Habis Natal Terbitlah Boxing Day
Tradisi Boxing Day dalam sepakbola Inggris sudah mendarah daging. Italia coba menjajalnya namun gagal total.
SEPEKAN liburan Nataru (Hari Raya Natal hingga tahun baru) jadi momen yang pas untuk berkumpul bersama keluarga atau dimanfaatkan untuk wisata jarak jauh. Namun tidak begitu di Inggris, yang punya tradisi Boxing Day dengan hiburannya berupa tontonan sepakbola.
Untuk sepekan ini saja jadwal tim-tim elit Premier League sudah padat. Tentu membuat para pemain, pelatih, dan ofisial serta para penonton hanya akan merasakan liburan lewat menonton pertandingan sepakbola. Beberapa laga yang akan dihelat pun bakal krusial untuk perburuan gelar di momen Boxing Day, 26-28 Desember 2019: Chelsea vs Southampton, Tottenham Hotspur vs Brighton & Hove Albion, Sheffield United vs Watford, dan Liverpool vs Leicester City.
Namun, apa itu Boxing Day? Merujuk Oxford English Dictionary edisi pertama keluaran 1887, makna Boxing Day adalah liburan di pekan pertama setelah Hari Natal. Di era 1830-an, di Inggris mulai marak pemberian hadiah kado (box) sebagai bentuk rasa syukur di hari peringatan kelahiran Yesus Kristus. Kado itu biasa diberikan para orangtua kepada anak-anak mereka atau dari para juragan ke para pekerja.
Meski belum disebut Boxing Day, tradisi itu sudah tercatat jauh sebelum abad ke-19. Catatan pelaut dan politisi Samuel Pepys dalam Diary of Samuel Pepys salah satunya. Dalam catatannya tanggal 19 Desember 1663, disebutkannya bahwa sudah menjadi kebiasaan untuk para pelayan diberi hadiah dari para majikan sekaligus diberi hari libur untuk pulang dan berkumpul bersama keluarga satu hari setelah Hari Raya Natal. Di hari besar itu para pelayan sudah bekerja seperti biasanya melayani para tuan. Tradisi itu terus berlanjut hingga kini, bahkan menyebar lewat negeri-negeri koloninya yang tersebar di berbagai penjuru dunia.
Boxing Day dan Si Kulit Bundar
Meski sepakbola bukan ditemukan di Inggris, tetap diakui orang Inggrislah yang mengembangkan permainan ini dengan rupa-rupa aturannya. Maka wajar sepakbola senantiasa hadir sebagai hiburan masyarakat lintas “kelas” di banyak momen besar, semisal Natal.
Inggris pula yang melahirkan klub tertua yang masih eksis sampai sekarang, yakni Sheffield FC. Ia lahir pada 24 Oktober 1857. Sheffield FC memainkan pertandingan antarklub resmi pertama melawan Hallam FC dalam tajuk “Rules Derby” di stadion Sandygate Road, 26 Desember 1860. Sebelumnya, klub-klub saat itu sekadar bermain melawan timnya sendiri.
Sheffield FC menang 2-0 di momen Boxing Day itu yang stadionnya disesaki penonton. Sebagaimana yang diungkap buku perayaan satu setengah abad klub, Sheffield FC: Celebrating 150 Years of The World’s First Football Club, laga itu jadi laga sepakbola pertama Boxing Day. Laga itu dirancang kedua petinggi klub untuk menegaskan semangat Natal.
“Tidak ada kejadian buruk yang terjadi –permainan dilakukan dengan suasana yang baik dan dalam semangat persahabatan– dan ketika langit mulai gelap, Sheffield Club menang dua gol tanpa balas dan pulang dengan kemenangan yang memuaskan,” tulis suratkabar Sheffield Daily Telegraph, 28 Desember 1860.
Laga Boxing Day pertama dalam kompetisi resmi baru terjadi di Football League musim perdana, 1888-1889. Football League di musim itu diakui sebagai kompetisi resmi tertua dengan format liga dan tetap menjadi liga kelas paling atas di Inggris hingga 22 klubnya memisahkan diri dan membentuk Premier League. Sebelumnya FA Cup-lah kompetisi resmi pertama dengan format turnamen, bergulir sejak musim 1871-1872.
Di laga Boxing Day 26 Desember 1888 itu, Preston North End meladeni West Bromwich Albion dan menang telak 5-0. “Di laga inilah performa terbaik Preston terjadi di musim rekor mereka. Saat wasit meniup peluit terakhir, para pemainnya diberi tepuk tangan paling meriah oleh para penonton yang datang di Boxing Day itu,” ungkap jurnalis dan sejarawan sepakbola Mark Metcalf dalam The Origins of the Football League: The First Season 1888/89.
Baca juga: Tottenham Hotspur dalam Lintas Sejarah
Suksesnya Boxing Day di musim pertama liga itu bikin jadwal musim berikutnya lebih gila. Seperti yang dialami Aston Villa, misalnya. Dua hari berturut-turut mereka berlaga kontra Preston pada Hari Natal 25 Desember 1899 dan meladeni Accrington di Boxing Day keesokan harinya. Itu jadi kali pertama sepakbola tercatat dimainkan di Hari Natal dengan mencatatkan sembilan ribu penonton selama dua hari itu.
Baru pada 1965, FA (induk sepakbola Inggris) menetapkan tiada lagi jadwal yang diperbolehkan eksis pada Hari Natal, merujuk pengalaman di beberapa musim sebelumnya yang tak hanya kerap diganggu cuaca buruk namun juga dampak para pemainnya cedera parah. Kalaupun cuaca memungkinkan, laga hanya boleh dimainkan pada 26 Desember.
“Tidak satupun klub yang boleh memainkan pertandingan pada Hari Paskah dan Hari Natal,” demikian pernyataan FA, dinukil C.W Alcock dalam The Classic Guide to Football.
Laga Boxing Day juga pernah dimainkan di tengah berkecamuknya Perang Dunia I, 1914, antara serdadu Inggris dan Jerman. Mulanya kisah itu sempat diangap mitos, hingga terungkapnya sebuah surat seorang Sersan Clement Barker dari Batalyon Ke-1 Grenadier Guards, dari front barat ke keluarganya, kala terjadi gencatan senjata antara kedua kubu yang berperang di Hari Natal.
“Seorang Jerman muncul dari paritnya – tidak ada tembakan – pasukan kami pun tak menembak, dan kemudian yang terjadi adalah permainan sepakbola. Lantas malam tiba dan belum juga ada tembakan. Pada Boxing Day (26 Desember) juga sama dan terus begitu sampai sekarang,” tulis Barker dalam suratnya tertanggal 29 Desember 1914 dengan tujuan kepada adiknya, Montagu Barker di Ipswich, sebagaimana dikutip Daily Mail, 23 Desember 2012.
Baca juga: Gencatan Senjata Natal
Seiring tempo menggelinding, semarak Boxing Day menular ke segenap Inggris Raya. Mulai dari Wales, Skotlandia, hingga Irlandia Utara. Pun dengan bertumbuhnya industri sepakbola di Negeri Tiga Singa, para pembuat kebijakan Liga Inggris merancang Boxing Day tak lagi antar-rival sekota atau klub yang basisnya berdekatan.
“Jumlah penonton selalu lebih besar ketimbang hari biasa. Namun laga derbi mulai jarang dijadwalkan di hari itu karena mereka tahu bahwa mereka bisa selalu mengharapkan tiket habis di tanggal 26 Desember, hingga akhirnya mereka memilih laga-laga derbi yang juga menarik perhatian banyak penonton di hari lain,” kata jurnalis olahraga Nick Szczepanik dalam Pulp Football: An Amazing Anthology of True Football Stories You Simply Couldn’t Make Up.
Sejak 1992, Liga Inggris mulai kebanjiran pelatih dan pemain asing. Banyak yang kaget mereka tetap harus merumput di masa-masa liburan Natal hingga tahun baru. Pasalnya, tak satupun negeri di luar Inggris Raya yang menjadwalkan pertandingan di masa liburan Nataru. Ada yang mengkritik kebijakan itu, namun tak sedikit yang menerima tradisi itu sebagai tantangan.
Salah satu pengkritiknya adalah Louis van Gaal, pelatih Manchester United periode 2014-2016 asal Belanda. “Tidak ada jeda musim dingin dan saya rasa itu hal terburuk dari budaya ini. Sebenarnya tidak baik buat sepakbola Inggris, buat klub atau timnas. Inggris belum pernah memenangkan apapun dalam beberapa tahun terakhir, kan? Itu karena para pemainnya kelelahan di akhir musim,” ujarnya kepada The Guardian, 23 Oktober 2015.
Keluhan lain juga disampaikan bek Liverpool periode 1999-2009 asal Finlandia, Sami Hyypiä dalam otobiografinya, From Voikkaa to the Premiership. “Bahkan kami latihan di Hari Natal. Bukan rahasia bahwa Liga Inggris punya jadwal di musim dingin dan saya sadar telah memilih karier ini dengan risiko naik-turunnya performa,” tulisnya.
Namun pandangan lain dilontarkan pelatih Arsenal 1996-2018 Arsène Wenger yang menganggap, tradisi Boxing Day adalah hal unik yang tak ditemukan di belahan bumi manapun. “Itu adalah daya tarik dan kegilaan sepakbola Inggris. Jelas Boxing Day berkontribusi mempromosikan Liga Inggris. Semua orang di negeri lain yang sedang libur dan bosan, takkan lagi merasakan kebosanan setelah melihat pertandingan Liga Inggris,” cetusnya, dikutip Ian Ridley dalam There’s Golden Sky: How Twenty Years of Premier League Has Changed Football Forever.
Melihat suksesnya sepakbola Inggris dari masa ke masa dengan tradisi Boxing Day-nya, Lega Calcio selaku operator Serie A Liga Italia mencoba menyontek konsepnya pada musim 2018-2019. Niatnya memang untuk mendongkrak finansial. Maklum sejak skandal bola terbesar di Italia pada 2006, pamor sepakbola Italia menukik tajam. Stadion-stadion tak lagi terisi penuh seperti sebelumnya.
Sayang eksperimen itu gagal. Dari rapat evaluasi pada April 2019 setelah melihat hasil Boxing Day Liga Italia pada Desember 2018-Januari 2019, tak menampilkan grafik signifikan. Jadwal laga-laga Boxing Day tak lagi ditetapkan untuk musim ini (2019-2020).
Baca juga: Para Ibu di Lapangan Hijau
Tambahkan komentar
Belum ada komentar