top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Kejaksaan Agung Membakar Buku-buku Komunisme

Kejaksaan Agung membakar buku-buku komunisme sebanyak sepuluh ton.

4 Mei 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kejaksaan Agung membakar buku-buku komunisme sebanyak sepuluh ton pada Oktober 1972. (Ekspres, 1 September 1972).

SETELAH menerima Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Letjen TNI Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi di bawahnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 1/3/1966. PKI ditumpas hingga ke akar-akarnya. Korbannya ditaksir mencapai ratusan ribu bahkan jutaan. Namun, PKI tetap ditakuti hingga kini.


Pembubaran PKI dan pelarangan penyebaran komunisme ditetapkan dalam TAP MPRS No. XXV/1966 tanggal 5 Juli 1966 yang masih berlaku hingga kini. Berdasarkan ketetapan tersebut dan UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan, Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk menyita dan memusnahkan karya-karya tentang komunisme.


“Dengan pemusnahan inilah wewenang Kejaksaan Agung dilaksanakan,” kata Susanto Kartoatmodjo, jaksa dari Kejaksaan Agung, kepada Ekspres, 1 September 1972. Hasil razia Kejaksaan Agung selama empat bulan (April-Juli 1972) fantastis.


“Hari Kamis minggu yang lalu (Oktober 1972), ratusan karung berisi buku, majalah, buletin, pamflet, komunisme dengan bobot 10 ton dimusnahkan menjadi abu,” lanjut Ekspres. “Untuk setiap karung yang hendak dilemparkan ke dalam tungku raksasa, kepada wartawan yang jadi saksinya dibukakan dahulu (buku-buku itu).”


Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah membakar delapan ton buku, brosur, majalah, pamflet tentang komunisme. Selain dibakar, Kejaksaan Agung pernah mendaur ulang menjadi kertas baru di pabrik kertas Padalarang.


Karya-karya yang disita dan dibakar antara lain Socialist Thought and Practice, Discovering Soviet Union, Socialist Realism, Peace Freedom and Socialism, Selected Works of Mao Tse Tung, Revolutionary Activities of Comrade Kim Il Sung, majalah Tekad Rakjat yang diterbitkan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Moskow, brosur Marhaen Menang, dan puluhan judul lainnya dalam berbagai bahasa, dari Rusia, Cina, Inggris, Jerman, sampai Arab.


“Yang Arab ini ditulis dengan lazim. Dimulai dengan bismillahirochmanirrochim… dilanjutkan dengan ajaran komunisme, sekalipun kalau diamati keseluruhannya sang pembuka saling membantah dengan kelanjutan isi,” tulis Ekspres.


Kejaksaan Agung melaksanakan wewenang menyita dan melarang buku-buku yang dianggap akan mengganggu keamanan negara, seperti komunisme, bertahan hingga tahun 2010. Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No. 4/PNPS/1963 yang memberikan kewenangan Kejaksaan Agung untuk melarang peredaran buku.


MK memutuskan UU tersebut bertentangan dengan konstitusi karena pelarangan buku harus melalui proses peradilan. Kejaksaan Agung hanya memiliki wewenang untuk meneliti apakah sebuah buku dikategorikan buku terlarang atau tidak. Kendati demikian, penyitaan buku dan pembubaran kegiatan literasi masih saja terjadi. Aksi itu dilakukan oleh institusi negara lain, organisasi atau sekelompok masyarakat yang anti ilmu pengetahuan.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page