Medali Kehormatan Pahlawan Perang Vietnam yang Dipertanyakan
Kisah heroisme di Perang Vietnam yang sempat disangsikan. Diangkat ke layar lebar dengan tajuk The Last Full Measure.
SEIRING hengkangnya mentari dari ufuk barat pada 11 April 1966, situasi kian mencekam. Parameter yang dibuat serdadu Angkatan Darat (AD) Amerika Serikat (AS) mulai jebol. Desingan peluru Viet Cong makin gencar. Bill ‘Pits’ Pitsenbarger (diperankan Jeremy Irvine), paramedis Angkatan Udara (AU) Amerika, memilih turut bertahan dan memanfaatkan upaya evakuasi terakhir dengan helikopter untuk koleganya yang terluka.
Ia turut angkat senjata bersama segelintir pasukan Amerika yang tersisa hingga dini hari 12 April 1966. Saat tim evakuasi Amerika mendatangi lokasi itu lagi esok paginya, mayat-mayat serdadu Amerika bergelimpangan. Pits salah satunya.
Tiga dekade berselang, pengajuan anugerah Medal of Honor –medali kehormatan tertinggi untuk anggota militer AS– untuk mendiang Pits muncul. Tugas me-review sebelum sang pahlawan dianugerahi penghargaan jatuh kepada birokrat Kementerian Pertahanan Amerika di Pentagon Scott Huffman (Sebastian Stan), sebelum penghargaannya diserahterimakan ke Frank Pitsenbarger (Christopher Plummer), ayah mendiang Pits.
Dalam penyelidikannya, Huffman menemukan banyak hal ganjil tentang Operasi Abilene, operasi yang dilancarkan para petinggi militer AS seiring gugurnya Pits dan sejumlah anggota pasukan AD Amerika dari Kompi C, Batalyon II, Resimen Infantri ke-16. Operasi itu menuntun mereka pada Pertempuran Xa Cam My (11-12 April 1966), salah satu pertempuran paling berdarah di Perang Vietnam.
Baca juga: Kisah kurir Perang Dunia I dalam 1917
Jalan Huffman berliku dari saat menyelidiki sejumlah arsip rahasia hingga wawancaranya pada sejumlah veteran Perang Vietnam, mulai dari rekan mendiang Pits maupun mereka yang pernah diselamatkan Pits dalam pertempuran itu. Pits saat itu menyelamatkan 60 anggota Kompi C, di antaranya Ray Mott (Ed Harris), Tully (William Hurt), Jimmy Burr (Peter Fonda), dan Takoda (Samuel L. Jackson).
Begitulah sinopsis film The Last Full Measure karya sutradara Todd Robinson. Premier film berdurasi 110 menit itu sudah tayang di hadapan sejumlah veteran Perang Vietnam di Westhampton Beach, 19 Oktober 2019. Pun begitu, The Last Full Measure baru akan diputar resmi di bioskop-bioskop pada 24 Januari 2020.
The Last Full Measure bukan melulu perang. Lewat film yang terinspirasi dari kisah nyata ini Robinson juga ingin menghadirkan kenyataan meski tetap bakal sarat bumbu dramatisasi. Terutama, tentang mengapa dibutuhkan waktu tiga dekade untuk seorang pahlawan dianugerahi Medal of Honor. Selain itu, konspirasi apa yang membuat namanya begitu lama terpendam dalam lemari arsip Pentagon.
Kecuali Pits, orangtuanya, dan Menteri Angkatan Udara Frederick Whitten Peter (Linus Roache), hampir semua karakter di The Last Full Measure tak dihadirkan dengan identitas tokoh aslinya.
Siapa Bill Pitsenbarger?
Pits lahir di Piqua, Ohio, Amerika pada 8 Juli 1944 dengan nama William Hart Pitsenbarger. Anak semata wayang Frank dan Irene Pitsenbarger ini sejak kecil anak yang tak bisa diam. Malang-melintang di banyak kegiatan olahraga, Pits lalu ingin masuk pasukan elit AD Amerika Green Berets, bahkan sebelum lulus pendidikan setara SMA.
Jelas orangtuanya enggan mendukung. Keinginan Pits masuk militer baru terwujud setelah lulus SMA pada 1962.
Kurator Airmen Memorial Museum William I. Chivalette dan W. Parker Hayes Jr. mengungkap dalam arsipnya, “William H. Pitsenbarger: Air Force Enlisted Hero”, Pits masuk pendidikan dasar AU di Lanud Lackland, Texas. Sebagai calon Air Force Pararescue Jumper (PJ) alias Penerjun Paramedis AU, ia dilatihan menyelam oleh para instruktur Angkatan Laut, terjun payung oleh instruktur AD, dan pelatihan survival AU. Ia lulus pada 14 Juni 1963 dengan pangkat Airman 3rd Class (A3C) – setara prajurit satu.
