Macan Jawa di Final Piala Dunia
Tampil di Piala Dunia masih sebatas mimpi buat timnas Indonesia. Sementara keterwakilannya sudah eksis sejak 1974 lewat sosok Macan Jawa.
DARI tiap gelaran Piala Dunia, hingga kini Indonesia masih dalam tahap hanya bisa bermimpi untuk ikut di dalamnya. Di Piala Dunia 1958, Indonesia sebetulnya berpeluang besar lolos, namun politik luar negeri Indonesia menghentikannya. Alhasil, untuk sementara negeri ini hanya bisa menghibur diri dengan klaim keikutsertaan di Piala Dunia 1938 meski masih Hindia Belanda.
Hanya barang-barang buatan Indonesia yang hingga kini bisa tampil di Piala Dunia. Yang jarang diketahui, keterlibatan Macan Jawa di Piala Dunia 1974. Macan Jawa itu bahkan eksis sampai di partai final yang dimainkan Jerman Barat (Jerbar) vs Belanda.
Namun, macan itu hanyalah motif dalam sekeping koin yang digunakan wasit Jack Taylor, yang memimpin partai final, sebagai alat pengundi sebelum kickoff. Gambar panthera tigris atau macan Jawa mengisi bagian depan sementara Garuda Pancasila beserta tulisan “Bank Indonesia” mengisi bagian belakang koin perak tersebut.
Menurut keterangan di salah satu panel Ruang Numismatik Museum Bank Indonesia, “(Koin) Rp2000 tahun 1974 dibuat khusus dalam seri cagar alam dalam rangka kerjasama dengan WWF dan IUCN.” Selain dua lembaga konservasi tersebut, kerjasama melibatkan Bank Indonesia dan Royal Mint, perusahaan percetakan koin dan medali Kerajaan Inggris.
Royal Mint membuat koin itu dengan ukuran diameter 38,61 milimeter dan berbobot 25,31 gram, kandungan peraknya 50 persen. Koin dibuat terbatas hanya tiga keping untuk dijual dalam rangka penggalangan dana konservasi alam. “Hasil penjualannya digunakan untuk program-program pelestarian (alam). Koinnya dicetak di Royal Mint sebagai pencetak koin dan medali terbaik dunia,” tulis Majalah Time and Tide edisi Oktober 1974.
Kapten timnas Jerbar Franz Beckenbauer sempat penasaran terhadap koin yang bernama resmi Conservation Coin Collection WWF itu. Sesaat setelah wasit Taylor membunyikan peluit panjang tanda istirahat, dia menghampiri Taylor dan menanyakan dari mana koin itu didapat. Sayang, Taylor tak menjawabnya.
“Taylor yang sepanjang kariernya menjadi wasit di tiga Piala Dunia, menyimpan peluit emas yang diberikan sebagai kenang-kenangan, bersamaan dengan koin yang dia gunakan untuk pengundian (kickoff) di Piala Dunia 1974,” tulis Mirror, 9 Juli 2010.
Selain yang dikoleksi Taylor, sekeping koin ini yang lain sekarang berada di tangan Haris Budiman, seorang kolektor koin lawas di Indonesia. Dia membelinya dari situs jual-beli online eBay. “Saya sudah koleksi sejak 2013. Banyak yang saya beli (koleksi-koleksi koin) di eBay, padahal itu koin asli Indonesia,” ujar Haris kepada Historia. “Untuk koin Rp2000 atau (yang bergambar) macan Jawa dari bahan perak 50 persen harganya sekitar 35 dolar Amerika,” sambungnya.
Haris mengaku punya sertifikat aslinya. Di blog yang dikelolanya, Numismatik Indonesia, dia menampilkan sertifikat keaslian koin yang bertandatangan Deputy Master of the Royal Mint John R. Christie.
“Sertifikat keaslian yang diterbitkan Royal Mint, atas nama (pemerintah) Republik Indonesia, keterangan ini sebagai bukti bahwa Conservation Coin Collection ini dicetak Royal Mint atas kerjasama dengan World Wildlife Fund dan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources,” demikian bunyi terjemahan keterangan berbahasa Inggris itu.
Tak hanya terkait sepakbola, Macan Jawa menjadi bukti pertama Indonesia ikut menyokong WWF dan IUCN. Berbarengan dengannya, ia menandai keikutsertaan kembali Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia sejak absen pasca-Kualifikasi Piala Dunia 1958 gara-gara situasi politik.
Koin istimewa itu menjadi “wakil” pertama di Piala Dunia sejak lepas dari jajahan Belanda. Kebanggaan lain, menyusul jelang Piala Dunia 1990 ketika Adidas selaku produsen bola resmi Piala Dunia memilih bola sepak produksi Solo –bersama bola asal Pakistan– menjadi salah satu bola yang digunakan di event empat tahunan itu.
Menjelang Piala Dunia 1998, Adidas menggandeng Sinjaraga Santika Sport (SSS), produsen bola asal Majalengka, Jawa Barat yang telah mendapat lisensi FIFA, untuk memproduksi bola “Tricolore”. Kerjasama itu terus berlanjut hingga gelaran Piala Dunia 2014 yang menggunakan bola resmi “Brazuca”.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar