top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Ketika Bendera Belanda Terkoyak

Seperti juga di Surabaya, Si Tiga Warna pun pernah menjadi mangsa para nasionalis muda di Bandung.

Oleh :
15 Okt 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Gedung Denish di Bandung (www.geheugenvannederland.nl

GEDUNG tua di mulut Jalan Braga, Bandung itu masih  berdiri dengan gagahnya. Gaya arsitekturnya yang bercorak art deco masih berwujud tegas dan tak lekang dimakan zaman. Pada ujung masa pemerintah Hindia Belanda, di sinilah Bank DENISH (De Erste Nederlands Indische Spaarkas en Hypotheekbank) memutar roda bisnisnya sehari-hari.


Saat ini, bekas gedung DENISH dipergunakan untuk kantor Bank Jawa Barat Banten (BJBB). Kendati sudah berumur lumayan tua, namun pesonanya masih terpancarkan. Itu dibuktikan dengan masih banyaknya orang yang mengunjunginya. “Terutama para pegiat sejarah kota Bandung,” ujar Hasan Sobirin, koordinator Historical Trip Bandung.


Namun tak banyak orang tahu, Gedung DENISH memiliki kisah sendiri dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.  Beberapa bulan usai proklamasi Indonesia dikumandangkan, di sinilah tempat-nya para pemuda Bandung memamerkan semangat nasionalisme-nya dalam menghadapi kolonialisme Belanda di Indonesia.


“Hari ini orang sudah mulai lupa dan hanya mengetahui bahwa perobekan bendera Belanda hanya terjadi di Hotel Yamato, Surabaya saja,” ujar R.H. Eddie Soekardi, pelaku sejarah sekaligus veteran pejuang Perang Kemerdekaan di Jawa Barat.


Akhir November 1945. Hari belum beranjak siang ketika bendera berwarna merah putih biru dikibarkan secara provokatif oleh sekelompok orang Belanda di puncak Gedung DENISH. Aksi itu kontan menggemparkan kota Bandung dan mengundang ratusan pemuda datang dari berbagai pelosok kota untuk datang ke sana.  Mereka kemudian bergerombol di depan gedung karya arsitek Belanda Albert Frederik Aalbers tersebut.


“Dengan wajah marah, para pemuda berteriak-teriak menuntut penghuni gedung untuk secepatnya menurunkan Tri Warna,” ujar R.H.Eddie Soekardi dalam buku Hari Juang Siliwangi.


Demi menghadapi tuntutan masa pemuda Bandung tersebut, para serdadu Jepang dan Inggris yang berjaga di depan Gedung DENIS malah memperlihatkan sikap menantang. Beberapa di antara mereka, bahkan ada yang menembakkan bedilnya ke udara. Alih-alih menjadi gentar, keberingasan pemuda malah semakin menggila. Bunyi tembakan musuh justru dijadikan isyarat komando untuk menyerbu. Maka terjadilah pertarungan jarak dekat yang begitu brutal.


“Beberapa serdadu Jepang menjadi korban, kepala mereka sebagian dipuntir (dipelintir sekaligus dipatahkan),” ujar Mohamad Endang Karmas, salah seorang pelaku sejarah dalam insiden tersebut


Mengabaikan ancaman peluru yang bersiliweran dan membahana, para pemuda Bandung malah semakin merangsek dan membentuk formasi tempur pula. Seiring terdengarnya teriakan "siap!" dari berbagai penjuru, sekelompok pemuda dari Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bergerak cepat melucuti serdadu-serdadu Jepang dan Inggris yang  bertahan penuh rasa kecut di gerbang utama Gedung DENISH.


Sementara itu, di bawah komando Kapten Husein Wangsaatmadja, sekelompok pelajar SLP (setingkat SMP) yang baru tamat Sekolah Kader Militer di Tegallega, masuk ke dalam gedung. Setelah terlibat perkelahian satu lawan satu dengan serdadu-serdadu Belanda, beberapa di antara mereka langsung naik ke menara gedung, di mana Si Tiga Warna berkibar dengan pongah-nya.


Para serdadu Inggris yang bermarkas di Hotel Savoy Homan (jaraknya hanya beberapa ratus meter dari Gedung DENISH) tentu saja tak tinggal diam melihat kejadian tersebut. Mereka lantas menghadiahi para pemuda dengan peluru-peluru tajam. Tapi dasar pemuda Bandung, bukannya menjadi takut, mereka malah semakin nekat.


Dua pemuda bernama Karmas dan Mulyono berhasil mencapai menara tempat bendera Belanda dikibarkan. Mereka kemudian berusaha menurunkan bendera tersebut. Namun sial, angin terlalu kencang bertiup hingga kabel pengibar menjadi semakin kuat dan liar. Mereka berusaha menjangkau kain bendera namun gagal karena posisinya yang terlampau tinggi.


“ Kumaha yeuh, Mul?!” tanya Karmas sedikit panik  karena tembakan dari arah Hotel Savoy Homan terasa semakin gencar.


“Coba lagi aja !” jawab Mulyono.


Tiba-tiba datang ide di kepala Karmas. Sambil memegang ujung bendera yang saat itu tengah terkulai, Karmas menghunus bayonetnya. Ditopang bahu Mulyono yang ia pijak, Karmas lantas mencabik-cabik bagian warna biru Si Tiga Warna hingga serpihan-serpihan kainnya jatuh dan bertebaran di Jalan Braga.


Setelah merasa cukup mengoyak bendera milik musuhnya itu, kedua anak muda itu lantas meneriakkan kata "merdeka" berkali-kali, mereka lantas turun dan langsung menghilang di lorong-lorong Jalan Naripan. Koyaknya bagian warna biru itu,  menyebabkan Si Tiga Warna yang masih berkibar  terlihat sebagai Sang Merah Putih, bendera Republik Indonesia.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
bottom of page