Korban Granat di Front Bandung
Kisah-kisah lucu nan tragis di balik kebrutalan perang di palagan Bandung.
Ketika datang kali pertama pada Oktober 1945, militer Inggris menemukan kenyataan Jawa merupakan medan perang yang panas bak neraka. Perlawanan sangat keras hampir terjadi setiap hari hingga menimbulkan korban yang cukup banyak di kedua pihak.
“Kami seolah tengah masuk ke dalam suatu gudang peluru yang siap meledak,” tulis Letnan Kolonel A.J.F. Doulton dalam The Fighting Cock, The Story of the 23RD Indian Division.
Salah satu palagan yang membuat pasukan Inggris sibuk adalah front Bandung. Di sana, Brigade Infanteri ke-37 pimpinan Brigadir N. Mac Donald mendapatkan perlawanan seru dari para pejuang Indonesia: mulai serangan tak terkoordinasi gaya amuk hingga hujan peluru artileri dan serangan sistematis yang dipandu buku-buku pegangan tentara Jepang.
“Korbannya jangan dibayangkan. Mereka yang merupakan pemenang Perang Dunia II hampir tak berdaya menghadapi orang-orang nekat,” ungkap Letnan Kolonel (Purn) Eddie Soekardi, pimpinan TKR di Jawa Barat pada 1945-1946.
Namun di balik kebrutalan perang di barat Jawa itu, terselip berbagai kisah lucu yang dialami oleh para pejuang Indonesia. Salah satu-nya pengalaman R.J. Rusady W dari Batalyon 33 Pelopor.
Baca juga: Neraka Pasukan Gurkha
Ceritanya, suatu hari Rusady bersama salah seorang kawannya bernama Ridwan, ditugaskan berjaga di perempatan Grote Postweg dan Pangeran Sumedang (sekarang Jalan Asia Afrika dan Jalan Oto Iskandar Dinata.
“Saya saat itu bersama Ridwan berada di belakang tumpukan karung pasir,” kenang Rusady dalam otobiografinya, Tiada Berita dari Bandung Timur.
Saat berjaga itulah, dari arah barat muncul sebuah tank Sherman yang dikendarai oleh beberapa prajurit Gurkha. Melihat itu, Rusady cepat menyiapkan granat tangan bekas milik prajurit KNIL yang beberapa waktu sebelumnya diperoleh pasukannya dari sebuah gudang amunisi tua.
Dalam hitungan detik, tank itu semakin mendekat ke arah Rusady dan Ridwan. Begitu berada dalam jarak lempar, Rusady pun langsung menyambitkannya ke kendaraan tempur baja tersebut. Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Alih-alih mencapai tubuh Sherman itu, granat justru mengenai kawat listrik dan berbalik kembali ke tumpukan pasir tempat kedua prajurit TKR tersebut berlindung.
Glaarrr! Meledaklah granat itu, diikuti rubuhnya Rusady dan Ridwan. Anehnya beberapa saat kemudian, Rusady merasa dia masih hidup. Namun saat siuman dia membayangkan kondisi tubuhnya dan jadi merasa ngeri sendiri.
“Yang terpikir kami pasti berantakan dibuatnya dan tak berani membuka mata,” kenang ayah dari artis Paramitha Rusady itu.
Baca juga: Cerita dari Front Bandung
Yang pertama-tama dilakukan oleh Rusady adalah menggerakan jari-jemari tangannya. Ternyata tak ada rasa sakit sama sekali. Kemudian dia menggerakan jari-jari kaki. Itu pun terasa biasa. Diberanikannya untuk membuka sebelah mata, karena tak berharap melihat pemandangan yang mengerikan dari tubuhnya. Ternyata seluruh tubuhnya normal. Tak ada yang putus atau terlepas sama sekali.
Meskipun merasa aneh, Rusady dan Ridwan langsung bangkit. Mereka betul-betul tidak percaya jika granat yang mental itu tidak menyebabkan luka apapun. Mukjizat Tuhankah ini?
Ternyata belakangan mereka baru tahu jika granat milik KNIL itu memang tidak ditujukan untuk membunuh. Granat tangan tersebut memang jenis yang jika digunakan hanya membuat sasaran hidup menjadi pingsan saja dan dijadikan tawanan.
Hal yang lucu terkait granat juga terjadi dalam pertempuran seru di Jalan Lengkong pada Desember 1945. Menurut Aleh (93), beberapa pejuang Indonesia yang masih buta akan amunisi mesiu, melemparkan beberapa granat tanpa mencabutnya pin-nya terlebih dahulu.
“Akibatnya granat dikembalikan oleh musuh dan meledak hingga menimbulkan korban yang banyak di pihak kita,” ungkap eks pejuang Hizbullah Bandung itu.
Baca juga: Kisah Warung Siluman
Menjadi “korban granat” juga dialami oleh Soleh (92), seorang tukang dagang telur bebek. Suatu ketika seorang yang dikenalnya sangat baik di kota Bandung tetiba menitipkan sejumlah telur bebek yang sudah rapi tertata di keranjang kepadanya. Dia berpesan jika sudah sampai Majalaya, telur-telur itu harus diserahkan ke sebuah warung makan.
Soleh tentu saja tidak keberatan membawa telur-telur bebek itu. Apalagi Si Penitip memberinya upah yang lumayan besar. Tanpa curiga dibawanya telur-telur itu hingga melewati beberapa pos penjagaan serdadu Inggris yang melewatkannya begitu saja.
“Saya memang sering tak diperiksa oleh tentara-tentara itu karena selain saya memang sudah dikenal oleh mereka, beberapa tentara itu juga adalah langganan saya,” tutur Soleh.
Bukan main terkejutnya Soleh setelah sampai di warung itu. Dia baru tahu bahwa di sela-sela telur tersebut ada sejumlah granat tangan yang sengaja dicat mirip warna telur.
“Teu kabayang upami harita Abah digaradah ku Gurkha, tos pasti Abah tinggal ngaran ayeuna (Tidak terbayang jika saya saat itu diperiksa tentara Gurkha, sudah pasti saya tinggal nama saja sekarang),” ujarnya sambil terkekeh.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar