Zaman Australia di Makassar
Bermacam sikap tentara Australia kepada Indonesia. Mereka mudah dekat dengan kelompok perjuangan RI di Makassar dan sekitarnya.
Awal September 1945, kota Makassar yang telah diisi oleh tentara Jepang kedatangan tentara Australia. Tentara Australia datang sebagai tentara pendudukan yang mewakili Sekutu dan menggantikan tentara Jepang yang kalah perang sejak 14 Agustus 1945. Di dalam kelompok Sekutu, terdapat pula Belanda yang tentaranya belum kuat waktu itu.
Hilangnya Jepang berarti menjadi zaman baru bagi warga kota Makassar. Cerita tentang kekejaman berganti menjadi harapan.
“Karena tentara Australia baru mendarat maka waktu itu disebut zaman Australia,” sebut Nasarudin Koro dalam Ayam Jantan Tanah Daeng.
Cerita akan harapan itu semakin terbukti dengan tindak-tanduk “pendatang” baru itu. Umumnya, tentara Australia yang bertugas di daerah Sulawesi, Kalimantan dan sekitarnya bersikap baik penduduk lokal. Tentara Australia yang datang di Makassar dengan ransum-ransumnya itu tak pelit untuk berbagi.
“Tentara Australialah yang memperkenalkan pertama kali makanan kaleng ransum berisi biscuit, daging kornet, coklat,” catat Nasarudin.
Namun, ada saja yang menyalahgunakan pemberian itu. Barang-barang pemberian itu dijual di pasar gelap oleh jaringan penyelundup yang disebut Pangngula.
Makassar menjadi pusat Provinsi Sulawesi di masa Indonesia baru merdeka. Di sanalah Sam Ratulangi menjadi gubernurnya dan menetap. Rumah Sam Ratulangi di Makassar sering didatangi seorang prajurit muda Australia bernama John Cohen. Menurut Anthony Reid, Cohen menghabiskan waktu luangnya di rumah Ratulangi untuk belajar kepadanya.
Baca juga: Keakraban Ratulangi dengan Penduduk Serui
“John Cohen, mengikuti Dr. Ratulangie seperti pengikut, dan menghabiskan seluruh waktu luangnya di rumah tangga Ratulangie untuk mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan dan politik Indonesia,” tulis Anthony Reid dalam Australia and Indonesia’s Struggle for Independence.
Sebelum di Makassar, pemuda keturunan Yahudi itu bertugas di Balikpapan. Baik di Makassar maupun di Balikpapan, dia dekat dengan kelompok pendukung Republik Indonesia.
“John Cohen, yang membentuk dirinya menjadi murid Dr. Sam Ratulangi, pemimpin Republik paling terkemuka di Sulawesi, dan kemudian menyediakan dirinya untuk menjadi saluran, dalam kata-kata Reid, ‘untuk membawa suara nasionalisme Indonesia ke Australia, meski sempat ditekan oleh para perwira senior Australia,’” sambung Reid.
Pemuda yang merupakan bagian dari Partai Komunis Australia itu terlibat dalam penyebaran pamflet yang memberitakan kemerdekaan Indonesia di daerah tempatnya bertugas. Umumnya prajurit Australia tidak suka dengan perwira Belanda, jadi dengan mudahnya mereka dekat dengan orang Indonesia yang ingin merdeka.
John Cohen satu jenis dengan Brigadir Ivan Dougherty, komandan tentara Australia di Makassar. Dia tidak mempersulit posisi Republik Indonesia di Makassar. “Dia cukup kuat dan cukup jujur untuk menahan tekanan Belanda,” catat Reid.
Namun, tentu ada jenis tentara Australia yang berbeda daripada John Cohen dan Ivan Dougherty. Salah satunya, Brigadir FO Chilton, yang menggantikan Brigadir Ivan Dougherty sebagai komandan tentara Sekutu Australia di Makassar sekitar 19 Oktober 1945. Sikap otoritas Australia di Makassar tentu berubah di bawah kepemimpinan Chilton.
Baca juga: Tewasnya Perwira Australia di Bogor
“Panglima yang baru, Brigadir F.O. Chilton, berdiri di fihak Belanda, dan memainkan peranan yang pada azasnya sama dengan yang dimainkan Jenderal Hawthorn dan Jenderal Mansergh di Jawa. Dengan resmi ia membantu serta melindungi NICA,” catat Abdul Haris Nasution dalam Sekitar perang kemerdekaan Indonesia: Diplomasi Sambil Bertempur.
Sebagai bagian dari Sekutu, tentara Australia tidak sendiri di Makassar. Orang-orang Belanda juga masuk ke Makassar baik sebagai militer KNIL maupun aparat pemerintah sipil NICA. Namun mereka tidak disukai orang-orang Indonesia.
Baca juga: Aksi Andjing NICA di Medan Laga
Ketidaksukaan orang Indonesia terhadap aparat Belanda itu kemudian diwujudkan dalam tindakan. Buku Republik Indonesia Propinsi Sulawesi menyebut orang Indonesia di sana lalu melakukan boikot terhadap orang Belanda dengan tidak menjual bahan makanan kepada mereka.
Setelah perubahan kepemimpinan pasukan Australia itu, otoritas Sekutu menjadi musuh bagi kebanyakan pemuda Makassar macam Wolter Mongisidi dan Maulwi Saelan. Dengan berani mereka mengadakan serangan umum ke pihak Sekutu yang sangat memfasilitasi Belanda di Makassar.
Baca juga: Maulwi Saelan yang Saya Kenal
“Pokoknya kalau sudah sore, magrib, orang-orang Belanda kembali ke kapal karena di darat tidak aman. Mereka tinggal di kapal. Karena kan kalau malam kita bergerak,” kenang mendiang Maulwi Saelan, salah satu pemimpin pemuda pejuang di Makassar.
Semasa tentara Australia berada di Makassar itu, pihak Belanda memperkuat kembali tentara KNIL mereka di Sulawesi Selatan. Belanda sudah cukup kuat mengendalikan Sulawesi Selatan setelah tentara Australia pulang, meski dengan banjir darah seperti dalam kampanye Westerling.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar