Siapa Penembak Sisingamangaraja XII?
Siapa serdadu KNIL penembak Sisingamangaraja? Sidjabat dan Sibarani punya versi berbeda.
SERSAN Jesajas Pongoh seolah dianggap satu-satunya orang yang paling berjasa dalam pengejaran dan pelumpuhan Pendeta Besar Batak Sisingamangaraja XII. Tentu saja Sersan Pongoh tak sendirian dalam mengejar Sisingamangaraja. Ada serdadu-serdadu lain yang juga setangguh dirinyanya di KNIL.
“Di waktu saya berada di Pematang Siantar, ada seorang tua marga Siahaan yang datang mencari saya. Ia mengaku sahabat baik bekas kopral Souhoka, itu bekas anggota tentara Belanda yang turut menembak mati Sisingamangaraja di dalam gua dekat Aek Sibulbulon,” aku Augustin Sibarani yang menulis buku Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII.
Sulit menemukan data tentang Kopral Souhoka. Walter Bonar Sidjabat punya versi berbeda soal penembak tersebut setelah meneliti jauh sampai ke Halmahera dan Manado. Dalam Ahu Si Singamangaraja Arti Historis, Politis, Ekonomis, dan Religius Si Singamangaraja XII, Walter menyebut penembak Sisingamangaraja adalah Kopral Hamisi.
Baca juga: Cerita di Balik Gambar Sisingamangaraja XII
Kopral Hamisi adalah serdadu KNIL dengan nomor stamboek 38368. Dia berasal dari Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, yang merupakan bagian dari Keresidenan Ambon. Jadi Hamisi dianggap sebagai serdadu Ambon.
“Ia adalah seorang Alfur dari Tobelo (Halmahera Utara), belum Kristen dan belum Islam, melainkan penganut agama asli di Tobelo,” catat Walter Sidjabat.
Kopral Hamisi dikenal sebagai ahli berburu jejak dan dijuluki “pemburu kepala dari Halmahera”. Ketika pengejaran terhadap Sisingamangaraja, Hamisi adalah bagian dari Korps Marsose yang sudah banyak pengalaman dalam banyak pertempuran.
Selain pernah bertugas di Aceh, sewaktu masih berpangkat fusilier (prajurit infanteri rendahan) Hamisi ikut serta dalam Ekspedisi Militer Belanda di Lombok (6 Juli-24 Desember 1894). Fuselier Hamisi terlibat dalam penyerbuan Mataram pada 29 September 1894 dan dianggap bertindak luar biasa sehingga pada 9 April 1895 Hamisi diberi anugerah Ridders Militaire Willemsorde kelas 4 tahun berikutnya berdasar Koninklijk Besluit nomor 34.
Baca juga: Aksi Nommensen di Tanah Batak
Sepulang dari Lombok, Hamisi kemudian bertugas di Korps Marsose. Dalam pengejaran terhadap Tjot Rabo di Aceh pada 1901, ia kembali memainkan peran penting. L.F. van Gent dalam buku Nederland-Ambon menyebut, Hamisi “selalu di muka dan menunjukan keberanian.” Karena aksinya itu, dia mendapat Bintang Keberanian.
Pada 1902, Hamisi naik pangkat. Koran De Locomotief tanggal 24 Maret 1902 memberitakan Marsose Hamisi naik pangkat menjadi kopral. Dengan pangkat itulah Hamisi dan bersama Sersan Pongoh pula antara 1906 hingga 1907 ikut serta dalam mengejar Sisingamangaraja di bawah komando Kapten Hans Christoffel.
Sebagai pemburu jejak, Hamisi dan beberapa rekannya jalan paling depan. Pasukan KNIL itu menemukan rombongan Sisingamangaraja di suatu tempat di Dairi pada 17 Juni 1907.
“Dalam keadaan Si Singamangaraja masih berlumuran darah seperti itulah Hamisi bersama anak buahnya datang. Christoffel sendiri masih agak di belakang. Maklumlah, dia sebenarnya hanya memerintah saja,” catat Walter Sidjabat.
Baca juga: Miskinnya Sisingamangaraja XII
Hamisi dan rekannya lalu terlibat pertempuran empat jam antara pukul dua hingga enam sore. Hamisi, menurut Sidjabat, adalah orang yang menembaknya.
Di antara anak buah Christoffel dalam misi itu, Hamisi dianggap paling berani. Namun atas kematian Sisingamangaraja, menurut Sijabat, Hamisi tak dapat bintang.
Kopral Hamisi kemudian pulang kampung ke Tobelo di Halmahera bagian utara. Namun alih-alih hidup tenang menikmati “pensiun” di kampung halamannya, Hamisi justru tetap menjalani hidup penuh gejolak. Putra kandungnya tercincang dalam sebuah perkelahian sehingga Hamisi akhirnya hanya punya anak angkat. Pada masa tuanya pun dia sempat menjadi pemabuk. Hamisi akhirnya meninggal diperkirakan pada 1938.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar