Menculik Pacar Westerling
Aksi kejam Westerling dibalas dengan meringkus perempuan yang ditaksirnya. Peristiwa paling menohok hati Westerling selama bertugas di Medan.
Orang-orang Medan pada masa revolusi kemerdekan mengenang sosok Raymond Westerling sebagai seorang algojo, tukang jagal berdarah dingin. Dia selalu bergerak saat malam. Hanya disertai dua atau tiga orang pengawal, Westerling memburu satu persatu pejuang republik. Setelah dieksekusi, mayat mereka dipertontonkan kepada khalayak. Begitulah Westerling menebar teror semasa bertugas di Medan.
“Saya teringat pula akan kisah seorang algojo tentara Belanda bernama Westerling, yang di sekitar Medan melakukan teror pembunuhan,” tutur sastrawan Sitor Situmorang dalam otobiografinya Sitor Situmorang: Seorang Sastrawan 45 Penyair Danau Toba. Sitor mengawali kariernya sebagai jurnalis harian Waspada di Kota Medan.
Kendati hanya sebentar, dari September 1945 hingga pertengahan 1946, aksi Westerling di Medan memakan banyak korban. Pangkatnya masih letnan dan bertugas sebagai perwira intelijen. Sebagai prajurit yang mengenyam pelatihan komando, Westerling menguasai teknik membunuh secara cepat dan senyap. Kemahiran itu diterapkan betul oleh Westerling dalam menjalankan tugasnya di Medan.
Baca juga: Aksi Sadis Westerling di Medan
Herman, mantan anak buah Westerling dalam depot pasukan khusus (DST), dalam wawancara dengan Maarten Hidskes, editor televisi Belanda, mengaku pernah mendengar Westerling memenggal kepala seseorang pemuda laskar di Medan. Sang pemuda dibunuh karena mengacau terhadap pendudukan tentara Sekutu. Setelah nyawanya dihabisi, Westerling meletakkan kepala si laskar di trotoar masjid Sultan Deli.
Meski menjabat kepala intelijen tentara Belanda, Westerling lebih banyak bekerja bagi bagi orang-orang Inggris. Mereka memimpin pasukan Sekutu melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang di Medan. Untuk itulah Westerling kerap kali menjalankan tugas-tugas khusus.
“Pada periode itu Westerling menganggap dirinya sebagai kepala seksi operasional dari kantor intelijen di Medan dan menjalankan pekerjaannya di luar struktur kekuasaan yang formal,” catat Maarten Hidskes dalam Thuis gelooft niemand mij: Zuid-Celebes 1946---1947 (dialihbahasakan dengan judul Di Belanda tak seorang pun mempercayai saya: Korban metode Westerling di Sulawesi Selatan 1946—1947).
Baca juga: Enam Hal Penting tentang Westerling
Anak buah Westerling sama buasnya. Pada suatu hari, seorang Tionghoa ditangkap karena dituduh membocorkan peta pertahanan kamp tentara Inggris. Westerling bertanggung jawab atas interogasi laki-laki itu dan menugaskan pelaksanaannya kepada orang-orang Inggris bawahannya. Selama tiga hari, orang Tionghoa berkali-kali dibikin sengsara. Dia dihajar dengan keras, antara lain dengan tendangan di bawah lambungnya. Dokter yang mendiagnosa menyatakan luka-lukanya sangat parah sehingga harus menjalani pemeriksaan medis.
Westerling sendiri dalam memoarnya Challenge to Terror dengan gamblang menuturkan bagaimana pengalamannya memburu seorang laskar bernama Terakan atau Tarigan. Misi meringkus Tarigan datang dari seorang opsir Inggris Mayor J. Dancey. Sang mayor bahkan menjanjikan sebotol wiski Skotlandia “Black and White” sebagai imbalan. Permintaan itu disanggupi Westerling. Dalam waktu kurang dari sehari, dia mengantarkan kepala Tarigan kehadapan Mayor Dancey pada pertemuan makan malam. Westerling menyimpan kepala Tarigan di dalam kaleng biskuit.
“Aku meraih ke bawah meja, mengeluarkan kepala Terakan dari kaleng biskuit dan menaruhnya di atas meja. Itu merusak makan malamnya (Dancey),” kenang Westerling.
Kesadisan Westerling terdengar ke penjuru kota. Penculikan dan pembunuhan sistematis yang dilakukannya bikin orang-orang ciut nyali. Kendati demikian, niatan untuk membalas perbuatan Westerling tetap eksis di kalangan pejuang. Tentunya agak berbahaya kalau mencokok Westerling secara langsung. Maka, mereka yang dekat dengan Westerling menjadi sasaran pembalasan.
“Jika mereka tidak berani menyerang saya,” imbuh Westerling. Beberapa dari mereka berani sekali menyerang seseorang yang saya sayangi -- dan berhasil.”
Dalam memoarnya, Westerling mengisahkan perkenalannya dengan seorang gadis keturunan campuran. “Wanita menggemaskan yang cantik sekaligus lembut, yang ingin aku jadikan istriku,” kata Westerling. Pada suatu malam, gadis pujaan Westerling itu hilang diculik orang.
Baca juga: Kisah Perburuan Kapten Westerling
Westerling mengerahkan orang-orangnya. Semua informan, mata-mata, dan pengintainya bekerja siang-malam mencari si penculik. Sayangnya, tiada seorang pun yang memberikan petunjuk tentang apa telah terjadi pada si gadis. Westerling tidak menyebutkan siapa nama gadis tersebut.
Bagi Westerling, kehilangan kekasih hatinya itu merupakan suatu ironi. Kehilangan itu terjadi secara menyeluruh, mutlak, dan tanpa jejak pelakunya. Kasus yang membuat hati Westerling begitu terpukul.
“Hingga saat ini, misteri itu masih utuh. Saya masih bergidik memikirkan bagaimana nasibnya,” tutup Westerling dalam memoarnya yang terbit pada 1952.
Setelah mengacau di beberapa daerah di Indonesia, Westerling kembali ke Belanda, menetap di sana hingga akhir hayatnya. Tapi, kisah cintanya tidak berhenti di Medan. Dia menikah tiga kali. Dari pernikahannya itu, lahirnya dua anak perempuan. Meski dikenal sebagai pejuang Belanda di masa perang, Westerling hidup kekurangan di masa tuanya dan jadi pecandu alkohol. Pada 26 November 1987, Westerling wafat di kampung halamannya di Purmerend, dalam usia 68 tahun.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar