Peran Pelaut Jerman dalam Angkatan Laut Republik Indonesia
Sukarno mengangkat pelaut Jerman ini sebagai perwira Angkatan Laut Republik Indonesia dan penasihat utama kemaritiman.
PADA akhir 1963 atau awal 1964, Horst Henry Geerken, wakil perusahaan telekomunikasi Jerman AEG-Telefunken, beberapa kali berdiskusi tentang stasiun pemancar gelombang pendek untuk Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dengan Menteri/Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata. Mengingat Geerken dari Jerman, Martadinata memuji peran seorang pelaut Jerman bagi ALRI, yaitu Kapten August Friedrich Hermann Rosenow. Geerken pun penasaran dengan sosok Rosenow.
Akhirnya, Geerken dapat bertatap muka dengan Rosenow di kapal Hamburg American Line HAPAG yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Acara jamuan makan malam itu dihadiri para perwira senior dari ALRI dan perwakilan sejumlah perusahaan Jerman.
“Saya beruntung menjadi salah satu yang diundang. Rosenow berambut lurus, tubuhnya tinggi kekar dengan wajah lebar, dada bidang, gambaran seorang pelaut sejati. Dia orang yang menyenangkan dan para perwira Indonesia sangat menghormatinya. Petang itu saya mendengar banyak cerita mengenai kisah hidup dan petualangannya yang mengagumkan,” ungkap Geerken dalam bukunya, Jejak Hitler di Indonesia.
Geerken mencatat bahwa Rosenow lahir di Usedom, sebuah pulau di Laut Baltik pada 1892. Dia menjadi perwira di kapal Hamburg American Line HAPAG. Saat pulang kampung pada 1926, dia menemukan jodohnya. Istrinya kemudian menemaninya berlayar sampai Hindia Belanda. Mereka dikaruniai dua putri.
Ketika pecah Perang Dunia I, Rosenow ditahan Belanda di kamp Belawan, Sumatra Utara. Setelah perang berakhir, dia menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda dan mengambil kewarganegaraan Belanda. Dia bekerja sebagai nakhoda di perairan Indonesia sampai Perang Dunia II.
Pada 1940, untuk menghindari masuk kamp interniran, Rosenow mengungsi ke Jepang, sekutu Jerman. Di Jepang, dia menjadi instruktur sekolah tinggi pelayaran milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun). Dua tahun berselang, dia kembali ke Indonesia bersama tentara Jepang.
“Dalam kurun waktu itulah dia sempat bertemu Sukarno dan memberi nasihat dan bantuan. Rosenow antara lain menganjurkan agar Sukarno mendirikan sebuah akademi militer,” kata Geerken. Sukarno menerima usulannya dan akademi militer pertama dibuka di Sarangan, Yogyakarta.
Setelah Indonesia merdeka, Rosenow bergabung dengan pejuang kemerdekaan. Selama perang kemerdekaan, dia menjadi pelatih kadet-kadet di akademi militer. “Sukarno mengangkatnya menjadi perwira di ALRI. Ketika Sukarno menempati Istana Merdeka pada Desember 1949, dia teringat Kapten Rosenow dan mengangkatnya menjadi penasihat utama dalam urusan kemaritiman,” kata Geerken.
Rosenow menyarankan kepada Sukarno agar Indonesia memiliki kapal latih yang dibangun di Jerman untuk mendidik para kadet Indonesia. Pada 1952, dia pergi ke Jerman untuk menjajaki kerjasama dengan H.C. St lcken & Sohn. Galangan kapal ini membangun kapal layar barquentine tiga tiang dengan bayaran karet dan kopra.
Rosenow menjadi penyelia pembangunan kapal itu bersama Kapten Oentoro Koesmardjo, seorang perwira muda ALRI yang kemudian jadi menantunya. Kapal itu memulai pelayaran ke Indonesia pada Juli 1953 dengan nakhoda Rosenow dan Kapten A.F. Hottendorf sebagai mualim. Kapal itu menempuh perlayaran perdana dan berhasil sampai pangkalan ALRI di Surabaya pada 1 Oktober 1953.
Kapal latih itu diberi nama KRI Dewa Ruci atas saran Oentoro Koesmardjo, menantu Rosenow. Upacara pemberian nama dipimpin oleh Laksamana R.S. Subijakto dan sebuah patuh setengah badan Dewa Ruci dipasang di haluan kapal. Pada kesempatan itu pula KRI Dewa Ruci diserah kepada kepada komandan pertamanya, Rosenow, yang pangkatnya dinaikkan menjadi letnan kolonel.
Pada 1964, sebagai Syahbandar Pelabuhan Tanjung Priok, Rosenow bersama Presiden Sukarno melepaskan KRI Dewa Ruci untuk misi keliling dunia pertamanya. Rosenow melakukan tradisi seorang pelaut di atas geladak KRI Dewa Ruci.
“Dia melukai ibu jari tangan kanannya dengan pisau lipat dan darah merah yang mengucur dioleskannya silang-menyilang tiga kali pada pangkal tiang tengah kapal. Sebuah ritual pribadi seorang pelaut sejati,” ungkap Letkol (Purn.) Cornelis Kowaas dalam Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra.
Dua tahun kemudian, Rosenow meninggal dunia. Jenazahnya dikremasi dan abunya dilarung di Selat Sunda. Pada papan nama kehormatan di KRI Dewa Ruci, Rosenow tertulis paling atas sebagai komandan kapal pertama. “Dia sangat dihormati di kalangan maritim Indonesia hingga sekarang,” tandas Geerken.
KRI Dewa Ruci pensiun pada 2013 dan digantikan oleh KRI Bima Suci yang dibangun di galangan kapal Freire Shipyards, Vigo, Spanyol.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar