John Lie di Kapal Sekutu
John Lie berada di Timur Tengah ketika Jepang menduduki Indonesia. Dia menjadi awak kapal Sekutu.
Lie Tjeng Tjoan pernah sekolah di Hollandsch Inlandsch School (HIS) di kota Manado, Sulawesi Utara. Laki-laki kelahiran 21 Maret 1911 itu tak menghabiskan sebagian besar hidupnya di toko. Tapi sebagian masa mudanya dihabiskan di laut. Ketika usianya belum genap 20 tahun, dia sudah meninggalkan Manado dan sempat jadi buruh pelabuhan sebelum melamar jadi pelaut.
“Terjun dalam dunia pelaut bukan karena asuhan keluarga, tapi karena keinginan sendiri. Ia menjadi pelaut pada 1929 sewaktu berumur 18 tahun karena tekanan penghidupan dan didorong oleh kemauannya sendiri,” tulis M. Nursam dalam Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi: Biografi Laksamana Muda John Lie.
Baca juga: Si Penyelundup yang Humanis
Laki-laki yang dikenal sebagai John Lie ini kemudian bekerja di maskapai pelayaran NV Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) milik Belanda. Setelah bekerja lebih dari sepuluh tahun, kariernya terbilang naik.
“Saya memang sudah bekerja di KPM sejak tahun 1929 sebagai kelasi di dek. Nah, pada bulan Februari tahun 1942, saya sedang berada di Pelabuhan Cilacap, di atas kapal tua dari KPM yang bernama MV Tosari, sebagai Stuurman Klein Vaart,” kata John Lie seperti dikutip Nursam. Stuurman Klein Vaart artinya kira-kira juru mudi muda.
Waktu itu, kapal motor Tosari berisi muatan karet untuk dikirim ke luar negeri. Mulanya muatan itu hendak dikirim ke Australia, namun dalam perjalanan Tosari mendapat perintah untuk mengirim muatan itu ke Sri Lanka. John Lie termasuk salah satu awak kapal yang ikut ke Sri Lanka. Ketika mereka berada di sana, Jepang telah menduduki Hindia Belanda.
“Kami tiba di Colombo dengan selamat, kemudian kami menuju Bombay untuk membongkar muatan, menambah bahan bakar menuju pangkalan Angkatan Laut Inggris (British Royal Navy Base) yang terkenal dengan nama Koramshar,” kata John Lie dalam Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan IV. Koramshar berada di sekitar Iran, Timur Tengah. Tempat yang sangat jauh dari Manado.
Sesampainya di pangkalan Angkatan Laut Inggris, John Lie dan kawan-kawan malah dipekerjakan sebagai awak kapal yang bertugas mengangkut logistik tentara Sekutu. Dia pun menjadi bagian dari kesatuan kapal logistik dalam komando pasukan Sekutu selama Perang Dunia II. Itu bukan tugas mudah karena kapal selam Jerman U-Boat dengan torpedo mautnya mengintai kapal-kapal musuh.
Sebagai orang sipil yang menjadi bagian dari militer Sekutu –mirip Benjamin Button dkk. dalam film The Curious Case of Benjamin Button (2008), John Lie dan kawan-kawan mendapat pelatihan perang, seperti taktik perang laut, administrasi prosedur pengapalan barang, sistem komunikasi morse, pengetahuan ranjau laut, bongkar pasang senjata dan keahlian militer lainnya.
John Lie bertugas di kapal militer Sekutu dari 1942 hingga 1944. Di Timur Tengah itu, dia dibaptis sebagai Kristen di Sungai Jordan. Kelak, dengan kekuatan keyakinan itu dia menembus blokade Belanda.
Baca juga: Propaganda Sekutu di Indonesia
Setelah Perang Dunia II selesai, John Lie kembali ke Indonesia melalui Singapura. Berangkat dari Singapura ke Jakarta pada April 1946, dia menumpang kapal Ophir. Ketika dia pulang keadaan sudah berubah. Indonesia bukan lagi Hindia Belanda, tapi Republik Indonesia.
John Lie kemudian bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Mula-mula dia jadi kelasi kelas tiga, tapi setelah orang tahu pengalamannya, dia diangkat menjadi Mayor ALRI.
John Lie dikenal sebagai kapten kapal penyelundup legendaris bernama The Outlaw. Setelah 1950, John Lie yang bernama Jahja Daniel Dharma bertugas di ALRI hingga menjadi Laksamana Muda. Dia meninggal dunia pada 27 Agustus 1988. Pemerintah menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada 2009.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar