Patung Kapolri di Museum Polri
Wajah kepolisian sepanjang sejarah ditampilkan di Trunojoyo. Adakah yang luput?
DENGAN menggenggam sebilah tongkat komando, sesosok lelaki gagah berdiri tegap memandang ke arah pusat perbelanjaan Blok M, Jakarta Selatan. Tingginya tiga meter dan berdiri di atas cor beton setinggi dua meter.
“Patung Pak Kanto mulai berada di situ pada era Kapolri Suroyo Bimantoro, masa Presiden Abdurrahman Wahid. Tidak ada yang tahu nama pematungnya,” ujar Tri Winarsih, perwira urusan bidang Museum Polri.
Patung R.S. Soekanto diresmikan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 14 Februari 2001. Pada acara yang sama Gus Dur menobatkan Soekanto sebagai Bapak Kepolisian Indonesia.
Kini, Patung R.S. Soekanto menjadi penanda keberadaan Museum Polri di Jalan Trunojoyo No. 3, Jakarta Selatan.
Bikin Museum
Pada Februari 2009, Kepala Polisi RI (Kapolri) Bambang Hendarso Danuri diajak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Monumen Trikora dan Dwikora di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Tanpa diduga, dia disentil presiden karena Polri tak punya museum, tak seperti tentara.
Bambang resah. Dia bertekad untuk membuat museum. Setelah berbicara dengan jajarannya, dia memutuskan menggandeng Andi Achdian, sejarawan dari Universitas Indonesia, ketua tim pembangunan museum.
“Waktu itu kami ilustrasikan dengan patung Jenderal Sudirman. Pokoknya jika ada patung dengan ikat kepala, baju hangat panjang dan menenteng tongkat, itu pasti Sudirman. Semua orang tahu. Namun jika orang lewat di Jalan Trunojoyo, ada patung polisi gagah berdiri, tak ada yang tahu itu siapa. Ini karena tak terlalu akrab dan tak tahu sejarah polisi,” ujar Andi Achdian.
Baca juga: Soekanto Peletak Dasar Institusi Polri
Sebenarnya Polri pernah punya museum. Pada 1958 Polri memiliki Musium Kriminil Djawatan (MKD) yang berkembang jadi Museum Angkatan Kepolisian. Pengelolaannya berkali-kali pindah tangan. Hingga akhirnya museum dibubarkan dan koleksinya disimpan di gudang Cipinang, Jakarta Timur. Pada 2004, museum dibuka kembali di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, dengan sebagian besar koleksi pindahan dari gudang Cipinang.
“Memang awalnya revitalisasi museum di Akpol Semarang. Tapi kan secara konseptual dan isi tak memadai untuk membuat imaji dan visi baru Polri. Kebanyakan di sana foto-foto,” ujar Andi.
Sesuai keputusan Kapolri, Museum Polri dibangun di Jakarta, menempati bekas gedung Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) dan Interpol. Hampir semua koleksi dari museum di Akpol-Semarang pun dipindahkan ke sana. Kapolri juga mengeluarkan surat edaran kepada seluruh jajarannya untuk mengirimkan benda-benda bersejarah yang pernah digunakan polisi.
“Nah, mulai berdatangan tuh semua benda koleksi. Dari situ, lalu dipilah, mana yang kondisinya masih layak untuk dipamerkan,” ujar Ahmad Fikri, perwira administrasi bidang perawatan Museum Polri.
Di luar koleksi, yang jauh lebih penting, bagaimana mengubur kesan “angker” institusi Polri. Kapolri menekankan, reformasi struktural sudah dilakukan Polri namun reformasi kultural masih menunggu waktu, salah satunya melalui Museum Polri.
Dengan kerja spartan, pembangunan Museum Polri rampung dan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Juli 2009.
Memorabilia
Museum Polri terdiri dari tiga lantai. Saat memasuki lobi museum, pengunjung akan disambut Patung Kemitraan Polisi karya pematung Dolorosa Sinaga. Satu polisi memegang kertas, yang melambangkan pengetahuan. Seorang polisi lain membawa burung merpati, simbol perdamaian dan kemanusiaan. Dan polisi satunya lagi melindungi seorang perempuan dan anak-anak, untuk menunjukkan polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Di sisi kanan lobi terdapat Ruang Sejarah yang menggambarkan sejarah Polri. Sementara di kiri lobi terdapat Ruang Koleksi dan Peristiwa, memamerkan perangkat-perangkat teknologi yang digunakan untuk membantu kerja polisi, dari koper identifikasi sidik jari hingga lie detector.
Baca juga: Jejak Langkah Kapolri Pertama
“Ada beberapa koleksi unik seperti motor sespan milik Peltu Sudomo yang dulu digunakan patroli; kemudian senjata berat yang dihibahkan mantan Kapolri Dibyo Widodo,” ujar Fajar Firdaus, perwira administrasi pengembangan museum Polri.
Masih di lantai satu, terdapat ruang Hall of Fame yang menampilkan kiprah dan sumbangsih Kapolri dari masa ke masa. Disuguhkan pula beberapa benda pribadi serta foto mereka. Lalu ada Ruang Soekanto yang berisi benda-benda peninggalan pendiri Polri tersebut seperti seragam atasan lengan panjang, ikat pinggang, topi pet, sepatu, meja dinas, dan tongkat komando.
Di lantai dua, terdapat beberapa ruang seperti Ruang Simbol dan Kesatuan; Ruang Penegakan Hukum; Ruang Kepahlawanan, Ruang Labfor dan Identifikasi, dan Kid’s Corner.
“Ada koleksi dari Densus (Detasemen Khusus) 88 seperti kacamata teroris dokter Azahari, paspor Imam Samudra, potongan rangka mobil Bom Bali yang sudah dihilangkan nomor rangkanya,” ujar Fajar Firdaus sembari berkeliling. “Ruang Kid’s Corner membuat museum ini mendapat Museum Award tahun 2013.”
Baca juga: Soekanto Kepala Polisi Tanpa Rumah
Ruang Kepahlawanan menampilkan kisah-kisah kepahlawanan dari Inspektur Polisi Mohammad Jasin yang mendeklarasikan Polisi Istimewa Surabaya sebagai polisi Republik Indonesia, R. Soebarkah yang meletakkan pondasi pendidikan polisi, Anton Soedjarwo dalam Operasi Trikora, hingga Aipda K.S. Tubun dan Sukitman dalam Peristiwa 1965. Sementara Ruang Penegakan Hukum menyorot keberhasilan Polri dalam mengungkap kasus-kasus besar, dari kasus bom hingga pembalakan liar.
Di lantai tiga terdapat Ruang Audio Visual, Ruang Pameran Temporer, dan Perpustakaan.
Menurut Andi Achdian, masih ada beberapa hal yang belum terwujud. Misalnya, rencana mengaitkan Museum Polri dengan lapangan depan Mabes. Lapangan itu mulanya akan dijadikan taman kota, namun gagal, sehingga terkesan museum itu berdiri sendiri.
Andi juga mengatakan perlu ada pembenahan agar museum lebih menarik. Keberadaan jalan layang juga bakal mengubah wajah depan museum. “Kan patung tertutup, heli depan tertutup. Padahal ini adalah benda yang masif untuk menarik perhatian,” ujarnya.
Tahun ini, pihak museum akan melakukan revitalisasi dan penataan ulang koleksi. Mereka akan mengirim tim untuk studi banding di Belanda dan Jepang. Dan tentu saja, penambahan koleksi –saat ini hampir 500 barang koleksi– akan terus dilakukan agar wajah polisi dalam bentang sejarah kian utuh.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar