Luftwaffe Reborn
Usai melatih para pilot tempurnya diam-diam, Adolf Hitler mereformasi Luftwaffe untuk merebut superioritas udara.
PERANG DUNIA II menandai awal pentingnya kekuatan udara sebagai penentu sebuah pertempuran. “Superioritas udara udara adalah ekspresi puncak dari kekuatan militer,” kata Perdana Menteri (PM) Inggris Winston Churcill di masa Perang Dunia II.
Churchill berkaca dari pengalaman ketika Angkatan Udara (AU) Inggris RAF harus adu kuat memperebutkan superioritas udara dengan Luftwaffe, di mana AU Jerman itu reborn tepat hari ini, 26 Februari, pada 90 tahun lampau lewat dekrit yang dikeluarkan Adolf Hitler.
Jika hari ini Rusia dan Amerika Serikat yang bersaing memperebutkan supremasi dan superioritas udara dengan aneka alutsista generasi ke-5, pada 1930-an Inggris dan Jermanlah aktor utama yang berebut kuasa di udara. Jerman di bawah rezim Nazi pimpinan Adolf Hitler sempat mencapainya dengan melahirkan kembali dan mereformasi matra udara meski hanya dalam waktu singkat.
Bermula dari kegelisahan Hitler yang mewarisi Reichswehr, sisa-sisa angkatan bersenjata dari Perang Dunia I yang menyisakan Heer (Angkatan Darat/AD) dan Kriegsmarine (Angkatan Laut/AL), tanpa matra udara. Di antara poin-poin Traktat Versailles 1919 sebagai simbol kekalahan Jerman di Perang Dunia I memaksa Jerman harus membatasi kekuatan angkatan bersenjatanya, baik Heer maupun Kriegsmarine, sejumlah 100 ribu personel saja. AU Kekaisaran Jerman, Luftstreitkräfte, juga harus dibubarkan.
“Terlepas dari masih aktifnya (maskapai sipil) Lufthansa, sempat terdapat rencana klandestin tentang riset dan pengembangan alutsista di bawah penyamaran produksi pesawat sipil. Lalu ketika Hitler mulai berkuasa sejak (Januari) 1933, persenjataan Jerman mulai berkembang secara pesat,” tulis Leonard Baker dan B. F. Cooling dalam artikel “Developments and Lessons Before World War II” yang termaktub dalam buku Case Studies in the Achievement of Air Superiority.
Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman
Tahap pertama yang jadi upaya Hitler mereformasi matra udaranya adalah pendirian Reichskommissariat fur die Luftfahrt (Komisariat bidang Dirgantara) dengan Marsekal Hermann Göring, salah satu kroni terdekat Hitler, jadi reichskommissar-nya pada Februari 1933. Pada 27 April 1933, komisariat itu bertransformasi menjadi satu kementerian besar yang diprioritaskan Hitler, Reichsluftfahrtministerium (RLM/Kementerian Kedirgantaraan), dan tetap di bawah wewenang Göring.
“Selain Göring, Hitler juga menempatkan beberapa kroni lainnya di RLM untuk memastikan bahwa matra udaranya sudah lebih dulu punya dasar politik. RLM juga disponsori maskapai sipil Lufthansa yang menyediakan fasilitas-fasilitas latihan rahasia bagi para pilot, navigator, dan sejumlah perwira lain di RLM,” tambah Baker dan Cooling.
Hampir di waktu yang bersamaan dengan perencanaan pembangunan alutsista Heer dan Kriegsmarine, RLM juga bekerjasama dengan sejumlah industri untuk memulai proyek-proyek pembangunan alutsista udara sebagai tahap kedua reformasi matra udara Hitler. Mereka adalah Bayerische Flugzeugwerke (BFW, kemudian berubah menjadi Messerschmitt AG), Focke-Wulf Flugzeugbau, Heinkel Flugzeugwerke, Henschel und Sohn, Blohm & Voss, Dornier Flugzeugwerke, hingga Junkers Flugzeug- und Motorwerke AG.
Luftwaffe sebagai matra udara Jerman akhirnya reborn via dekrit yang dikeluarkan Hitler pada 26 Februari 1935. Traktat Versailles yang mengikat kekuatan militer Jerman sebelumnya pun dirobek-robek. Pada 16 Maret 1935, Luftwaffe secara resmi tergabung ke dalam angkatan bersenjata Jerman (Wehrmacht) sebagai matra ketiga (udara) di samping Heer dan Kriegsmarine. Isi dekrit itu juga mencakup penunjukan Göring sebagai reichsmarschall yang rangkap jabatan sebagai panglima tertinggi Luftwaffe dan pemimpin RLM.
“Dengan begitu pada 26 Februari 1935 Hitler menitahkan Göring melahirkan kembali matra udara Jerman, Luftwaffe. Meski semua persoalan operasional jadi tanggung jawab komando tinggi Luftwaffe, persoalan desain, riset, pembangunan, produksi, dan pengadaan tetap berada di tangan RLM,” ungkap Daniel Uziel dalam Arming the Luftwaffe: The German Aviation Industry in World War II.
Baca juga: Kala Pesawat Jet Mengudara Perdana
Alhasil, semua tersentralisir di tangan RLM. Kedekatan Göring dengan Hitler juga jadi faktor penting alokasi anggaran negara ke Luftwaffe dan RLM lebih besar ketimbang Heer maupun Kriegsmarine.
Struktur organisasi Luftwaffe juga direformasi. Luftwaffe membagi-bagi luftflotten (unit armada udara) meniru kesatuan-kesatuan AD Jerman, di mana masing-masing luftflotten mengontrol satu area udara dan secara fleksibel bisa mengurangi atau menambah sub-unit masing-masing di dalamnya. Sembari menunggu terkumpulnya para jago udara, Kepala Staf Umum Luftwaffe Generalleutnant Walther Wevel bertanggungjawab menyusun L.Dv.16. Luftkriegfuhrung, semacam doktrin perang udara dengan lima poin utama: pemboman pangkalan musuh, menghancurkan jalur logistik darat (rel, jalan raya, jembatan, terowongan), menyokong formasi AD, menyokong operasi-operasi AL, dan melumpuhkan industri alutsista musuh.
“Sebelum kematiannya pada 1936, Wever merilis Doktrin Perang Udara, di mana Luftwaffe mesti merefleksikan dimensi umum dari strategi besar nasional, termasuk di antaranya merebut dan mempertahankan superioritas udara. Wever menegaskan superioritas udara bisa dipertahankan selama musuh tak memiliki sumber-sumber daya yang besar, bercermin dari trauma Jerman yang dikeroyok musuh-musuhnya (pada PD I),” sambung Baker dan Cooling.
Tak seperti di era Luftstreitkräfte yang pesawat-pesawatnya dicat dan dilukis secara bebas oleh para pilotnya, Luftwaffe sama sekali tak memberi kelonggaran kreativitas itu. Luftwaffe hanya membolehkan warna seragam: abu-abu. Pengenal dan roundel-nya pun diatur dengan ketat. Jika pesawat sipil menggunakan roundel swastika dikelilingi lingkaran merah, semua pesawat Luftwaffe menggunakan insignia berupa Balkenkreuz dan Luftwaffe.
Dengan modal itulah Goring membidik supremasi dan superioritas udara yang ditakuti. Perang Saudara Spanyol (1936-1939) serta Invasi Polandia dan Invasi Prancis (1939-1940) jadi bukti Luftwaffe sebagai tulang punggung yang dapat diandalkan Hitler untuk berkuasa di Eropa meski kemudian kegemilangannya hanya seumur jagung. Keperkasaan Luftwaffe menemui tandingannya di langit Inggris pada Pertempuran Britania (1940).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar