Sembilan Ayah dan Anak di Arena F1 (Bagian I)
Mick dan Michael Schumacher memperpanjang daftar ayah-anak yang menjadi pembalap di F1.
SUDAH delapan tahun lamanya nama Schumacher tak lagi menghiasi kontes Formula One (F1). Mulai musim 2021 nanti, nama Schumacher bakal muncul lagi di grid lintasan F1.
Namun Schumacher yang bakal muncul bukanlah Michael Schumacher, melainkan Mick Schumacher, putra Schumi –sapaan akrab Michael Schumacher. Mick bakal menyambung keterikatan nama keluarga besarnya dengan F1. Selain sang ayah, di keluarganya ada Ralf Schumacher (1997-2007) sang paman yang pernah mengaspal di F1.
Mick terjun ke F1 musim 2021 pasca-menjuarai Formula 2 musim ini (2020) bersama tim Prema Racing. Di pentas F1, Mick mendapat kursi di tim Haas dengan kontrak berdurasi setahun.
“Prospek menuju Formula 1 tahun depan membuat saya sangat bahagia dan tak bisa berkata-kata. Terima kasih kepada tim Haas F1, Scuderia Ferrari dan Akademi Pembalap Ferrari yang memberi saya kepercayaan. Saya juga ingin menyampaikan cinta kepada orangtua saya – saya tahu telah berutang segalanya,” ujar Mick sebagaimana dilansir laman resmi F1, Rabu (2/12/2020).
Baca juga: Apa Kabar Michael Schumacher?
Capaian itu tak lepas dari dukungan berbagai pihak, terutama fans. Mick pun menyatakan terimakasihnya kepada mereka.
“Saya selalu percaya bahwa saya pasti bisa memenuhi mimpi saya balapan di Formula 1. Terima kasih teramat besar kepada semua fans balap yang selalu mendukung sepanjang karier saya. Seperti biasa, saya akan memberikan usaha maksimal dan saya menantikan perjalanan bersama mereka dan tim Haas F1,” imbuhnya.
Mick dan Michael Schumacher hanyalah salah satu dari delapan pembalap yang mengikuti jejak ayah mereka di F1. Berikut empat di antaranya:
Jack dan David Brabham
Jack Brabham yang lahir pada 2 April 1926 di Hurtsville, New South Wales, Australia, sempat jadi mekanik di Angkatan Udara Australia pada masa Perang Dunia II sebelum terjun ke dunia balap. Setelah memulainya di ajang balapan mobil midget pada 1946, pembalap berjuluk “Black Jack” itu menembus pentas F1 pada 1955 di kokpit mobil Cooper.
Sepanjang kiprahnya di F1 (1955-1970), tiga kali Jack mendulang gelar juara dunia. Dua titelnya (1959 dan 1960) disabet bersama tim Cooper, gelar ketiganya (musim 1966) direngkuh Jack dengan tim Brabham Racing Organization yang didirikannya pada 1962.
Baca juga: Stirling Moss, Raja Balap tanpa Mahkota
Tiga anak hasil pernikahannya dengan Betty Evelyn Beresford mengikuti jejak ayahnya. Namun, hanya dua yang mencuat hingga level F1. Jack tak pernah memperlakukan ketiga anaknya secara istimewa. Jack tetap seorang pendiam yang sukar berbagi saran, nasihat, tips, dan trik balapan sebagaimana semasa ia aktif membalap.
“Suatu ketika ayah menatap kokpit mobil (Australian Formula Ford) saya dan dia hanya bilang: ‘Oke, itu ada rem, ada pedal gas, ada setir; jika kamu menabrak, jangan kembali!’ Sepanjang karier saya, dia tak pernah memberi saya nasihat selain itu,” kenang Geoff, dikutip Tony Davis dalam Brabham: The Untold Story of Formula One and Australia’s Greatest Ever Racing Driver.
Pengalaman serupa dialami Gary, putra kedua Jack yang menembus F1 bersama tim Life Racing pada 1990 tanpa sekalipun pernah menang. Pun dengan David, putra ketiganya yang dua musim mengaspal di F1 bersama tim Brabham (1990) dan tim MTV Simtek Ford (1994) dengan capaian tertinggi finis urutan ke-10 di Grand Prix Spanyol musim 1994.
“Ayah hanya menyarankan: ‘untuk melaju cepat, kamu hanya perlu mengurangi pengereman dan lebih sering injak gas’,” tandas David.
Graham dan Damon Hill
Sebagaimana Jack Brabham mentornya, pembalap legendaris Inggris kelahiran Hampstead, London, 15 Februari 1929 ini juga lebih dulu mengabdi di militer Inggris, tepatnya sebagai kru mekanik kapal penjelajah ringan HMS Swiftsure semasa Perang Dunia II. Sempat mencicipi ajang balap motor, Graham Hill akhirnya beralih ke roda empat pada 1954 setelah melihat iklan Universal Motor Racing Club yang menawarkan bayaran lima shilling di setiap satu lap yang dijalani.
Graham meniti kariernya di F1 dari mekanik di tim Lotus sampai menduduki kokpitnya lewat debut di Grand Prix Monaco 1958. Perkembangan pesatnya baru dijalani selepas kepindahannya ke tim Owen Racing Organization pada 1960. Dua tahun berselang Graham merebut gelar pertamanya. Gelar keduanya diraih empat tahun kemudian. Graham pensiun pada 1975.
Baca juga: Lintasan Sejarah Ajang 24 Hours Le Mans
Damon Hill, putra Graham yang lahir pada 17 September 1960 di kota yang sama dengannya, mengikuti jejak ayahnya bahkan sejak usia dini.
“Saya lahir di kokpit. Melihat foto-foto masa kecil saya, hampir selalu berada dalam pose bersama mobil kecil atau mobil balap. Saya punya ayah yang terkenal. Lalu siapa yang kemudian tak ingin jadi pembalap seperti sang ayah? Beranjak usia, saya selalu ditanyakan pertanyaan serupa oleh orang-orang: ‘Apakah kamu akan jadi pembalap terkenal seperti ayahmu saat besar nanti?’,” ujar Damon dalam otobiografinya, Watching the Wheels.
Damon memulainya di balap motor Clubman’s Championship kelas 350cc pada 1981. Tetapi karena kekhawatiran ibunya, Bette Hill, Damon kemudian beralih ke roda empat dan masuk Winfield Racing School pada 1983.
Berangsur-angsur karier Damon Hill tak kalah moncer dari sang ayah sejak memulai debutnya di F1 bersama tim Brabham pada 1992. Empat tahun berselang, gelar juara dunia hadir ke pelukannya. Dia pun mencatatkan sejarah: dia dan ayahnya jadi pasangan ayah-anak pertama yang punya gelar juara dunia F1. Selepas pensiun pada 1999, Damon meneruskan tongkat estafet balapnya ke putranya, Joshua Damon Hill.
Mario dan Michael Andretti
Nama keluarga Andretti jadi salah satu nama keluarga di arena balap paling dikenal, Tak hanya di ajang F1, namun juga IndyCar dan NASCAR. Dinasti Andretti dimulai oleh Mario Andretti, pembalap legendaris Amerika berdarah Italia kelahiran Montona d’Istria (kini Motovun, Kroasia), 28 Februari 1940. Mario mengaspal di arena balap NASCAR pada 1966, F1 pada 1968-1982, dan IndyCar 1979-1994.
Masa kejayaannya di F1 terjadi pada musim 1978, saat Mario bersama tim Lotus menyabet gelar juara dunia. Setelah beralih ke IndyCar, Mario pun tak kalah moncer hingga puncaknya juara PPG IndyCar World Series 1984 bersama tim Newman/Haas Racing. Kedua putranya, Michael dan Jeff, serta keponakannya, John Andretti, turut terjun ke dunia balap mengikuti jejak Mario.
Baca juga: Kisah Ken Miles di Balik Ford v Ferrari
“Saya tumbuh dengan sering menyaksikan ayah saya balapan. Sejak saat saya masih kecil, satu-satunya hal yang saya inginkan hanyalah balapan,” ungkap Michael dalam otobiografinya yang dituliskan bersama Douglas dan Robert Carver, Michael Andretti at Indianapolis.
Meski banyak keluarga Andretti yang mengaspal, hanya Michael yang paling gemilang dalam mengikuti karier ayahnya di pentas F1. Sayangnya, Michael gagal mengejar prestasi sang ayah. Michael hanya terjun satu musim (1993), bersama tim Marlboro McLaren. Hasil terbaiknya hanya berdiri di podium ketiga GP Italia.
Keke dan Nico Rosberg
Finlandia yang berada di ujung utara benua Eropa juga kondang melahirkan banyak pembalap beken macam Mika Häkkinen dan Kimi Räikkonen. Namun sebelum keduanya mengharumkan “negeri seribu danau” itu, sudah ada Keijo Erik ‘Keke’ Rosberg.
Lahir di Solna pada 6 Desember 1948, Keke jadi pembalap Finlandia ketiga di pentas F1 setelah Leo Kinnunen (1974) dan Mikko Kozarowitzky (1977). Namun, Keke pembalap Finlandia pertama yang mengecap gelar juara dunia F1. Gelar itu diraihnya di musim 1982 –atau empat tahun setelah debutnya– bersama tim Williams.
Baca juga: Jagoan Dua Lintasan Balap
Sayangnya, banyak yang menganggap gelar juara Keke itu tak lebih dari suatu kebetulan. Maurice Hamilton dalam Formula One, The Champions: 17 Years of Legendary F1 Drivers mengungkapkan, banyak kecelakaan yang dialami para saingan Keke hingga akhirnya sering absen karena cedera atau gagal menyelesaikan balapan gegara mobilnya mengalami masalah, seperti Alain Prost, Niki Lauda, atau Nelson Piquet.
Banyaknya kecelakaan mengakibatkan musim itu sampai memunculkan 11 juara berbeda. Di mobil Williams pun Keke sering mendapatkan masalah teknis. Hanya saja Keke lebih hoki lantaran hanya tiga kali gagal finis. Maka meski hanya sekali naik podium tertinggi di GP Swiss, Keke keluar sebagai juara dunia.
“Musim di mana saya juara merupakan musim yang tak bisa dipercaya. Semua hal terjadi dalam semusim, dari pemogokan para pembalap hingga sejumlah keputusan diskualifikasi, hingga pemuncak klasemen (Didier Pieroni) yang kemudian cedera serius. Dan saya hanya menang di satu seri. Itu musim pertama saya bersama Williams dan saya dari zero menjadi hero,” papar Keke dikutip Hamilton.
Baca juga: Kontroversi Schumi
Selepas Keke pensiun pada 1986, ajang F1 tak pernah diisi nama “Rosberg” lagi hingga pada 2006. Kala itu Nico Erik Rosberg, putra Keke, melakoni debutnya bersama tim Williams meengikuti jejak sang ayah di F1.
Debut Nico dijalani setelah melalui penentangan dari kedua orangtuanya yang mengharapkannya sebagai anak semata wayang tak mengikuti jejak ayahnya menyabung nyawa di lintasan balap. Namun melihat putranya bersikeras, Keke akhirnya mendukung Nico memulai balapan di ajang gokart, tempat Nico berkawan dan bersaing dengan Lewis Hamilton. Sepanjang musim 2013-2016, keduanya yang tergabung di tim Mercedes bersaing keras hingga menimbulkan perpecahan di internal tim.
Nico hinggap ke puncak kariernya, merebut gelar juara dunia, pada 2016 bersama tim Mercedes. Ia lantas mencatatkan diri jadi sepasang ayah dan anak kedua yang juara dunia F1 setelah Graham dan Damon Hill.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar