Romusa Jadi Serdadu KNIL
Belanda merekrut bekas romusa menjadi serdadu KNIL. Mereka mudah didekati karena Belanda membebaskannya dari Jepang.
Sebuah desa di utara rel kereta api, Bagelen, Purworejo, menjadi salah satu daerah asal romusa (pekerja paksa) untuk kepentingan militer Jepang. Kepala desanya, Menten, memilih siapa saja warganya yang akan diberangkatkan sebagai romusa ke luar daerah. Penunjukan itu sulit ditolak.
Di antara warga yang terpilih terdapat seorang suami yang belum lama kawin. Tentu saja ia berat meninggalkan istri di masa sulit itu. Bahan pangan dan sandang sangat sukar didapat. Mau tak mau ia harus meninggalkan istrinya.
Warga mencurigai Menten mendapat uang dari Jepang sebagai imbalan merekrut romusa. Beberapa tahun setelah pengiriman romusa, Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Menten menghilang dari desanya. Ia takut diamuk massa karena Jepang tak melindunginya lagi.
Beberapa tahun kemudian, suami yang terpaksa jadi romusa, akhirnya pulang. Bukan dengan pakaian compang-camping ala romusa, melainkan berseragam hijau seperti tentara Belanda dalam Koninklijk Nederlandsche Indische Leger (KNIL). Ia hendak bertemu dengan istrinya. Ketika hampir mendekati rumah istrinya, ia melihat anak kecil dan bertanya di mana istrinya sekarang tinggal. Anak kecil itu menunjukkannya. Bertemulah suami bekas romusa itu dengan istrinya, dan si istri bilang jika anak itu adalah anaknya.
Baca juga: Romusha di Seberang Lautan
Begitulah cerita rakyat Bagelen yang diceritakan kepada saya oleh salah satu tetua, Saini, beberapa tahun silam. Kisah laki-laki Bagelen yang jadi romusa itu mirip dengan kisah Simin yang diceritakan koran-koran di Negeri Belanda pada 1946, seperti Arnhemsche Courant, 10 Januari 1947, dan Eindhovensch Dagblad, 17 Januari 1947.
Simin tentu tipe orang yang tidak tahu politik tingkat tinggi dalam Perang Dunia II, seperti kebanyakan orang Indonesia di tahun 1940-an. Baginya, perang hanya urusan Belanda dan Jepang.
Di zaman Belanda, Simin hanya petani yang punya rumah dan istri. Orang Jepang pertama yang dilihat Simin adalah penjaga toko di daerahnya. Sebelum Maret 1942, orang Jepang bersikap sopan kepadanya.
Namun, pada 1944 sebuah mobil berhenti dan sejumlah tentara Jepang turun. Kali ini orang Jepang yang tidak sopan. Seorang serdadu meninju wajah Simin karena tidak memberi hormat dan tidak mau menjual rugi buah mangga miliknya kepada tentara Jepang.
Tentara Jepang membawa Simin lalu naik kapal. Ia mengkhawatirkan istrinya. Sampai di tempat tujuan, Simin harus kerja paksa sebagai romusa dengan jatah makan yang kurang sehingga mudah kena penyakit. Ia sempat berpikir akan mati dalam perang itu. Penderitaannya baru berakhir setelah Jepang kalah dalam perang.
Baca juga: Sejarah Garong alias Gabungan Romusha Ngamuk
Tentara Belanda lalu muncul. Simin diberi makanan dan pakaian hingga bisa hidup layak seperti sebelum jadi romusa. Bahkan, ia diberi pekerjaan sebagai jongos alias pelayan di bandara dan kereta api.
Ketika ada berita kemerdekaan Indonesia, Simin termasuk orang yang tidak paham apa arti kata “merdeka.” Ia pun tidak peduli kepada Republik Indonesia. Karena didekati Belanda, laki-laki polos buta politik dan tidak terjangkau agitasi kaum nasionalis ini, akhirnya berada di pihak Belanda. Simin lalu berlatih dan belajar menggunakan senjata. Ia pun menjadi serdadu KNIL.
Bekas romusa yang menjadi serdadu KNIL sebenarnya bukan hal aneh dalam sejarah revolusi 1945–1949. Hal ini terjadi di beberapa kota.
Di Kalimantan Selatan terdapat sebuah kompi militer Belanda yang disebut Kompi X. Kompi ini termasuk kompi yang baru dibentuk tentara KNIL di Kalimantan.
“Kompi X anggotanya adalah orang Indonesia yang terdiri dari mantan anggota KNIL, mantan romusa, mantan polisi, dan orang buangan politik dan aktivis dari Australia,” tulis Ooi Keat Gin dalam Post-War Borneo, 1945–1950: Nationalism, Empire, and State-Building. Sejarah Daerah Kalimantan Selatan menyebut di Kalimantan, romusa dipekerjakan pula untuk membuka hutan dan menjadikannya sawah.
Baca juga: Terowongan Neyama Romusha
Tak hanya di Kalimantan, di Sumatra pun terjadi perekrutan romusa sebagai serdadu KNIL. Di Sumatra Barat, romusa adalah golongan yang dimanfaatkan baik-baik oleh otoritas Belanda. Bredasche Courant, 13 Januari 1947, menyebut para romusa itu berasal dari Jawa. Mereka compang-camping ketika Jepang baru saja kalah.
Letnan A.L. de Boer mengumpulkan para romusa Jawa itu. Ketika orang Belanda merasa terancam oleh orang Padang yang anti-Belanda, Letnan De Boer mendirikan dinas keamanan malam. Bredasche Courant menyebut anggotanya bekas romusa yang dipersenjatai pentungan awalnya.
Kolonel Scholten, salah satu komandan tentara Belanda di Sumatra, akhirnya memberi izin untuk membentuk sebuah kompi KNIL. Satu kompi yang kebanyakan bekas romusa pun terbentuk. Bekas romusa yang tidak tersaring dipekerjakan oleh polisi kota Belanda.
Dengan motto Van Romusha tot Soldaat (dari romusa ke serdadu), seperti dikabarkan Het Dagblad, 12 Juni 1947, dengan kemauan keras dan semangat para romusa itu bisa menjadi prajurit yang baik.
Baca juga: Lobang Maut Saudara Tua
Di Medan, Sumatra Utara juga ada romusa yang jadi serdadu KNIL. Buku Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatera, 1945–1950 menyebut tentara Belanda telah melatih lebih dari seribu bekas romusa dijadikan tentara.
Merekrut bekas romusa, yang kebanyakan buta huruf dan buta politik, tentu lebih mudah bagi tentara Belanda dibanding dengan orang Indonesia terpelajar. Para bekas romusa sederhana dalam berpikir. Mereka lebih ingat siapa yang membuatnya menderita dan siap bekerja kepada mereka yang memberi kehidupan lebih baik.
Sebagai bagian dari sekutu yang membebaskan mereka, Belanda tentu dianggap pahlawan oleh mereka dan pahlawan cenderung akan diikuti. Sementara itu, Belanda bisa mempropagandakan ke para bekas romusa bahwa Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk kolaborator Jepang. Akibatnya, Republik Indonesia terlihat buruk di mata bekas romusa.
Terlepas dari masalah politik, jadi serdadu berarti dapat makan, pakaian, dan uang. Pasca Perang Dunia II ekonomi masih sulit, maka jadi serdadu adalah pilihan tepat bagi laki-laki yang miskin. Tak mengherankan juga jika Belanda punya banyak pasukan dalam KNIL dari kalangan Indonesia asli.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar