Persija dan PSMS Berbagi Trofi Juara
Pertandingan final berakhir dengan keributan. PSSI memutuskan Persija dan PSMS jadi juara bersama.
SEPAKBOLA nasional di dekade 1970-an, seolah hanya milik dua tim adidaya: Persija Jakarta dan PSMS Medan. Hanya Persebaya Surabaya yang mampu “menyempil” sebagai juara perserikatan tahun 1978. Sisanya (1971-1979), juaranya bergantian antara Persija dan PSMS.
Malahan pada musim 1975, Persija dan PSMS harus berbagi trofi juara perserikatan. Ini juara bersama yang pertama dan terakhir hasil keputusan kontroversial Ketua Umum PSSI Bardosono.
Macan Kemayoran dan Ayam Kinantan harus bentrok di partai puncak. Ini kali pertama mereka bertemu di momen pamungkas penentu gelar. Stadion Senayan (kini Gelora Bung Karno) jadi saksi bisu partai final pada 8 November 1975 yang mencatat rekor jumlah penonton mencapai 125 ribu orang. Rekor ini terpecahkan sepuluh tahun kemudian oleh laga final PSMS melawan Persib dengan 150 ribu penonton yang belum terpecahkan hingga sekarang.
Suporter PSMS sudah berloncatan di bangku penonton saat pertandingan yang dipimpin wasit Mahdi Talib asal Malang baru berjalan 10 menit. Melalui kerja sama dengan Nobon dan Mariadi, Parlin Siagian mengubah papan skor 1-0 setelah menyarangkan bola ke gawang Persija yang dikawal Sudarno.
Tempo permainan berangsur meningkat. Persija yang terhenyak oleh gol pembuka lawannya, berusaha keras mengejar ketertinggalan. Akhirnya, pada 19 menit jelang turun minum, papan skor berubah menjadi imbang 1-1.
Surat kabar Pikiran Rakyat, 10 November 1975, menggambarkan proses terciptanya gol itu: sebuah umpan manis dari Iswadi disambut sundulan apik Sofyan Hadi hingga berbuah gol ke gawang Pariman yang mengawal mistar PSMS.
Skor imbang 1-1 kian memanaskan situasi di lapangan. Sejumlah kontak fisik terjadi lebih sering. Termasuk di menit ke-29 ketika wasit Mahdi, memberi tendangan bebas bagi Persija. Tak terima keputusan Mahdi, para pilar PSMS mengerubungi sang pengadil karena merasa pemain Persija melakukan diving.
“Menit ke-29 terjadi pelanggaran atas Andi Lala dan kiri luar Persija ini secara agak dibuat-buat, jatuh terpelanting. Wasit memberikan tendangan bebas untuk Persija. Keputusan ini tidak memuaskan para pemain PSMS. Mereka mengerumuni wasit dan beberapa di antaranya mendorong-dorong Mahdi Talib,” tulis Kompas, 10 November 1975.
Dua menit berselang, terjadi tindakan kasar dari Sarman Panggabean terhadap pemain Persija, Junaidi Abdillah. Padahal, insiden itu terjadi ketika sedang tidak ada bola. Hanya saja tiba-tiba Junaidi harus tergeletak sembari meringis setelah perutnya ditendang Sarman.
Wasit hanya mengganjar Sarman dengan kartu kuning. Tak terima dengan keputusan itu, para punggawa Persija membalas dengan mengincar para pemain PSMS. Iswadi Idris melayangkan pukulan kepada Nobon dan Suwarno. Iswadi dikartumerah, sementara korbannya dilarikan ke rumah sakit.
Keadaan semakin memanas dan nyaris meletus perkelahian besar di lapangan. Wasit menyetop laga pada menit ke-40. Setelah berembuk dengan Komisi Pertandingan, partai final resmi dihentikan. PSSI lantas memutuskan kedua finalis dinyatakan juara bersama, lantaran pertandingan tak lagi bisa diteruskan dengan keadaan seperti itu.
Persija dan PSMS berbagi trofi yang ditetapkan dengan SK Ketum PSSI Nomor 95 Tahun 1975 tentang Dwi Juara Nasional PSSI 1973/1975 tanggal 8 November 1975. Ketetapan ini pula yang memaksa para pemain PSMS dan Persija mau menerima medali. Trofinya sendiri diserahkan Bardosono untuk diusung bersamaan oleh kedua kapten, Oyong Liza dari Persija dan Yuswardi mewakili PSMS.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar