Abdoel Kaffar Ingin Papua dan Timor Masuk Indonesia
Abdoel Kaffar, bekas perwira Barisan Madura, bersama Moh. Yamin ingin Papua dan Timor masuk Indonesia.
Sejak zaman pendudukan Jepang, Bung Hatta sudah tidak setuju Papua dan Timor masuk ke dalam negara yang hendak didirikan di bekas wilayah Hindia Belanda. Dalam sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Hatta meminta batas-batas wilayah Indonesia.
“Waktu itu saya katakan bahwa saya tidak minta lebih daripada daerah Indonesia yang dulu dijajah oleh Hindia Belanda,” kata Hatta dalam sidang tanggal 11 Juli 1945.
Jadi, Hatta tak setuju dengan Mr. Mohamad Yamin dan Raden Abdoel Kaffar. Yamin ingin daerah seperti Timor, Sarawak, dan Papua masuk ke dalam wilayah Indonesia dan Kaffar menyetujuinya. Sebelum Jepang datang, Sarawak adalah milik Inggris, sedangkan Timor milik Portugal dan sebagian Papua juga dimiliki Inggris. Menurut Hatta, lebih baik Papua merdeka sendiri.
Pada zaman pendudukan Jepang, banyak pemuda Indonesia tersebar ke luar Jawa. Ada yang menuntut ilmu sampai ke Singapura dan berperang sampai ke Burma (kini Myanmar). Jadi Abdoel Kaffar membayangkan Indonesia kelak adalah daerah yang sangat luas. Tak hanya sebesar wilayah Hindia Belanda, tapi sebesar daerah pendudukan Jepang.
“Jadi itulah alasan bahwa sewajarnya putra Indonesia mempunya negara yang tadi dibentangkan oleh anggota yang terhormat Mohamad Yamin,” kata Abdoel Kaffar sehari sebelumnya.
Daerah yang luas tentu memiliki konsekuensi pada bidang pertahanannya. Perlu banyak orang untuk mempertahankan daerah yang luas.
Berbeda dari Hatta yang pernah kuliah ekonomi di Belanda sehingga selalu berpikir efisien, Abdoel Kaffar yang –kelahiran Sampang, Madura pada 14 Mei 1913– 11 tahun lebih muda dari Hatta hanya sekolah sampai SMP. Buku Orang Indonesia Terkemoeka di Djawa menyebut dia pernah sebentar belajar di MULO setelah lulus SD (sekelas HIS) pada 1927. Setelah sebentar di MULO, dia langsung jadi tentara.
“Saya sendiri sejak keluar dari bangku sekolah terus berada di kemiliteran selama 14 tahun,” aku Abdoel Kaffar yang itu dalam sidang.
Selam 14 tahun tersebut, Kaffar bergabung dalam Korps Barisan Madoera, sebuah pasukan bantuan milik tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Sejak 1929 Kaffar sudah menjadi calon perwira di Sekolah Opsir Barisan di Pemekasan, Madura. Dua tahun pertama pangkatnya kopral, lalu selama tiga tahun menjadi sersan. Setelah 1934 barulah dia menjadi letnan kelas dua Korps Barisan.
Pada 1939, Kaffar belajar di sekolah senapan mitraliur dan sekolah gas beracun. Selama di Korps Barisan, dia menjadi komandan Kompi 2 Barisan I di Bangkalan. Setelah Belanda kalah pada 1942, Letnan Dua Kaffar kehilangan pekerjaannya sebagai perwira Barisan Madura.
Di zaman pendudukan Jepang, bekas Kapten Barisan Madoera Kaffar dipekerjakan pemerintah pendudukan di Madura. Dia lalu dijadikan sebagai anggota BPUPKI di akhir masa pendudukan Jepang. Dalam sidang BPUPKI, Kaffar tak hanya bicara soal batas Indonesia, tapi juga soal republik.
“Kami atas nama penduduk Madura menyampaikan kegembiraan dan terimakasih banyak terhadap Tuhan Yang Maha Mulia yang pada hari ini sudah menciptakan bentuk negara, yaitu Republik. Memang bentuk itu telah dikehendaki oleh sebagaian banyak dari rakyat Madura,” kata Kaffar bersemangat.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar