Siklus Valentino Rossi
Dua dekade silam Rossi mulai mengaspal di MotoGP bersama tim satelit. Kini di masa senja kariernya, siklusnya terjadi lagi.
TIADA yang menyangkal bahwa nama Valentino Rossi sudah bertengger di jajaran legenda MotoGP. Mantan rekannya di tim Yamaha, Jorge Lorenzo, pun mengakuinya. Meski pernah terlibat friksi dengan Rossi, Lorenzo tetap menaruh hormat pada pemilik tujuh gelar juara dunia MotoGP itu.
Lorenzo, peraih tiga kali gelar dunia MotoGP, pernah bermitra dengan Rossi di tim pabrikan Yamaha selama delapan musim (2008-2010 dan 2013-2016). Pada 2011 dan 2012, Rossi hengkang ke Ducati dan balik lagi ke tim berlogo garpu tala itu pada 2013.
Namun seiring senjakala kariernya hingga tahun ini, The Doctor (julukan Rossi) mulai kesulitan bersaing dengan para pembalap muda. Alhasil menjelang MotoGP musim 2021 yang akan dibuka di Grand Prix Qatar, 28 Maret mendatang, Rossi terdepak dari tim pabrikan utama Monster Energy Yamaha ke tim satelit Petronas Yamaha SRT.
Baca juga: Konflik Valentino Rossi, Dulu dan Kini
Keputusan manajemen Yamaha sempat membuat Lorenzo terkejut. Terlebih sejak awal musim 2020 Rossi sudah menolak tawaran kontrak baru karena ingin lebih dulu mengevaluasi diri hingga musim 2020 berakhir.
“Saya terkejut dengan keputusan Yamaha untuk menyisihkan Rossi ke tim satelit seperti Petronas SRT, saya tak pernah menduganya. Namun di saat yang sama saya rasa, takkan ada perubahan baginya. Dia (Rossi) akan tetap tampil hebat,” tutur Lorenzo, dikutip Autosport, Kamis (28/1/2021).
Yamaha yang tak sabaran dan butuh kepastian, akhirnya memutuskan untuk merekrut pembalap anyar asal Prancis, Fabio Quartararo, untuk mendampingi Maverick Viñales. Keputusan itu diambil lantaran Quartararo sudah dilirik tim Ducati. Yamaha harus mencuri start untuk mendapatkan pembalap muda itu.
“Saat saya mulai balapan dengan mereka (Yamaha) pada 2008, mereka harus sudah punya rencana B seandainya Valentino pergi dan mereka harus memilih pembalap muda seperti saya. Masa depan memang milik para pembalap muda dan memilih Quartararo adalah keputusan yang logis,” lanjutnya.
Rossi yang berusia 41 tahun akan menjadi pembalap tertua di musim 2021 nanti. Usia rata-rata pembalap lain 24-28 tahun. Bisa jadi musim 2021 akan jadi yang terakhir bagi Rossi. Terlebih kontraknya bersama tim satelit Yamaha yang diteken pada September 2020 hanya berdurasi satu musim.
“Sudah cukup lama sejak Valentino berada di tim satelit dan kami akan mengusahakan yang terbaik untuk membantunya merasa seperti pembalap baru lagi. Kami ingin memastikan dia nyaman di tim kami. Target kami tentu meningkat dengan bantuan Rossi demi mendapatkan hasil terbaik dan membuat musim 2021 jadi musim yang berkesan,” ungkap Direktur Tim Petronas Yamaha SRT Johan Stigefelt di laman resmi MotoGP, Rabu (27/1/2021).
Berawal dan Berakhir di Tim Satelit?
Ini kali pertama Rossi menunggangi motor tim “kasta kedua” sejak debutnya 21 tahun lampau di tim satelit Nastro Azzurro Honda. Kala itu, Rossi baru naik kelas MotoGP dari kelas 250cc ke kelas 500cc. Dengan kepercayaan diri tinggi, Rossi menyongsong era emas kariernya di pentas teratas MotoGP setelah juara di kelas 125cc (musim 1997) dan kelas 250cc (1999). Keduanya ia raih dengan menunggangi motor Aprilia.
“Sejak lama Honda sudah membayangkan Rossi akan datang. Honda sungguh-sungguh menginginkannya. Upaya Honda merekrutnya dimulai sejak paruh musim 1999 lewat dua usaha. Satu dari legenda juara Mick Doohan yang kariernya berakhir di awal musim itu dan kedua melalui Honda Europe. Dari situ mengerucut kala Honda Racing Corporation (HRC) sendiri mulai melakukan pendekatan,” tulis Michael Scott dalam Valentino Rossi: Life of a Legend.
Baca juga: Garis Start Valentino Rossi
Pendekatan terakhir direalisasikan Honda Europe dan HRC melalui Doohan yang menemui Rossi saat Grand Prix Australia, 3 Oktober 1999. Doohan mengajak Rossi melihat-lihat motor Honda NSR V-4 yang digunakan untuk kelas 500cc sekaligus mengenalkan Rossi dengan kepala tim yang sudah jadi kepercayaan Doohan, Jeremy “Jerry” Burgess.
“Kesepakatannya dirampungkan dua race berselang di (grand prix) Brasil, di mana Rossi juga mengamankan gelarnya di kelas 250cc. Memang nilai kontraknya tak lebih besar dari yang ditawarkan (perpanjangan kontrak senilai 2,3 juta poundsterling) dari Aprilia. Tetapi Rossi menyatakan, ‘Saya tahu itulah hal yang mesti saya lakukan’,” imbuh Scott.
Maka ketika yang ditawarkan dalam kesepakatan adalah Rossi akan memulai debutnya di kelas 500cc dengan tim satelit Nastro Azzurro, Rossi tak mempermasalahkannya. Dia sadar tim utama Repsol Honda masih dihuni tiga pembalap: Àlex Crivillé, Tadayuki Okada, dan Sete Gibernau.
Toh, Rossi juga diberikan motor dan semua perlengkapan yang sama dengan tim pabrikan utama Repsol Honda. Belum lagi, sebagaimana tertera di kontraknya, Rossi berhak memilih timnya sendiri. Pasal terakhir ini lalu dipakai Rossi dengan memilih tim yang dikepalai Burgess dan dibantu Doohan.
Baca juga: Jagoan Dua Lintasan
Rossi lantas mencoba motor 500cc pertamanya pada sesi uji coba dengan Honda. Padahal, saat itu ia masih terikat kontrak dengan Aprilia yang jatuh temponya hingga 31 Desember 1999.
“Rossi beruntung karena pemilik Aprilia, Ivano Beggio, mengizinkannya menunggangi motor lain meski belum jatuh tempo kontrak. Beggio yang respek pada Rossi tak ingin menghalangi Rossi untuk mengembangkan diri jauh-jauh hari, tak seperti pemilik tim lain yang bersikeras pada hitam di atas putih. Rossi pun akhirnya menjajal motor NSR500 pertamanya di (sirkuit) Jerez pada Desember,” ungkap Stuart Barker dalam Valentino Rossi: The Definitive Biography.
Mobil Van dan Helm Pinjaman
Ada cerita lucu yang masih dikenang Rossi hingga saat ini. Ia mengira hari pertamanya menjajal motor NSR500 ada kehebohan pers dan dipantau para petinggi Honda. Selain itu, ia kaget motornya sampai diangkut mobil van pinjaman yang sama sekali tak mewah.
“Jeremy dan Bernard datang dengan mobil van pinjaman warna hijau. Saya kira kala itu saya juga akan didatangi orang-orang yang penting. Akan tetapi yang datang hanya dua mekanik dengan sweater jelek dan celana jins sepinggang,” kenang Rossi dikutip Barker.
Rossi bahkan kemudian harus mencari helm pinjaman karena helm baru Rossi dicuri orang tak dikenal. Terpaksalah ia meminjam helm lamanya yang masih tertera tulisan tim Aprilia. Helm itu sebelumnya ia hadiahkan pada koleganya, Tetsuya Harada. Untuk pakaian balapnya, ia pinjam dari pembalap Aprilia lain, Marcellino Lucchi. Nama Lucchi yang tertera di pakaiannya lalu ia tutupi dengan lakban.
Baca juga: Menukil Memori Sirkuit Sentul
Tetapi yang jauh lebih penting dari urusan “tetek-bengek” itu bagi Rossi ialah dia harus belajar ulang. Motor 500cc jelas berbeda dari motor 250cc, apalagi 125cc. Sebelum memulai musim 2000 bahkan Rossi insyaf bahwa motor itu bak kuda liar yang butuh kerja keras untuk menjinakkannya.
“Mulanya saat Anda mencoba untuk pertamakali motor 500cc…ah sial! Kelas 500cc adalah dunia yang berbeda –motornya juga datang dari dunia yang lain,” lanjut Rossi.
Saat ujicoba kedua pada awal tahun 2000 di Sirkuit Phillip Island, Australia, Rossi bahkan jatuh untuk pertamakalinya di motor 500cc. Dari seniornya di tim Repsol Honda, Sete Gibernau, Rossi mengetahui bahwa dia tak bisa menunggangi NSR500 dengan cara yang sama ketika Rossi masih jadi joki kelas 250cc.
“Di 250cc Rossi terbiasa melewati tikungan dengan kecepatan tinggi, memiringkan motor dengan sudut lebar untuk kemudian melahap garis trek. Motor 500cc harus dikendarai secara berbeda karena besarnya power motor. Gibernau menyarankan saat menikung mestilah mengerem dengan keras, lalu gunakan power-nya untuk membuat ban belakang berputar sepanjang ujung garis trek sebelum menekan tuas gas lagi. Itu hal vital untuk mendapat kecepatan lagi di trek lurus. Rossi mengabaikannya dan jatuh lagi dengan lebih parah,” tambah Barker.
Baca juga: Masa Senja Legenda Balap di Panti Wreda
Butuh waktu agak lama bagi Rossi beradaptasi dengan motor 500cc-nya. Di sinilah Doohan sebagai mentornya dan Burgess sebagai orang kepercayaan untuk memodifikasi motor sesuai skill Rossi berperan. Doohan menyarankan Rossi untuk melupakan semua skill-nya menunggangi motor 250cc.
“Setelah berkali-kali jatuh Rossi baru sadar bahwa dia mesti melupakan semua teknik membalapnya sebagaimana di kelas 250cc dan mencari teknik baru. Karena selain power-nya lebih besar dari 250, saat itu motornya masih minim perlengkapan elektronik seperti sekarang dan mesinnya masih dua-tak. Itu membuat (sasis) motornya lebih ringan tapi dengan traksi yang sangat besar,” sambung Scott.
Di bawah bimbingan Doohan, perlahan Rossi mulai paham dan menemukan teknik membalapnya yang baru. Hasilnya, debutnya di musim 2000 dilakoni Rossi dengan cemerlang. Dia bahkan mampu bertengger sebagai runner-up di klasemen akhir musim 2000 setelah 10 kali naik podium, di mana dua di antaranya podium pertama.
Kegemilangan tersebut membuat lebih banyak tim besar dan sponsor kepincut mengontraknya untuk musim 2001 lantaran kontraknya dengan Honda Nastro Azzurro hanya semusim. Tawaran antara lain datang dari tim Marlboro Yamaha, tempat seteru abadinya sejak kelas 125cc, Max Biaggi, berada. Meski nilai tawarannya menggiurkan, Rossi bergeming karena satu persoalan.
“Rossi seseorang yang antirokok, di mana sejak bersama Aprilia pun syarat dalam kontraknya tertera ia tak ingin balapan dengan disponsori produk tembakau. Ini yang membuatnya digemari para fans muda Italia yang juga antirokok. Akhirnya pada musim 2001 ia bertahan bersama Honda, lagi-lagi di tim satelit yang disponsori produk bir Italia, Nastro Azzurro,” singkap Barker.
Baca juga: Balapan Mengusung Ulah Adigung
Musim 2001 adalah musim di mana Rossi membuktikan dirinya. Ketimbang sering meladeni wawancara media atau menerima tawaran iklan, ia pilih lebih fokus pada perkembangan motor dan balapan sehingga lamat-lamat paham dengan kuda besinya.
“Saya masih muda dan masih ingin menikmati karier saya. Namun saya menghentikan semua aktivitas di luar balapan. Situasinya buat saya semakin berat, terutama (berita media) di Italia. Jika Anda teralihkan setelah satu balapan, maka balapan berikutnya Anda takkan menang, lalu media akan mengatakan Anda idiot,” papar Rossi.
Di musim 2001 itu juga ia mulai dilekati julukan “The Doctor”. Julukan itu merujuk pada kehati-hatiannya saat mengutak-atik motor dibantu Burgess hingga menungganginya di atas lintasan, bak dokter yang berhati-hati mengoperasi pasiennya.
“Dengan motor 500 cc, Anda butuh ketenangan, kesunyian, dan konsentrasi. Memang pada akhirnya lebih seperti seorang dokter,” tandas Rossi.
Ayahnya pun, Graziano Rossi, mengamini julukan yang menandakan mulai diseganinya Rossi oleh para fans dan pembalap Italia. “Di Italia, ‘the Doctor’ adalah sebutan yang Anda berikan kepada seseorang sebagai bentuk respek; sebutan itu sangat penting sebagai rasa segan dan hormat,” kata Graziano Rossi.
Hasil tak mengkhianati kerja kerasnya. Di musim 2001 itulah Rossi bersama tim satelit Honda meraih gelar juara dunia MotoGP pertamanya. Gelar itu direngkuhnya lagi empat kali berturut-turut (2002-2005) ketika sudah direkrut tim Repsol Honda. Dua gelar dunia kelas MotoGP berikutnya, musim 2008 dan 2009, ia rengkuh bersama Yamaha. Kini di senjakala kariernya, Rossi balik ke tim satelit. Apakah ia akan kembali juara meski di tim satelit sebagaimana yang terjadi dua dasawarsa silam?
Baca juga: Pengibar Merah Putih di Grand Prix Makau
Tambahkan komentar
Belum ada komentar