top of page

Sejarah Indonesia

Gelar Juara Dunia Yang Tak Disangka

Gelar Juara Dunia yang Tak Disangka

Sebagaimana Hendra/Ahsan, Christian Hadinata juara dunia tanpa disangka plus menorehkan rekor.

31 Agustus 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Legenda bulutangkis Indonesia, Christian Hadinata (Ilustrasi: Betaria Sarulina/HISTORIA)

ENAKNYA jadi atlet zaman sekarang, prestasi berbanding lurus dengan bonus. Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan yang belum lama ini menjuarai Kejuaraan Dunia di Basel Swiss, 19-25 Agustus 2019, langsung diguyur bonus oleh Menpora Imam Nahrowi masing-masing Rp240 juta.


Nasib keduanya jelas berbeda dari pasangan Christian Hadinata/Ade Chandra kendati  beban yang harus dipikul untuk menjadi juara sama beratnya. Tiada guyuran bonus untuk Christian/Ade setelah juara dunia 39 tahun silam.


“Hadiahnya ya medali emas saja sama ucapan terimakasih. Kayak langit dan bumi seperti sekarang. Makanya saya sering guyon, saya lahirnya ‘kecepetan’,” kata Christian kepada Historia.


Hati Galau, Pikiran Kacau


Bagi Christian, satu memori pahit-manis yang tak pernah lekang dari ingatannya adalah kala ia menyabet gelar Kejuaraan Dunia 1980. Bukan hanya tak pernah menyangka bisa juara, kala itu ia juga masih memegang rekor satu-satunya pebulutangkis Indonesia yang juara di dua nomor dalam satu Kejuaraan Dunia.


Pada perhelatan Kejuaraan Dunia di Jakarta, 27 Mei-1 Juni 1980, Christian menyabet dua gelar sekaligus, yakni ganda putra bersama Ade Chandra dan ganda campuran bersama Imelda Wiguna. Rekor ini belum mampu disamai, apalagi dilewati pebulutangkis Indonesia lain hingga detik ini.


Pasangan ganda putra Christian Hadinata/Ade Chandra yang turut memenangi Kejuaraan Dunia 1980 (Foto: BWF)
Pasangan ganda putra Christian Hadinata/Ade Chandra yang turut memenangi Kejuaraan Dunia 1980 (Foto: BWF)

Padahal, jarang orang tahu bahwa Christian meraih keduanya tanpa fokus. Saat itu hatinya sangat galau. Kendati tubuhnya berada di lapangan, pikirannya hanya tertuju pada kondisi sang istri, Yoke Anwar. Orang tercintanya itu terkena musibah dua pekan sebelum Kejuaraan Dunia.


“Istri saya saat itu hamil sudah bulan kesembilan, sebentar lagi melahirkan anak pertama saya. Istri saya kecelakaan. Dia terpeleset, lalu kaki sebelah kirinya retak. Wah, pikiran saya kacau. Enggak konsen memikirkan istri dan bayi, serta kejuaraan,” Christian berkisah.


Christian yang kala itu tinggal di satu kamar khusus atlet pelatnas di Senayan, pun langsung menghadap Ketua PBSI Sudirman.


“Pak, saya minta izin. Lebih baik saya mundur saja,” tutur Christian mengenang percakapannya dengan Sudirman.


“Lho, kenapa?” tanya sang ketua, heran.


“Istri saya kecelakaan. Takut kenapa-kenapa.”


“Oh, enggak bisa. Kamu enggak boleh mundur. Kamu harus tetap ikut. Caranya gampang, Chris. Saya siapkan mobil dan driver buat istrimu. Setiap ada keadaan darurat bisa langsung dibawa ke rumahsakit,” kata Sudirman memberi solusi.


Sudirman menolak permintaan Christian lantaran saat itu merupakan kali pertama Indonesia jadi tuan rumah Kejuaraan Dunia. Harga diri dia selaku ketum PBSI dan harga diri bangsa dipertaruhkan.


Christian Hadinata saat berkisah momen Kejuaraan Dunia 1980 (Foto: Randy Wirayudha/HISTORIA)
Christian Hadinata saat berkisah momen Kejuaraan Dunia 1980 (Foto: Randy Wirayudha/HISTORIA)

Hati Christian sedikit lega mendengar pernyataan Sudirman. “Karena itu keputusan ketum, saya menyerah,” sambung Christian. Kendati sedikit terpaksa, ia tetap rutin mempersiapkan diri.


“Teman atlet yang juga berjasa waktu itu Maria Fransiska. Kan kamar kami di lantai dua, harus naik tangga. Tangganya berkelok lagi. Jadi kalau mau naik-turun bawa istri, saya harus panggil dia dulu. Bantu memapah dari dan menuju mobil yang disiapkan Pak Sudirman,” lanjutnya.


Saat turnamen bergulir, langkah Christian tak terbendung baik saat berpasangan dengan Ade maupun Imelda. Di final ganda putra, Christian/Ade mengempaskan rekan senegara, Hariamanto Kartono/Rudy Heryanto, 5-15, 15-5, dan 15-7. Di ganda campuran, Christian/Imelda menekuk wakil Inggris Mike Tredgett/Nora Perry 15-12, 15-4.


“Puji syukur, saya main enggak konsen, enggak fokus tapi kok ya masih bisa menang. Malah dapat dua gelar. Seperti mimpi saja. Kok tahu-tahu, ini benar juara atau enggak? Karena pikiran saya masih ke istri. Seminggu setelah juara, anak saya yang pertama lahir. Syukur, (kondisi fisiknya, red.) lengkap, tidak kurang apa-apa,” kata Christian menutup pembicaraan.





Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page