Sepuluh Keluarga di Arena Bulutangkis (Bagian I)
Sebagai “Negara Bulutangkis”, Indonesia punya banyak keluarga legenda dengan prestasi jempolan. Siapa saja mereka?
BULUTANGKIS sudah puluhan tahun mendarah daging di Indonesia. Hampir setiap keluarga di perkampungan maupun perkotaan memainkannya, sebagaimana digambarkan Koko Koswara dalam lagu “Badminton”. Wajar bila banyak bintang bulutangkis, lawas maupun kini, yang punya hubungan keluarga baik satu darah ataupun lewat pernikahan.
Dari 10 keluarga bulutangkis yang melahirkan bintang dengan prestasi membanggakan buat negeri ini, beberapa di antaranya berdarah Tionghoa. Mayoritas dari Pulau Jawa, sementara satu “dinasti” lainnya datang dari Indonesia Timur. Siapa saja mereka? Berikut rangkuman ke-10 keluarga bulutangkis tanah air sepanjang sejarah:
Rudy Hartono Bersaudara
Rudy Hartono (kiri) bersama adik (tengah) Utami Dewi dan suaminya, Chris Kinard. (Wikimedia).
Siapa tak kenal Rudy Hartono? Pemegang rekor juara tunggal putra All England terbanyak ini merupakan putra dari pengasuh PB Suryanaga Surabaya Zulkarnain Kurniawan (Nio Siek In). Bersama seluruh adiknya, Utami Dewi, Eliza Laksmi Dewi, Freddy Harsono, Diana Veronica, dan Tjosi Hartanto, Rudy berkecimpung di dunia yang sama.
Baca juga: Utami, Srikandi Bulutangkis Putri
Namun, hanya Rudy dan Utami Dewi yang punya prestasi bergengsi. Utami anggota tim Indonesia yang memenangkan Uber Cup 1975. Selain itu, dia berbagai event daerah dan nasional. Belakangan, Utami menikah dengan pebulutangkis Amerika Serikat (AS) Chris Kinard dan berpindah kewarganegaraan sejak 1978.
Selain berlatar keluarga bulutangkis, Rudy juga punya hubungan keluarga dengan Christian Hadinata, legenda ganda putra Indonesia. “Jadi istrinya Rudy (Jane Anwar) dengan istri saya (Yoke Anwar) kakak-beradik. Riwayatnya saya bertemu pacar yang kemudian jadi istri juga dikenalkan lewat Rudy,” kata Christian Hadinata kepada Historia, 7 Januari 2019.
Liem Swie King Bersaudara
Liem Swie King punya dua saudari yang juga pebulutangkis: Megah Inawati dan Megah Idawati. (Randy Wirayudha/Historia).
Sebagaimana Rudy Hartono, maestro bulutangkis Indonesia Liem Swie King juga memiliki darah bulutangkis. Langganan juara All England, Kejuaraan Dunia, dan beragam kejuaraan era 1970an-1980an itu dikenalkan bulutangkis oleh dua kakaknya, Megah Inawati dan Megah Idawati.
“Kakak-kakak saya pemain nasional zamannya Minarni (Soedarjanto). Lama-lama saya ketularan, jadi sering ikut-ikutan main, jadi hobi,” ujar Liem Swie King saat ditemui Historia, 9 Januari 2019. Baik Inawati maupun Idawati merupakan anggota tim Uber Cup 1966 bersama Minarni, Retno Koestijah, dan Corry Kawilarang.
Selain kedua kakaknya, kerabat King yang berkecimpung di dunia bulutangkis adalah pemain tunggal putra era 1980-an Hermawan Susanto. Hermawan merupakan putra sulung pasangan Agus Susanto, pembulutangkis era 1960-an, dan Megah Idawati. Jadi, Hermawan merupakan keponakan King.
Tjun Tjun Bersaudara
Tjun Tjun, adik dari pemain dan pelatih legendaris Liang Chiu Hsia.
Buat generasi kekinian, nama Tjun Tjun jelas asing didengar ketimbang Rudy Hartono atau Liem Swie King. Padahal, dikutip dari Guiness Book of Badminton karya Pat Davis, Tjun Tjun punya “segambreng” prestasi top di nomor ganda putra dan ganda campuran. Selain peraih medali emas SEA Games (1977), dia merupakan peraih emas Asian Games (1974), juara All England (1975, 1977-1980), dan tiga kali ikut memenangkan Thomas Cup (1973, 1976 dan 1979).
Pebulutangkis kelahiran Cirebon, 4 Oktober 1952 itu adalah adik dari Liang Chiu Hsia, pelatih para srikandi Indonesia era 1990-an macam Susi Susanti hingga Yuni Kartika di Pelatnas PBSI.
“Dia kakaknya Tjun Tjun. Sempat pindah ke China dan kembali melatih saya di PB Djarum dan kemudian Pelatnas. Termasuk yang menggembleng saya, Susi, Yuliani (Santosa), dan Mia Audina di tim Uber Cup 1994. Wah dilatih sama dia, ampun deh, sadis, hahaha…,” ujar Yuni Kartika kepada Historia, 15 Januari 2019.
Berbeda dari Tjun Tjun, Liang Chiu Hsia (kadang ditulis Liang Qiuxia) berkewarganegaraan China meski lahir di Cirebon, 9 September 1950. Liang Chiu Hsia pindah ke China pada 1960 bersama sekitar 100 ribu etnis Tionghoa setelah kerusuhan rasial di Cibadak tahun 1959.
Dalam kariernya sebagai pemain, Liang meraih medali emas Asian Games 1974 dan Kejuaraan Asia serta Asian Games 1978 di tunggal putri. Pada 1987 dia kembali ke Indonesia untuk melatih di PB Djarum dan kemudian Pelatnas PBSI.
Keluarga Besar Hermawan Susanto
Hermawan Susanto bersama istri, Sarwendah Kusumawardhani dan putranya Andrew Susanto. (Sarwendah Badminton Club).
Kendati kalah menonjol dari pebulutangkis seangkatannya macam Alan Budikusuma atau Ardy B. Wiranata, Hermawan Susanto bukanlah pebulutangkis sembarangan. Di eranya, mengutip Tangkas: 67 Tahun Berkomitmen Mencetak Jawara Bulutangkis, selain langganan juara sejumlah turnamen terbuka, Hermawan juga berkalung medali perunggu Olimpiade 1992, serta turut meraih Thomas Cup 1994.
Darah bulutangkis pria kelahiran Kudus, 24 September 1967 itu mengalir dari kedua orangtuanya, Agus Susanto dan Megah Idawati. Agus merupakan salah satu pionir bulutangkis Indonesia dan anggota tim Indonesia di Thomas Cup 1967, tim yang dikerjai ofisial bernama Herbert Scheele. Agus juga merupakan satu dari dua pelatih awal Swie King di PB Djarum, sejak 1971.
Sementara, Idawati bersama kakaknya, Megah Inawati, merupakan anggota tim Indonesia di Uber Cup 1966. Idawati bersaudari merupakan adik Liem Swie King.
Baca juga: Public Enemy Bernama Scheele
Hermawan kemudian menikahi ratu bulutangkis Sarwendah Kusumawardhani pada 5 Mei 1995 sebelum gantung raket dua tahun kemudian. Sarwendah merupakan “wakil” Susi Susanti di nomor tunggal putri. Prestasinya antara lain ikut menjuarai Piala Sudirman 1989, juara Kejuaraan Dunia 1990, dan emas SEA Games (1989, 1991,1993). Jejak mereka kini tengah diteruskan putranya, Andrew Susanto.
Jejak Kiprah Denny Kantono
Denny Kantono dan putrinya, Serena Kani. (pbdjarum.org).
Pamornya memang tak sementereng Hariyanto Arbi atau Alan Budikusuma. Pun begitu, Denny Kantono tetap dianggap salah satu legenda PB Djarum. Fotonya terpampang di deretan 20 figur Hall of Fame di GOR Jati, Kudus kala Historia bertandang ke pusat pelatihan bulutangkis terbaik se-Asia itu medio Desember 2018.
Prestasi atlet kelahiran Samarinda, 12 Januari 1970 itu meliputi emas SEA Games (1995), Thomas Cup (1996 dan 2000), Kejuaraan Dunia (1995), dan perunggu Olimpiade Atlanta 1996. Selain itu, juara kejuaraan terbuka di Polandia, Prancis (1993), dan Indonesia (1996).
Jejak bulutangkis Denny menurun ke putrinya, Serena Kani, yang kini masih jadi atlet binaan PB Djarum. “Aku main bulutangkis awalnya ingin seperti papa, jalan-jalan terus ke luar negeri. Juara-juara. Awalnya hanya main-main tapi akhirnya malah senang dengan bulutangkis,” sebut Serena, dilansir pbdjarum.org, 23 Februari 2012.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar