Kado Pemuda untuk Belanda di Bulan Puasa
Organisasi pemuda gerilya di dalam kota membangun sel dalam KNIL. Memberi kado saat ulang tahun pertama agresi militer Belanda.
Belanda melancarkan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947 ketika umat Islam sedang puasa Ramadan 1366 Hijriyah. Setahun kemudian, pada 21 Juli 1948, tepat pada hari ulang tahun agresi militer Belanda yang juga pada bulan Ramadan 1367 Hijriyah, terjadi peristiwa menggemparkan, yaitu pelemparan granat di dekat bioskop Rex di Senen, Jakarta.
Kira-kira pukul 22.00 WIB seseorang berjalan di Kramatplein, diikuti oleh dua orang di belakangnya. Atas petunjuk kedua orang itu, dia melemparkan granat ke arah kedai kopi yang terletak di persimpangan jalan. Granat mengenai meja, jatuh lalu meledak.
Di antara orang yang sedang minum-minum di sana, lima orang serdadu KL (Koninklijk Leger atau Tentara Kerajaan Belanda) dan lima orang preman terkena pecahan granat dan menderita luka-luka. Dua serdadu yang luka berat dibawa ke rumah sakit, yang lainnya bisa langsung pulang ke tangsi. Di antara preman itu, seorang Indonesia dan seorang Tionghoa juga luka parah, yang lainnya, seorang Indonesia, seorang Tionghoa, dan seorang Belanda luka ringan.
Baca juga: Bulan Puasa di Bawah Agresi Militer Belanda
Polisi segera datang untuk melakukan pemeriksaan. Polisi militer dan sepasukan dari basis komando kemudian menggerebek pemuda di mana-mana. Mereka menangkap 32 orang. Atas petunjuk salah seorang yang ditangkap, dilakukan penggeledahan di rumah salah seorang yang mereka tangkap itu. Di sini ditemukan dua buah granat tangan merek Mill’s 36, jenisnya sama dengan yang dilemparkan di kedai kopi. Ternyata, di antara 32 orang yang ditangkap itu terdapat pelaku pelemparan granat. Dia mengakui perbuatannya setelah pemeriksaan yang lama.
A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, menyebutkan bahwa koran-koran Belanda menuduh yang berbuat itu adalah TNI dari Yogyakarta, seperti dengan tegas dikatakan oleh Het Dagblad. Dikatakan pula bahwa pelempar granat itu berpakaian seragam tentara Belanda dengan memakai pet berlambang singa seperti yang dipakai KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda). Dia bernama Jumingan bin Surokromo, seorang anggota Arbeiderscompagnie di Berelaan.
Baca juga: Pertempuran di Bulan Ramadan
Organisasi yang bertanggung jawab atas pelemparan granat itu bernama Pusat Organisasi Siasat Rahasia (POSAR 9) yang dipimpin oleh Suhadono bin Utomo yang memakai nama samaran Yudo. Dia berhubungan dengan Salendu dkk. di Cipinang dan Usman Sumantri dari SP 88 (Satoean Pemberontak).
“POSAR 9 adalah salah satu organisasi gerilya di dalam kota yang mengganggu Belanda dari belakang. Mereka telah membentuk sel-sel dalam KNIL. Mereka mempunyai antara lain ‘fonds Lebaran’ dan sanggup membeli senjata-senjata,” tulis Nasution.
Beberapa waktu setelah pelemparan granat itu, polisi menyita sepucuk mitraliur (senapan mesin) dan stengun dari Mukri, anggota POSAR 9 di Tanah Abang.
Pemimpin aksi peggranatan itu adalah Suwagi bin Utomo, seorang serdadu pada Militaire Luchtvaart (Angkatan Udara Hindia Belanda). Anggotanya Sutadi dari Alg. Bewakingscompagnie (kompi pengawal) yang aktif dalam “fonds Lebaran” , Tiron, dan Sukaman yang juga anggota KNIL.
Baca juga: Kegagalan Slamet Riyadi di Bulan Ramadan
Pengadilan Negeri yang diketuai oleh Cohen (mungkin Mr. Cohen Stuart) menjatuhkan hukuman mati kepada Yudo, Suwagi, dan Jumingan. Sedangkan anggotanya: Sukaman bin Wongsotaruno dihukum 9 tahun penjara, Darmowarsito bin Singodikromo (5 tahun), Tiron bin Gugis (13 tahun), Darmoraharjo bin Marsudiyono (9 tahun), Laso bin Makasaran (2 tahun), dan J. Harianya (9 tahun).
“Pembela Mr. Mohd. Syah menerima hukuman penjara itu, tetapi menolak hukuman mati, mengingat latar belakangnya adalah politik, dan membandingkannya dengan kaum partisan di Eropa yang di mana-mana justru disanjung-sanjung,” tulis Nasution.
Namun, hakim Cohen menolak kasus itu sebagai kasus politik. Menurutnya, perbuatan tersebut adalah tindak kriminal.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar