Kontroversi Schumi
Kiprah Michael Schumacher tak hanya bergelimang rekor. Diwarnai laku curang.
BALAPAN Formula One (F1) musim 2020 memang masih dua bulan lagi, 15 Maret 2020. Namun, Lewis Hamilton sudah tak sabar. Juara bertahan asal Inggris dari tim Mercedes itu bakal menyongsong rekor untuk mensejajarkan diri dengan legenda hidup Michael “Schumi” Schumacher.
Schumi punya koleksi tujuh gelar dunia. Hamilton yang kini dalam puncak kariernya dan tengah mendominasi F1 ibarat Schumi di masa lampau, sudah punya enam gelar itu. “2019 adalah tahun yang takkan saya lupakan. Saya tak bisa menggambarkan perasaan memenangi gelar keenam. Sekarang mari kita rayakan akhir 2019 dan kembali berjuang untuk 2020,” ujar Hamilton di akun Instagram-nya, @lewishamilton, 1 Januari 2020.
Hamilton sendiri satu dari sekian pembalap F1 yang mengagumi Schumi. Sebaliknya, Schumi pernah meramalkan bahwa Hamilton bakal melampaui rekornya. Schumi mengungkapkannya dalam sebuah program BBC, 27 Oktober 2008, tak lama setelah Hamilton memenangi gelar pertamanya di musim 2008. Kala itu Schumi sudah pensiun (sementara) dan menjadi penasihat pengembangan di tim Scuderia Ferrari, lima tahun sebelum Schumi mengalami kecelakaan saat berski di Pengunungan Alpen.
“Saya bisa bilang, tentu saya iya (Hamilton bisa memenangi tujuh gelar, red.). Dulu tiada yang menyangka, bahkan saya sendiri, bisa mengalahkan rekor (Juan Manuel) Fangio. Lalu saya melewatinya. Rekor memang tercipta untuk dipecahkan,” sebutnya.
Catatan Rekor di Atas Kecurangan
Namun seperti halnya Hamilton, kegemilangan kiprah Schumi tak jarang diwarnai kontroversi. Tak sedikit insiden dengan kesengajaan dan kecurangan yang dilakoni di lintasan atas nama kemenangan dari sejumlah rival sengitnya. Insiden yang terjadi pada 1991, contohnya, kala Schumi belum masuk F1.
Insiden itu terjadi 18 Agustus 1991, saat kualifikasi 430km of Nürburgring yang merupakan seri kelima di World Sportscar Championship. Menyitat Autosport, 16 November 2005, Schumi di balik kemudi mobil tim Sauber-Mercedes yang hendak melaju cepat untuk mencetak waktu terbaik, merasa dihalang-halangi pembalap tim Jaguar Derek Warwick. Saat itu Warwick sudah mencetak waktu terbaiknya dan menjalani sisa sesi kualifikasi dengan ‘santuy’. Alhasil, Schumi kesal dan kehilangan waktu di sesi itu.
Sebagai balasan, Schumi memepetkan mobilnya ke samping mobil Warwick, lantas banting setir hingga menghantam “hidung” dan ban depan mobil Warwick. Schumi yang kemudian kabur ke pit stop, dikejar Warwick. Sesampainya di garasi Sauber, Warwick melabrak Schumi. Nyaris terjadi baku pukul jika tak segera dilerai senior Schumi di Sauber, Jochen Mass.
Insiden lainnya yang lebih culas terjadi 13 November 1994 di GP Australia yang jadi seri terakhir di musim itu. Schumi tinggal selangkah lagi menggamit gelar dunia pertamanya di tim Benetton-Ford. Namun posisinya di klasemen hanya berjarak satu poin dari rival sengitnya, Damon Hill asal Inggris di mobil tim Williams-Renault.
Baca juga: Apa Kabar Michael Schumacher?
Hill dalam otobiografinya, Watching the Wheels, berkisah bahwa pada lap ke-35 ia mengklaim punya kesempatan emas menyalip Schumi yang sejak awal memimpin balapan. Mobil Schumi tergelincir dan menabrak dinding pembatas sehingga beberapa bagian depannya rusak. Namun, Schumi ngotot melanjutkan balapan lantaran gelar juara dunia taruhannya.
Saat di tikungan Hill hendak meng-overtake Schumi dengan kecepatan mobil yang menurun drastis akibat kecelakaan, Schumi sengaja menutup celah dan akhirnya kedua mobil bertabrakan. Schumi maupun Hill pun gagal finis. Alhasil, Schumi berhasil meraih gelar juara dunia pertamanya.
Dari hasil investigasi pengawas balapan, kejadian itu hanya dianggap insiden balapan biasa. Schumi bisa berbangga dengan gelar juara perdananya, namun sejumlah media Inggris mengecamnya meski Hill pribadi enggan berbicara miring lantaran masih terpengaruh tragedi kematian rekannya, Ayrton Senna, di GP San Marino beberapa bulan sebelumnya.
“Saya terpaksa menerima hasilnya. Namun bagian terbesar dari diri saya juga merasa bahwa sejak kami kehilangan Ayrton, musim ini sudah berantakan. Gelar itu jadi yang pertama dari tujuh gelar Formula One-nya, di mana di saat itu jadi target di luar bayangan siapapun. Mungkin juga Senna takkan membayangkannya,” ungkap Hill.
Baca juga: Jagoan Dua Lintasan
Hal serupa terjadi di seri terakhir GP Eropa musim 1997, di Sirkuit Jerez, 26 Oktober 1997. Schumi yang di musim itu sudah bersama tim Scuderia Ferrari, tengah bersaing ketat untuk gelar juara dengan pembalap tim Williams, Jacques Villeneuve. Schumi memimpin klasemen dengan 78 poin, hanya unggul satu poin dari Villeneuve.
Menukil Chicago Tribune 12 November 1997, keculasan Schumi seperti yang ia lakukan pada Hill diulanginya terhadap Villeneuve. Kala balapan memasuki lap ke-48, Villeneuve yang senantiasa membuntuti Schumi berupaya menyalip di tikungan Dry Sac dari sisi dalam.
Saat Villeneuve sudah mulai menyusul, Schumi menabrakkan hidung mobilnya ke sisi kiri body mobil Villeneuve. Mobil Schumi pun rusak parah dan ia gagal menyelesaikan balapan. Sementara meski body samping mobilnya rusak, Villeneuve tetap mampu melanjutkan dan bahkan finis urutan ketiga. Kali ini keculasan Schumi gagal berbuah. Villeneuve tetap juara.
Kelakuan Schumi itu tak dibiarkan FIA selaku otoritas balapan. “Motor Sports Council FIA melucuti hasil urutan kedua klasemen Schumacher dan memerintahkannya terlibat dalam kampanye safe-driving tahun depan,” tulis Chicago Tribune. Schumi mengaku salah. Sejumlah media kembali mengutuknya. Bahkan media-media Jerman mengecam tindakannya. Meski tak disanksi, Schumi harus rela posisinya sebagai runner-up musim 1997 didiskualifikasi.
Kontroversi lain terjadi di GP Austria 2002. Team order atau perintah manajer tim yang ditaati Schumi justru memancing kemarahan banyak fans Ferrari. Perintah itu mengharuskan Rubens Barrichello, rekan setimnya, memperlambat mobilnya agar Schumi lebih dulu menyentuh garis finis.
Meski tak melanggar regulasi F1 maupun FIA, hal itu dianggap banyak pihak, utamanya fans Ferrari, sebagai tindakan tak sportif. Toh, musim 2002 masih panjang. Pada saat penerimaan trofi di podium, Schumi memaksa Barrichello untuk berdiri di puncak podium, sementara Schumi geser ke podium kedua. Kejadian itu membuat Ferrari didenda USD1 juta.
“Saya berterimakasih pada Rubens untuk poin yang saya dapat, namun saya tidak terlalu senang dengan hal itu,” aku Schumi, dikutip BBC, 12 Mei 2002.
Di Sirkuit Indiana Motor Speedway dalam GP Amerika Serikat 2002, kala Schumi sudah mengunci gelar dengan raihan poinnya, ia balas memberi jalan buat Barrichello untuk finis lebih dulu. Barrichello pun menang.
Ending serupa tak terjadi di GP Hungaria 2010. Ketika balapan memasuki lap ke-42, di salah satu trek lurus, Barrichello yang sudah bersama tim Williams berupaya menyalip dari sisi dalam. Schumi yang saat itu sudah bersama tim Mercedes, enggan memberi jalan. Mobil Barrichello dengan kecepatan 180 mil per jam pun terjepit antara mobil Schumi dan dinding pembatas.
Meski tak terjadi kecelakaan, pengawas balapan menghukum Schumi dengan start dari posisi ke-10 di race berikutnya, GP Belgia. Schumi akhirnya minta maaf.
“Setelah melihat insiden itu lagi, keputusan sanksi steward sudah tepat. Manuver saya terhadap dia (Barrichello) terlalu berbahaya. Memang saya ingin menunjukkan bahwa dia takkan bisa melewati saya, namun setelah dilihat secara rasional, saya membahayakan dia. Saya minta maaf dan bukan maksud saya membahayakan nyawanya,” tandas Schumi dikutip ESPN, 2 Agustus 2010.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar