itu untuk mencapai Stagen mesti naik kapal laut dari Surabaya ke Pulau Laut yang memakan waktu lebih dari semalam.
Sekitar tanggal 20 Februari, keberadaan Goesti Soleiman di Stagen sudah diketahui aparat hukum kolonial. Goesti Soleiman dan keluarganya kemudian ditahan. Koran Algeemene Handelsblad edisi 1 Mareti 1929 memberitakan, mereka telah dibawa dari Pulau Laut ke Surabaya pada Senin, 25 Februari 1929, malam.
Lantaran memakai pakaian beruang, pakaian tahanan era kolonial, Goesti Soleiman jadi terlihat tidak seperti anak bangsawan pada umumnya. Dia juga menyangkal soal telegram palsu itu ketika diperiksa petugas.
"Direktur melepaskan saya," kata Goesti Soleiman terkait pembebasannya itu.
Aparat tidak percaya begitu saja terhadap jawabannya. Mereka terus mengejarnya dengan pertanyaan-pertanyaan dan membandingkannya dengan jawaban para tersangka lain. Selain Goesti Soleiman, tersangka lain adalah Kandar dan Slamet.
Kandar adalah seorang penjaga pintu penjara. Soerabaijasch Handelsblad tanggal 28 Februari 1929 menyebut, sebelum keluarnya Goesti Soleiman, Kandar telah berhubungan dengan keluarga Goesti Soleiman yang berada di Stagen. Kandar menerima sejumlah uang dari keluarga Goesti Soleiman agar mau mengirim telegram tadi yang ternyata dari Goesti Soleiman.
Slamet adalah tukang pos yang biasa mengurus telegraf penjara. Dari Slamat, formulir telegram kosong telegram untuk Goesti Soleiman didapatkan. Isi telegram pun diolah berdasarkan keinginan Goesti Soleiman: tentang pembebasan dirinya. Slamet juga dapat sejumlah uang atas perannya yang penting itu. Setelah isi telegram itu dibuat Goesti Soleiman, telegram itu parkir dulu di kantor telegraf. Dari kantor, Slamet meneruskan telegram itu ke Kandar.
Dari Kandar, surat itu diberikan kepada pejabat di kantor penjara Malang. Atas dasar telegram yang dikira resmi dari pusat itu, maka Goesti Soleiman dikeluarkan oleh pejabat penjara dan dibebaskan. Para pejabat itu ketika menerima telegram dari Kandar tidak tahu bahwa telegram itu palsu.
Goesti Soleiman bisa mengolah formulir telegram bukan saja karena dia tahu bentuk telegram surat pembebasan, tapi juga karena posisinya di dalam penjara. Soerabaijasch Handelsblad (28 Februari 1929) dan De Locomotief (22 Februari 1929) menyebut Goesti Soleiman sebagai tahanan sehari-harinya dipekerjakan di bagian administrasi penjara. Dia tahu cap stampel apa saja yang dibutuhkan dalam sebuah telegram pembebasan narapidana dan tahu di mana stempel yang dibutuhkannya berada. Dengan pengetahuannya itu plus formulir dari Slamet serta stempel-stempel yang bisa diaksesnya secara diam-diam di kantor penjara, telegram pembebasan untuk dirinya pun sukses dibuatnya.
Meski kemudian dengan cepat ketahuan dan Goesti Soleiman tertangkap kembali, apa yang dilakukannya di era 1920-an dan 1930-an itu dianggap cara canggih oleh media-media berbahasa Belanda yang memberitakan kasus pelariannya dari Penjara Malang. Sebelum kisah kaburnya yang luar biasa –setidaknya bagi kebanyakan orang pribumi– itu, Goesti Soleiman pernah dipenjara karena beberapa kasus penggelapan.
Ada yang menyebut Goesti Soleiman bin Pangeran Mohamad Seman berasal dari Kota Baru, dekat Pulau Laut. Pangeran Mohamad Seman disebut-sebut seorang raja di Kalimantan Selatan. Raja dengan nama Pangeran Mohamad Seman di Kalimantan Selatan yang terkenal adalah Pangeran Mohamad Seman yang menjadi sultan Banjar Perjuangan, yakni Sultan Mohamad Seman (1836-1905), anak Pahlawan Nasional RI Pangeran Antasari. Tak ada penjelasan dari berita koran-koran Hindia Belanda soal latar belakang Goesti Soleiman yang sukses kabur berbekal telegram palsu itu. Goesti Soleiman mendahului Frank Abegnale yang menipu di Amerika puluhan tahun kemudian dan kisahnya difilmkan dalam Catch Me If You Can.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar