Jenderal yang Ditolak Jadi KSAD
Meski sudah minta berhenti, jenderal ini dipaksakan menjadi KSAD. Diboikot para perwira tinggi AD.
Datanglah kiriman granat tangan kepada rombongan tentara Republik Indonesia di Mangunjaya, Sumatra Selatan. Kala itu, senjata buatan sendiri dari kalangan Republik, masih belum dipercaya. Kolonel Bambang Utojo pun turun tangan untuk mencoba granat lokal itu.
Menurut buku Sejarah TNI-AD, 1945–1973: Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, granat itu dibuat jelang berakhirnya Agresi Militer Belanda pertama pada 1947 dan Bambang Utojo sendiri terlibat dalam pembuatannya.
Ketika granat itu berada dalam genggaman Bambang Utojo dan belum dilemparkan ke sasaran, granat itu meledak di tangan. Tangan kanan Bambang Utojo pun harus diamputasi oleh dr. Ibnu Sutowo.
“Saya berusaha mengoperasi sebaik mungkin, sesuai ketentuan-ketentuan dalam ilmu kedokteran. Tetapi entah bagi Pak Bambang saya tidak bisa membayangkan penderitaan yang dialaminya,” kata Ibnu Sutowo dalam Ibnu Sutowo: Saatnya Saya Bercerita.
Baca juga: Operasi Darurat Dokter Ibnu Sutowo
Setelahnya Bambang Utojo melatih tangan kirinya untuk menulis dan terus memimpin pasukan dengan tangan kanan yang tidak normal.
Bekas klerk analis di Bataafsche Petroleum Maatschapij (BPM) Plaju ini pernah memimpin Divisi Garuda Merah. Menurut buku Kami Perkenalkan, jebolan SMP MULO zaman Hindia Belanda ini pernah dilatih menjadi perwira di zaman Jepang dalam gyugun Sumatra.
Sambil menahan rasa sakitnya, Bambang Utojo mencoba bertahan di militer. Rasa sakit di tangannya masih terasa setelah enam tahun peristiwa ledakan granat itu. Dari Maret 1950 hingga September 1952, ia menjabat Panglima Tentara dan Teritorium II Sumatra Selatan (Sriwidjaja).
Meski Bambang Utojo sudah minta berhenti pada September 1952, namun politik dalam parlemen mencampuri hidupnya. Ia dijadikan lagi sebagai panglima di Sumatra Selatan. Ia sempat pula menjadi anggota Mahkamah Tentara Agung.
Baca juga: Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia
Pada pertengahan 1955, Bambang Utojo ditawari menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Ia lalu pergi ke Jakarta mendatangi pejabat KSAD yang dipegang Zulkifli Lubis.
“Saya ditawari oleh A.K. Gani untuk jadi KSAD. Tapi saya tidak bisa menerimanya, Kolonel. Tidak mungkin,” kata Bambang Utojo kepada Zulkifli Lubis dalam majalah Tempo, 29 Juli 1989. Bahkan, Bambang Utojo mengatakan tidak bisa menerima jabatan itu.
Zulkifli Lubis melihat Kabinet Ali Sastroamidjojo yang sedang berkuasa menolak menaati Piagam Yogya. “Di situ disebutkan orang yang sehat badan dan pikiran dan sehat wataknya. Dan berpengalaman,” kata Zulkifli Lubis.
Zulkifli Lubis dan kawan-kawan satu pandangan menganggap Ali Sastroamidjojo dan Iwa Kusumasumatri telah memaksakan Bambang Utojo menjadi KSAD. Sehingga banyak yang tidak setuju dengan pengangkatan Bambang Utojo.
Baca juga: KSAD Bambang Sugeng Disetop Polisi
Bambang Utojo sendiri tidak merasa dirinya sehat. Ini bukan hanya perkara tangannya yang jadi korban granat lokal, tapi ada penyakit lain lagi. Ia sudah minta berhenti untuk pensiun karena sakit gula. “Ia buat surat resmi minta berhenti, karena tidak tahan dengan penyakitnya itu,” kata Zulkifli Lubis.
Namun, Bambang Utojo tetap dilantik menjadi KSAD. Sebagian perwira Angkatan Darat memboikot acara pelantikannya. Bahkan, Zulkifli Lubis juga tidak hadir dalam acara itu. Acara serah terima pun terganggu.
“Pada waktu pelantikan KSAD Bambang Utojo bulan Juli 1955 di Istana Negara tidak dihadiri oleh sebagian perwira Angkatan Darat. