Saat Pesawat Mata-mata AS Ditembak Jatuh Soviet
Sebuah pesawat mata-mata AS ditembak jatuh ketika terbang untuk memfoto situs-situs militer Uni Soviet. Meningkatkan suhu Perang Dingin.
Moscow, 19 Agustus 1960. Pengadilan Divisi Militer Mahkamah Agung Uni Soviet menjatuhkan vonis penjara 10 tahun kepada Francis Gary Powers. Pilot AU Amerika Serikat (AS) yang direkrut CIA itu dinyatakan bersalah karena melakukan spionase di wilayah udara Soviet.
Penerbangan itu merupakan bagian dari upaya saling mematai antara Blok Barat dan Timur dalam Perang Dingin. AS melakukannya setelah Presiden AS Dwight Eisenhower, dengan dukungan CIA sebagai operator, menyetujui dilancarkannya misi penerbangan mata-mata (air spionage) ke wilayah Uni Soviet dengan tujuan memfoto situs militer dan situs-situs penting lain Soviet pada 1954. Langkah itu diambil Ike, sapaan Eisenhower, untuk mendapatkan informasi pasti kekuatan rivalnya. Ike selalu khawatir terhadap ketertinggalan AS dari Soviet dalam pengembangan nuklir dan persenjataan. Kekhawatiran itu bersumber dari ketiadaan informasi tentang Soviet selain dari ucapan-ucapan para pemimpin Soviet sendiri.
Untuk mewujudkan misi tersebut, CIA membuat U-2 Program untuk menghasilkan pesawat khusus spionase yang bisa terbang setinggi 65,000-70,000 kaki agar tak bisa dijangkau pesawat-pesawat dan rudal-rudal Soviet. U-2 Program sejalan dengan Skunk Works, program pengembangan pesawat Lockheed Martin yang dijalankan bekerjasama dengan CIA.
Baca juga: CIA Gagalkan KAA II di Aljazair
“Ketika CIA mengambil alih keamanan Skunk Works, menyegel perimeter dengan orang-orang berpakaian preman berwajah serius yang membawa senjata otomatis, dan mengatur untuk mendanai kontrak Locheed senilai $ 35 juta melalui perusahaan tiruan, (Clarence L Johnson; desainder pesawat, red.) Kelly memilih tim khusus dan menyelesaikan cetak birunya untuk pesawat revolusioner,” tulis Francy Gary Powers Jr. dan Keith Dunnavant dalam Spy Pilot: Francis Gary Powers, the U-2 Incident, and a Controversial Cold War Legacy.
Selain menyiapkan pesawatnya, dalam U-2 Program yang mulai berjalan pada 1956 itu CIA merekrut pilot-pilot AU AS (USAF) untuk dijadikan eksekutor. Mereka dikelempokkan ke dalam Detaseman 10-10 yang dikomandani Kolonel Ed Perry. Ketika semua persiapan selesai, pada 1958 Ike meminta izin pada perdana menteri Pakistan untuk mendapatkan tempat guna mendirikan fasilitas intelijen yang bakal digunakan sebagai titik berangkat pesawat-pesawat U-2 menuju sasaran, wilayah Soviet yang berada di Asia Tengah. AS akhirnya mendapatkan Badaber di pinggir Peshawar untuk menjalankan misi air spionage bersandi Operasi Overflight itu.
Namun karena khawatir bila pilot AS tertangkap akan dianggap Soviet sebagai agresi, Ike memutuskan untuk menggunakan pilot-pilot AU Inggris (RAF) sebagai eksekutor itu. Dengan begitu AS bisa menyangkal keterlibatan bila pilot misi tersebut tertangkap.
Misi pertama Operasi Overflight yang dijalankan dua pilot RAF menggunakan pesawat U-2 berhasil mendapatkan beberapa objek foto yang lalu menyadarkan Washington bahwa kekhawatirannya selama ini salah. Mereka terlalu percaya pada klaim Soviet. Foto-foto udara itu sebagian bahkan menunjukkan AS dalam beberapa hal masih lebih baik ketimbang Soviet.
Soviet mengetahui penerbangan mata-mata itu. Namun, keterbatasan kemampuan persenjataannya membuatnya hanya bisa mendiamkan. Namun tidak demikian pada 1960, ketika misi U-2 kembali dijalankan Eisenhower setelah mandek beberapa tahun. Saat itu Soviet telah memiliki rudal permukaan ke udara (surface to air) S-75 Dvina yang kemampuan jelajahnya jauh lebih baik. Meski tak menembakkan rudal tersebut pada misi air spionage AS yang dipiloti Bob Ericson pada 9 April 1960, pasukan pertahanan udara Soviet melakukan intersep menggunakan pesawat Mig-19 dan Su-9. Namun upaya tersebut gagal dan Bob berhasil mendarat di Lanud Zahedan, Iran.
Misi terakhir dari dua misi Operasi Overflight yang diizinkan Eisenhower sebelum KTT Big Four Power Summit di Paris, 17 Mei 1960 –tempat di mana Eisenhower akan bertemu pemimpin Soviet Nikita Khrushchev guna membahas lebih lanjut soal nuklir dalam kaitan koeksistensi damai– adalah misi yang dijalankan oleh Lettu Francis G. Powers. Dijadwalkan semula pada 28 April, misi tersebut ditunda dua hari karena masalah cuaca. Powers direkrut ke dalam misi oleh perwakilan CIA William Collins pada awal 1956 dengan bayaran 1500 dolar per bulan selama pelatihan dan 2500 dolar per bulan selama misi.
“Setelah Anda menyelesaikan pelatihan, Anda akan dikirm ke luar negeri. Bagian dari tugas Anda adalah melakukan penerbangan pengintaian di sepanjang perbatasan di luar Rusia, di atas peralatan sangat sensitif radar pemantau pesawat dan sinyal radio. Tapi itu hanya sebagian. Misi utama Anda adalah terbang di atas Rusia,” kata Collins kepada Powers, dikutip Powers dan Curt Gentry dalam Operation Overflight: A Memoir of the U-2 Incident.
Baca juga: Spionase Paman Sam
Dari pangkalan Detasemen 10-10 di Incirlik, Turki, Powers diterbangkan ke Peshawar untuk memulai misinya. Pukul 6.26 pagi, pesawat U-2 nomor 360 yang dipiloti Powers mengudara. “Mendekati perbatasan, saya merasakan ketegangan meningkat,” kata Powers.
Setelah sekitar satu setengah jam penerbangan, Powers telah berada di udara Laut Aral (kini perbatasan Kazakhstan dan Usbekistan). Di sanalah dia melihat di bawah ada jejak kondensasi dari sebuah pesawat jet bermesin tunggal yang bergerak dengan kecepatan supersonik sejajar dengan jalur pesawatnya namun dengan arah berlawanan. Powers yakin keberadaannya diketahui otoritas Soviet namun mereka tak bisa berbuat apa-apa karena U-2 terbang amat tinggi.
Sekira 30 mil di timur Laut Aral, tempat situs peluncuran misil balistik antarbenua Tyuratam Cosmodrome berada, Powers melakukan pemotretan udara. Namun tak maksimal karena kendala cuaca. Pun di situs Chelyabinsk-65 yang terletak 50 mil di selatan.
Menjelang Sverdlovsk (kini Ekaterinburg), pesawat Powers mengalami masalah. Namun dia memutuskan tetap melanjutkan penerbangan ketimbang kembali. Dia menyusuri pinggiran kota untuk mencari lapangan terbang yang tercantum di peta. Namun, matanya tak dapat menemukan situs yang dicari. Saat terus mengamati sasaran sambil memeriksa panel-panel pesawatnya, Powers tersentak oleh dentuman besar yang membuat pesawatnya tersentak ke depan menimbulkan kilatan cahaya yang memenuhi cockpit-nya.
Ledakan itu ternyata merupakan hantaman rudal S-75 Dvina. Meski berusaha tenang dan terus berupaya mengendalikannya, pesawat Powers sudah tak bisa dikendalikan. Dengan susah payah karena ada masalah, dia akhirnya melontarkan diri di ketinggian 15 ribu kaki. Dalam proses penerjunan itulah dia memilih untuk tak menggunakan kapsul sianidanya karena berharap masih dapat melarikan diri.
Tak lama setelah mendarat di sebuah ladang pinggir desa, Powers ditangkap. Dia lalu diinterogasi aparat KGB dan kemudian ditahan selama 70 hari sebelum dihadapkan ke pengadilan Divisi Militer Mahkamah Agung Soviet. “Di Uni Soviet semua kasus spionase berada di bawah yurisdiksi divisi militer pengadilan,” kata Mikhail I. Grinev yang menjadi pembela Powers.
Sementara menunggu pengadilan, kasus Powers mendapat pemberitaan luas hingga membuat AS terpaksa mengelak dengan mengatakan bahwa pesawat itu merupakan pesawat cuaca yang mendapat masalah sehingga salah arah. Namun bantahan itu dipatahkan Khrushchev saat bertemu Eisenhower di Paris dengan menunjukkan foto-foto Powers berikut reruntuhan pesawatnya. Sebagai bentuk kemarahan, Khrushchev dan rombongan meninggalkan ruang konferensi di Paris dan enggan melanjutkan pembicaraan dengan Eisenhower.
Pengadilan yang diketuai Letnan Jenderal Borisoglebsky akhirnya memvonis Powers 10 tahun penahanan (tiga tahun dipenjara, sisanya kerja paksa). Spionase Powers tergolong berat berdasarkan pasal 2 UU Soviet tentang Tanggung Jawab Kriminal untuk Kejahatan Negara.
Powers akhirnya dibebaskan pada 1962 setelah Moscow dan Washington menyepakati pertukaran tawanan yang diusulkan advokat James B. Donovan. Powers dibebaskan sebagai tebusan untuk pembebasan Kolonel Rudolf Abel, agen Soviet yang ditangkap di New York pada 1957.
“Nasib mereka dengan cepat berubah. Sekembalinya ke Uni Soviet, Abel dianugerahi Order of Lenin, penghargaan sipil tertinggi Soviet, dan negara menetapkan pensiun untuknya. Dia dianggap sebagai pahlawan rakyat Soviet. Sebaliknya, Powers kembali ke Amerika Serikat di bawah kecurigaan,” kata Sergei Khrushchev, putra Nikita Khrushchev, dalam pengantarnya di buku Spy Pilot: Francis Gary Powers, the U-2 Incident, and a Controversial Cold War.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar