Orang-orang Asing yang Membantu Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Atas nama antipenjajahan, orang-orang asing dari berbagai negara ini ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Selama masa revolusi, bangsa Indonesia tidak berjuang sendiri. Sejarah mencatat, orang-orang asing dari berbagai negara juga turut mendukung, baik secara militer dan politik. Berikut ini orang-orang asing yang membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Jerman
Pasca berakhirnya Perang Dunia II, setidaknya ada dua prajurit Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) dari Kapal Selam U-219 yang bergabung dengan gerilyawan Indonesia: Warner dan Losche. Keduanya lolos dari kamp konsentrasi Sekutu di Pulau Onrust (masuk wilayah Kepulauan Seribu). Mereka kemudian menjadi pelatih militer pada sebuah kesatuan tentara Indonesia di pulau Jawa, tepatnya di perkebunan kopi di Ambarawa. Losche malah gugur dalam suatu kecelakan saat melatih para gerilyawan Republik membuat sejenis pelontar api. (Selengkapnya baca Tentara Jerman dalam Perang Kemerdekaan Indonesia)
Ukraina
Ukraina, negara pertama yang mengusulkan soal Indonesia dibahas di Dewan Keamanan PBB. Adalah Dmitri Manuilsky, ketua utusan Republik Soviet Sosialis Ukraina di PBB yang mengawali pembicaraan mengenai pertikaian Indonesia dan Belanda pada 1946. Dalam setiap sidang, Manuilsky bersikukuh bahwa Indonesia dalam keadaan bahaya. Berkat usulan Manuilsky, sengketa Indonesia-Belanda menjadi sengketa internasional sepenuhnya (a full blown international dispute). (Selengkapnya baca Dari Ukraina untuk Indonesia)
[pages]
Amerika Serikat
Bobby Earl Freeberg, mantan pilot Angkatan Laut Amerika Serikat yang bersimpati terhadap perjuangan Indonesia. Salah satu misi penting yang pernah dilakukan Bob adalah mengirimkan pasukan penerjun ke Kalimantan yang diduduki NICA. Pesawat yang dikemudikan Bob diregistrasi dengan kode RI-002. Bob gugur setelah pesawatnya ditembak pesawat tempur Belanda pada 1 Oktober 1948 di Sumatra Selatan. Misinya saat itu membawa sejumlah uang dan emas untuk membantu gerilya di Sumatra. (Selengkapnya baca Pilot Berhati Lembut)
Selain Bob, ada seorang ahli matematika dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Dirk Jan Struik. Dia adalah pemimpin Komite Amerika untuk Indonesia Merdeka. Di negaranya, Dirk menjadi aktivis antikolonialisme yang berpengaruh. Organisasinya menggerakkan serangkaian aksi demonstrasi yang mengecam agresi militer Belanda terhadap Indonesia pada 1947. (Selengkapnya baca Sejarawan Matematika Amerika Dukung Indonesia Merdeka)
Australia
Perdana Menteri Joseph Benedict Chifley (menjabat 1945-49) adalah salah satu tokoh politik Australia yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Ini ditunjukkan dengan mendukung aksi boikot serikat buruh pelabuhan Australia terhadap kapal-kapal Belanda yang membawa senjata ke Indonesia pasca agresi militer pertama. Menteri Luar Negeri Australia HV. Evatt, memperlihatkan dukungan serupa. Evatt diam-diam membiarkan pemboikotan itu walaupun melanggar undang-undang yang pernah dilaksanakannya ketika menjabat Jaksa Agung.
Di PBB, upaya diplomasi Indonesia didukung Thomas Kingston Critchley. Setelah Belanda melancarkan agresi militer kedua, diplomat Australia itu melaporkan kepada PBB bahwa Republik Indonesia masih eksis dan sanggup melawan. Atas jasanya, Critchley menerima anugrah Bintang Dharma Putra dari pemerintah Indonesia pada 1992. (Selengkapnya baca Politisi Australia Sahabat Indonesia)
[pages]
Jepang
Berpangkat laksamana, Tadashi Maeda menjadi tokoh militer tertinggi Jepang yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Peran terpentingnya ketika mempersilakan dan menjamin keamanan para pemimpin Indonesia merumuskan teks proklamasi di rumahnya. Rumah Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, kini menjadi Museum Naskah Proklamasi. (Selengkapnya baca Maeda Pasang Badan demi Kemerdekaan Indonesia)
Shigeru Ono, salah satu tentara Jepang yang memilih bertahan di Indonesia setelah Jepang menyerah terhadap sekutu. Ono bergerilya dari satu tempat ke tempat lain. Salah satunya, menyerang markas KNIL di Mojokerto pada Juni 1947. (Selengkapnya baca Pejuang Jepang Telah Berpulan)
Ichiki Tatsuo alias Abdul Rachman. Nama Abdul Rachman diberikan oleh Haji Agus Salim ketika Tatsuo menjadi penasihat Divisi Pendidikan Pembela Tanah Air (Peta), sebagai bentuk penghargaan kepadanya. Pada masa perang kemerdekaan, dia memimpin Pasukan Gerilya Istimewa di Semeru, Jawa Timur. Dia gugur di desa Dampit dekat Malang, Jawa Timur, 9 Januari 1949, setelah menerobos desing peluru tentara Belanda untuk mendorong pasukan Indonesia agar menyerang. (Selengkapnya baca Kekecewaan Seorang Jepang)
Seorang perwira intel Jepang, Tomegoro Yoshizumi, turut melibatkan diri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia dikenal dekat dengan Tan Malaka. Yoshizumi gugur pada 10 Agustus 1948 di Blitar, Jawa Timur saat bergerilya. (Selengkapnya baca Intel Negeri Sakura)
India
Tentara India Muslim dalam pasukan Sekutu bertugas melucuti Jepang. Namun, mereka membelot dan berjuang di pihak Indonesia karena mengetahui mayoritas rakyat Indonesia adalah Muslim. Umumnya, para tentara pembelot ini ditampung dalam unit pasukan TNI di Jawa dan Sumatra. Usai revolusi sebagian dari mereka memilih pulang ke India dan sebagian lagi menetap di Indonesia meneruskan berdinas di militer atau kepolisian. (Selengkapnya baca Serdadu India di Barisan Republik Indonesia)
[pages]
Korea
Yang Chill Sung, tentara Korea yang direkrut militer Jepang sebagai gunsok (tentara pembantu) dalam Perang Asia Timur Raya. Dia memeluk agama Islam tatkala tertawan Pasukan Pangeran Papak (PPP) Garut pimpinan Mayor Saoed Moestafa Kosasih pada Maret 1946. Sung kemudian berganti nama: Komarrudin. Sebagai ahli peledak, dia berperan dalam operasi penghancuran jembatan Cimanuk pada 1947 yang menggagalkan upaya Belanda menguasai wilayah Wanaraja. Pada 9 Agustus 1948, Sung alias Komarrudin diringkus dan dieksekusi pasukan buru sergap Belanda. Sebelum peluru menembus kepalanya, dia masih sempat meneriakan pekik “merdeka”. (Selengkapnya baca Gerilyawan Korea di Pihak Indonesia)
Skotlandia
Muriel Stuart Walker, wanita kebangsaan Skotlandia yang dikenal dengan nama Ktut Tantri. Dia merupakan penyiar Radio Pemberontakan yang dipimpin Bung Tomo. Pada saat terjadi serangan Inggris dia berada di palagan. Dari medan peperangan itu, dia menyiarkan jalannya perang ke seluruh Eropa melalui radio tersebut. Simpati dari negara asing pun berdatangan terhadap perjuangan rakyat Surabaya. (Kisah selengkapnya baca di majalah Historia No. 10 Tahun I, 2014, “Misteri Ketoet Tantri”)
[pages]
Tambahkan komentar
Belum ada komentar