Pits lantas ditempatkan di Okinawa, Jepang. Penugasan itu tak disenanginya. “Kemudian dia mengajukan permintaan tugas di Vietnam. Setelah disetujui, ia dikirim ke pelatihan survival di iklim tropis di Albrook, Panama selama dua pekan. Sebelum dikirim ke Vietnam, ia pulang ke Piqua dan kemudian pergi untuk tak lagi kembali,” ungkap Chivalette dan Hayes Jr.
Sebelum menemui ajalnya, Pits tercatat sudah melakukan 250 misi tempur/penyelamatan sebagai PJ atau paramedis AU di Detasemen 6, Skuadron Pemulihan AU yang berbasis di Lanud Bien Hoa. Pangkatnya dipromosikan menjadi Airman 1st Class (A1C) atau setara kopral.
“Dia prajurit yang istimewa. Selalu waspada dan siap sedia menjalankan misi apapun. Dia juga pribadi yang periang dan selalu hadir saat dibutuhkan. Dia selalu bisa menyuntik semangat pada orang-orang yang diselamatkannya,” kenang komandan Pits, Mayor Maurice G. Kessler, dikutip Chivalette dan Hayes Jr.
Baca juga: Kudeta Paman Sam di Vietnam
Hari yang nahas itu tiba pada 11 April 1966. Firasat akan kematiannya sudah mencuat beberapa saat sebelum ia ditugaskan di hari itu. “Saya punya perasaan yang buruk tentang misi ini,” kata A2C Roy A. Boudreaux, rekan Pits, menirukan kata-kata sang mendiang, dikutip Edward F. Murphy dalam Vietnam Medal of Honor Heroes.
Hari itu AD Amerika melancarkan Operasi Abilene dengan mengirim 134 serdadu Kompi C, Batalyon II, Resimen ke-16 ke Perkebunan Karet Courtenay di Desa Cam My. Pukul 3 petang waktu setempat, kompi itu diserang penembak-penembak runduk Viet Cong secara sporadis hingga menimbulkan banyak korban.
Sambil membuat parameter pertahanan, mereka meminta evakuasi udara lewat radio. Berangkatlah dua Helikopter HH-43F “Huskies” dengan kode misi “Pedro 97” dan “Pedro 73”. Pits yang mengajukan jadi relawan evakuasi medis, berada di heli Pedro 73 dengan pilot Kapten Harold D. Salem, kopilot Mayor Maurice Kessler yang juga komandannya, serta mekanik A1C Gerald C. Hammond.
Dua heli itu setidaknya melakukan masing-masing tiga kali evakuasi udara bolak-balik dari basis udara mereka ke lokasi penjemputan evakuasi di Desa Cam My. Saat upaya keempat, yang kesulitan dilakukan sendiri oleh pasukan darat gegara kondisi mereka kian terjepit, Pits meminta izin komandannya untuk turun langsung dari heli guna membantu evakuasi.
Pada upaya kelima, Pedro 97 harus diistirahatkan demi mencegah malfungsi heli. Sementara Pedro 73 melakukan penjemputan terakhir. Sialnya, badan heli kena tembakan Viet Cong dan harus segera pergi dari lokasi. Melihat masih banyak pasukan darat yang terluka, Pits memilih menaikkan tiga korban luka terakhir sebelum Pedro 73 harus pulang ke base untuk terakhir kali di hari itu. Pits memilih tetap bersama para pasukan darat yang tersisa dan tak terangkut.
“Sesaat heli pergi, serangan musuh kian intensif. Seraya berlindung dari serangan mortir dan peluru senapan otomatis, dia merawat prajurit yang luka, mencari dan mendistribusikan amunisi dan ikut bertempur menahan Viet Cong. Dia kena tiga tembakan pada malam harinya oleh penembak runduk Viet Cong. Saat jasadnya ditemukan esok harinya, tampak jasadnya memegang senapan di satu tangan dan menggenggam perlengkapan medis di tangan lainnya,” singkap James H. Willbanks dalam America’s Heroes: Medal of Honor Recipients from the Civil War to Afghanistan.
Jenazah Pits dibawa pulang lalu dikebumikan di Permakaman Memorial Park Covington, Ohio. Sejumlah penghargaan, mulai dari Air Force Cross hingga Airman’s Medal, untuk mendiang Pits diterima sang ayah selaku wakilnya.
Namun butuh sekira 34 tahun bagi pengorbanannya untuk dianggap layak mendapatkan Medal of Honor, melalui proses yang teramat panjang dan berliku. Mendiang Pits baru mendapatkannya pada Desember 2000 yang diserahkan langsung oleh Menteri AU Amerika F. Whitten Peters.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar