top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Jenderal Soedirman Tak Selalu Ditandu

Panglima Besar Jenderal Soedirman identik dengan ditandu. Namun, selama bergerilya dia juga pernah jalan kaki, digendong, bahkan naik mobil dan dokar.

9 Jun 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Panglima Besar Jenderal Soedirman ditandu ketika melakukan gerilya. (Arsip DPAD DI Yogyakarta).

JENDERAL Soedirman tak selalu ditandu ketika bergerilya. Dari Kompleks Mangkubumen Yogyakarta, dia dan pengawalnya naik mobil dan pick-up. Belanda mengetahui perjalanannya itu, sehingga pesawat cocor merah menghujani rombongan.


“Rupanya mereka dapat mengetahui rombongan kami karena pada mobil yang kami tumpangi itu masih terpasang bendera Panglima Besar. Dalam keadaan gawat itu Pak Dirman saya dorong ke semak di pinggir jalan  sehingga beliau terhindar dari bahaya maut,” kata Harsono Tjokroaminoto dalam otobiografinya Selaku Perintis Kemerdekaan. Harsono menjadi penasihat politik Soedirman selama bergerilya.


Lolos dari bahaya, Soedirman melanjutkan perjalanan dengan mobil sampai Bantul, lalu Kretek. Untuk menghilangkan jejak, Kapten Tjokropranolo, pengawal Soedirman, memerintahkan mobil dan pick-up yang dipakai rombongan dibawa pergi sejauh mungkin, kalau perlu dirusak di lain tempat. Malam itu juga, Soedirman dan rombongan menyeberangi Kali Opak. Sesampainya di seberang kali, mereka dijemput lurah Mulyono Djiworedjo, dengan dokar namun tanpa kuda.


“Tanpa pikir panjang, Pak Dirman dipersilakan untuk naik dokar dan sayalah yang menjadi kudanya, sedangkan para pengawal lain mendorong dari belakang,” kata Tjokropranolo dalam Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia.


Sejak dari Kelurahan Grogol, Soedirman harus ditandu yang diusung oleh penduduk secara bergantian. “Beliau harus ditandu karena kesehatannya tidak mengizinkan lagi untuk berjalan,” kata Harsono.


“Di setiap tempat kami berhenti,” sambung Tjokropranolo, “dibuatkan tandu yang baru untuk membawa Panglima.”


Bila tidak ditandu, Soedirman naik dokar, seperti dari Playen ke desa Semanu. Dari Semanu, Soedirman ditandu lagi sampai Bedoyo dan sambung lagi dengan dokar yang lengkap dengan kudanya. “Untunglah saya tidak perlu lagi jadi kuda,” kata Tjokropranolo. Bahkan, bila rutenya jalan raya, rombongan Soedirman memakai mobil, seperti dari Pracimantoro sampai Wonogiri dan Wonogiri menuju Ponorogo. Mobil itu kiriman Staf Divisi Kolonel Gatot Subroto dari Solo. Namun, bila medannya berat dan tidak bisa ditandu atau digendong, Soedirman pun jalan kaki, seperti saat menuju markas Gatot Subroto di Gunung Lawu.


“Kita merasa sedih melihat Pak Dirman harus berjalan kaki sendiri menerobos hutan tanpa digendong atau ditandu, karena jalannya yang terjal dan sempit. Kursi sebagai tandu pun tidak ada. Adakalanya beliau harus kita dorong dari belakang kalau jalannya sangat tinggi dan harus ditarik dari atas kalau jalannya terlalu terjal,” kenang Tjokropranolo.


Bahkan, ketika melalui jalan yang sulit di punggung bukit, Soedirman jatuh dari tandu karena seorang pemikul tergelincir. Seorang pengawal yang membawa perbekalan hendak menolongnya malah terpeleset dan bawaannya itu menimpa Soedirman. “Apa kamu mau membunuh saya,” kata Soedirman dalam Soedirman Prajurit TNI Teladan.


Belanda terus memburu Soedirman. “Karena itu nama Soedirman harus lenyap. Sebagai gantinya dipergunakan nama Pak De,” tulis Sudirman Prajurit TNI Teladan. Selain itu, untuk mengelabui Belanda, dibuat “Soedirman palsu” yang dikawal Kapten Soepardjo Rustam, ajudan Soedirman.


“Kebetulan dalam rombongan kami ada seorang pemuda bernama Heru Keser (seorang letnan muda Angkatan Laut-Red.) yang wajah dan perawakannya mirip Pak Dirman. Maka Pak Dirman palsu ini kami beri mantel dan tutup kepala beliau dan tetap menempuh rute yang sudah ditentukan. Sedangkan Pak Dirman yang asli kami lewatkan ke rute lain sehingga rombongan terhindar dari sergapan tentara Belanda,” ungkap Harsono.


Menurut Sudirman Prajurit TNI Teladan, taktik “Soedirman palsu” itu berhasil antara lain di Wonosari, dimana Kapten Nolly –panggilan Tjokropranolo– mengumumkan bahwa Soedirman ada di kota itu. Belanda pun menyerang besar-besaran dengan menerjunkan pasukan para di kota itu untuk menangkap Soedirman, yang ternyata palsu. Mujur, “Soedirman palsu” pun berhasil lolos.


Strategi “Soedirman palsu” ini juga dilakukan ketika di Kediri. “Semalam-malaman Pak De didukung (digendong, red.) Kapten Nolly, sedangkan Heru Keser, seperti biasa naik tandu,” tulis Sudirman Prajurit TNI Teladan.


Dengan berbagai upaya tersebut, Soedirman berhasil dalam bergerilya. Dukuh Sobo di Pacitan menjadi tempat Soedirman memimpin gerilya paling lama (1 April-7 Juli 1949). Tiga hari kemudian, 10 Juli 1949, Soedirman tiba di Yogyakarta.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Kisah Prajurit Doyan Kawin

Kisah Prajurit Doyan Kawin

Poligami dipraktikkan oknum tentara sejak dulu. Ada yang dapat hukuman karenanya.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (2)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (2)

Johan Kepler Panggabean merupakan pengusaha nasional sekaligus sahabat Presiden Sukarno. Perusahaannya agen tunggal mobil VW dari Jerman berakhir menyusul pergantian kekuasaan.
Aksi Berani Wolter 'Bote' Monginsidi

Aksi Berani Wolter 'Bote' Monginsidi

Pada 1945, Bote yang mulai dipanggil dengan Wolter pergi ke Makassar melanjutkan pendidikannya. Di sana ia ustru ditugasi menyerbu gedung-gedung yang diduduki Belanda dan menangkapi para perwira Belanda.
Buku “Sejarah Indonesia”, Highlight Akar Peradaban hingga Menjadi Indonesia

Buku “Sejarah Indonesia”, Highlight Akar Peradaban hingga Menjadi Indonesia

Buku “Sejarah Indonesia” diluncurkan dalam rangka 80 tahun HUT RI sekaligus menetapkan Hari Sejarah.
Pecah Kongsi Perkawinan S.K. Trimurti dan Sayuti Melik

Pecah Kongsi Perkawinan S.K. Trimurti dan Sayuti Melik

S.K. Trimurti dan Sayuti Melik menikah dengan satu ikrar: berjuang bersama. Politik membuat pasangan ini keluar masuk-penjara. Namun, biduk rumah tangga mereka kandas menjelang masa senja.
bottom of page