Sudut Ring Leon Spinks
Legenda tinju yang meniti kariernya dari kamp Marinir. Nama Leon Spinks kondang setelah mencuri gelar dunia milik Muhammad Ali.
LONCENG terakhir di ring kehidupan Leon Spinks Jr. sudah berbunyi. Pertarungannya melawan kanker prostat yang dideritanya sejak 2019 berakhir di sebuah rumahsakit di Henderson, Nevada, Amerika Serikat, Jumat (5/2/2021) malam waktu setempat. Legenda tinju kelas berat dunia itu wafat di usia 67 tahun.
Pengumuman meninggalnya Spinks baru disampaikan sang istri, Brenda Glur Spinks, pada Sabtu (6/2/2021) pagi. Sejumlah tokoh tinju dunia pun melayangkan ungkapan duka cita terhadap satu dari lima petinju yang pernah mengalahkan petinju legendaris Muhammad Ali itu. Salah satunya Bob Arum, promotor gaek yang mengenang kemenangan Spinks atas Ali dalam pertarungan yang diatur Arum.
“Itu salah satu hal yang paling tidak bisa dipercaya, di mana Ali setuju melawan dia karena jika Anda melihat pertarungannya, dia (Spinks) bahkan bukan penantang gelar. Dia hanya lawan biasa yang kemudian menemukan caranya sendiri untuk menang,” kenang Arum sebagaimana disitat The Guardian, Minggu (7/2/2021).
Sebelum namanya meroket gegara mengalahkan Ali, Spinks hanyalah petinju muda yang sedang mencari arah dalam karier tinjunya. Pertarungan melawan Ali pun berlangsung Spinks baru setahun sejak dia menginjak level profesional.
Baca juga: Ronde Terakhir Roger Mayweather
Bocah Korban Perundungan
Spinks Jr. yang lahir pada 11 Juli 1953 di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat merupakan anak sulung dari delapan bersaudara pasangan Kay dan Leon Spinks Sr. Sejak kecil, Spinks dan tujuh saudaranya terbiasa hidup miskin setelah ayah dan ibunya bercerai. Sang ibu membesarkan Spinks dan adik-adiknya sebagai ibu tunggal dengan penghasilan USD135 dolar per pekan.
Spinks kecil acap jadi sasaran perundungan teman-teman sekolahnya karena punya kelemahan pada fisiknya karena mengidap tekanan darah rendah dan asma. Bahkan, Spinks juga kerap dirundung anak perempuan tomboy bernama Booby di sekolahnya.
“Setiap hari dia (Booby) memukuli saya. Tetapi ketika dia sedang mem-bully saya, tak seorang pun berani ikut-ikutan karena semuanya juga takut padanya,” ujar Spinks.
Baca juga: Ring Kehidupan Max Schmeling
Maka untuk membekali putra sulungnya itu, sang ibu memasukkan Spinks dan adiknya, Michael Spinks, ke sasana tinju Capri Recreation Center. Lantaran semakin tertarik pada tinju, Spinks menseriusinya hingga memutuskan untuk putus sekolah kala duduk di kelas 10 (setara SMP). Sebagai pendidikan alternatif, Spinks memilih mendaftarkan diri ke Korps Marinir Amerika Serikat pada 1973. Keputusan itu diambilnya juga karena ingin menjauhkan diri dari perang antar-geng dan narkoba di lingkungan tempat tinggalnya.
“Saya masuk Marinir untuk menghindari diri dari narkoba. Saya masuk di hari ulang tahun saya. Saya tak pernah menyangka betapa beruntungnya saya (masuk Marinir). Saya menikmati masa tugas dan itu adalah hal terbaik yang bisa dilakukan seorang anak muda saat itu,” imbuhnya.
Dari Kamp Marinir ke Pentas Dunia
Menukil laman resmi Kementerian Pertahanan Amerika, 18 Agustus 2020, disebutkan Spinks masuk Marinir di Marine Corps Recruit Depot di San Diego pada medio 1973. Dia kemudian menjalani pendidikan dasar selama 13 pekan. Masuk ke kesatuan Peleton 3090, ia lulus dengan pangkat prajurit dua pada Desember 1973 dan kemudian ditempatkan di tim tinju All-Marine di Markas USMC Lejeune, North Carolina.
Di Kamp Lejeune, Spinks diasuh J. C. Davies, pelatih berkulit hitam pertama di tim All-Marine. Hanya dalam 15 detik melihat Spinks saat sparring, Davis sudah yakin Spinks kelak bakal jadi petinju besar.
“Leon melakukan (pukulan) kombinasi itu –boom, boom– dan lawan sparring-nya pun tersungkur. Saat saya melihat catatan waktunya, saya pun berkata kepada pelatih lain, ‘Sial! Kita punya seorang juara di sini’,” kenang Davis sebagaimana ditulis laman Kemenhan Amerika itu.
Baca juga: Ada Trump di Sudut Ring Mike Tyson
Dari kamp Marinir itu juga karier tinju amatir Spinks meroket. Tak hanya tiga kali menenangkan gelar kelas berat-ringan AAU (Amateur Athletic Union) sepanjang 1974-1976, Spinks juga masuk tim tinju Amerika untuk Olimpiade Montréal 1976. Di olimpiade itu, Spinks merebut medali emas kelas berat-ringan, bersamaan dengan sang adik Michael Spinks di kelas menengah.
Selepas olimpiade, Spinks keluar dari Korps Marinir dengan pangkat kopral. Sejak 1973, Spinks bersiap masuk ke tinju profesional dengan catatan 178 kali menang, di mana 133 di antaranya menang KO, dan tujuh kali kalah. Catatan itu membuatnya percaya diri untuk menjalani debut profesionalnya di kelas berat pada 15 Januari 1977. Pertarungan perdana melawan Bob Smith di Las Vegas itu pun ia menangi dengan KO.
Spinks lalu melakoni satu tahun pertamanya di level pro dengan lima kemenangan lagi dan satu hasil imbang. Namun sepanjang tahun pertama itu, publik mulai melihatnya sebagai petinju muda Afro-Amerika yang berambisi mengikuti jejak Ali.
Baca juga: Menanti Reuni Tyson vs Holyfield
Spinks menolak anggapan itu karena ia lebih mengidolakan karakter petinju fiktif Rocky Balboa dari serial film Rocky yang diperankan Sylvester Stallone. Selain sering menyetel lagu-lagu dari soundtrack film itu saat tidur hingga latihan, Spinks juga mengikuti rutinitas Rocky yang gemar mengonsumsi telur mentah.
“Saya tahu apapun yang saya lakukan, orang-orang berpikir saya ingin mengikuti Ali. Namun saya ingin melakukan hal yang berbeda, sesuatu yang bisa jadi dedikasi saya untuk generasi muda lain,” sambung Spinks.
Tetapi secara kebetulan nasib lantas mempertemukannya dengan Ali pada akhir 1977. Ali sedang membutuhkan pertarungan pemanasan untuk pertarungan keempatnya melawan Ken Norton, salah satu musuh bebuyutannya, guna mempertahankan gelar kelas berat versi WBA dan WBC. Bob Arum, promotor kondang Top Rank yang menaungi Ali, lalu meminta tangan kanannya, Butch Lewis, untuk mencarikan lawan. Dia menemukan Spinks. Pertarungan pun kemudian diatur di Hotel Hilton, Las Vegas, 15 Februari 1978.
Spinks menerima mencoba peruntungan itu. Dia tak peduli meski hanya akan mendapat USD320 ribu, berbanding USD3,5 juta yang akan dikantongi Ali.
Baca juga: Tinju Kiri Ali di Jakarta
Ali yang memandang remeh Spinks, sama sekali tak melakoni persiapan serius. Hasilnya, di atas ring Ali kewalahan meladeni Spinks yang 11 tahun lebih muda darinya. Jab-jab cepat yang dilancarkan Spinks, sebagaimana arahan pelatihnya, bikin Ali kerap mati kutu dan terpojok ke sisi-sisi tali ring. Pertarungan sengit itu pun berjalan hingga menghabiskan 15 ronde.
Dilaporkan suratkabar The New York Times, 16 Februari 1978, Spinks diputuskan sebagai pemenangnya lewat split decision. Dua juri, Lou Tabat dan Harold Buck, memberi angka 145-140 dan 144-141 untuk Spinks. Hanya juri Art Lurie yang memberi angka 143-142 untuk Ali. Gelar dunia kelas berat WBA dan WBC pun berpindah dari pinggang Ali ke pinggang Spinks.
“Jika saya kehilangan gelar, saya senang kalah dari seorang pria sejati,” ujar Ali yang sportif menyanjung Spinks.
Ali langsung menghampiri Arum, bersikeras agar Arum segera mengatur rematch kontra Spinks. Sementara Spinks yang mulai jumawa, tak keberatan melawan Ali lagi kendati kemudian ia harus rela gelar WBC-nya dicabut dewan tinju WBC. Pasalnya dengan menerima pertarungan ulang melawan Ali, Spinks dianggap mangkir dari pertarungan wajib mempertahankan gelar melawan Ken Norton. Spinks kemudian meneken kontrak pertarungan ulang yang nilainya jauh lebih besar, 5 juta dolar, karena sebagai juara bertahan WBA.
Situasi jelang pertarungan kembali justru berbalik 180 derajat dibandingkan pertarungan pertamanya. Spinks hidup foya-foya, di sisi lain Ali lebih serius mempersiapkan diri.
Hasilnya terlihat jelas ketika laga jilid II dihelat di Superdome, New Orleans, 15 September 1978. Ali yang berusia 36 tahun mampu bertarung sebagaimana di usia 20-an. Menari di atas ring ke sana-ke mari untuk melontarkan sengatan-sengatan jab yang jadi bumerang bagi Spinks. Meski Spinks bertahan hingga 15 ronde, kali ini dia kalah unanimous decision alias angka mutlak untuk Ali. Gelar WBA kembali ke pangkuan Ali.
“Rencana (strategi) Ali sederhana. Melayangkan jab-jab, melepaskan pukulan kanan dan merangkul. Saat Spinks goyah, Ali melepaskan hook kiri, lalu merangkul lagi. Sangat efektif membatasi perlawanan Spinks. Dan Ali terus menari di atas ring. Dia merangkul kemudian menari, berputar ke kiri dan ke kanan. Ali sudah merencanakan itu semua,” tulis jurnalis Pat Putnam dalam laporannya di majalah Sports Illustrated, 25 September 1978.
Keinginan Spinks untuk menantang Ali lewat pertarungan jilid III kandas lantaran Ali memutuskan pensiun –walau dua tahun kemudian Ali comeback ke atas ring. Sejak saat itu, karier Spinks tak pernah pulih kendati dia mencoba beralih ke kelas jelajah sekalipun.
Spinks lantas memutuskan gantung sarung tinju pasca-kekalahan di pertarungan terakhir profesionalnya melawan Fred Houpe, 4 Desember 1995. Spinks memilih menepi dari dunia tinju meski sesekali datang ke Kamp Marinir Lejeune sebagai motivator. Jejaknya di dunia tinju kemudian diikuti dua putranya, Cory Spinks dan Leon Calvin Spinks.
Efek kariernya semasa muda mulai dirasakan Spinks menggerogoti kesehatannya pada 2012. Di tahun itu ia didiagnosa penyusutan otak sebagai akumulasi dampak pukulan di kepalanya. Spinks juga menderita masalah pencernaan pada 2011 hingga naik meja operasi. Kondisinya kesehatannya diperparah dengan kanker prostat pada 2019 hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Baca juga: Persahabatan Petinju Jerman dan Afro Amerika
Tambahkan komentar
Belum ada komentar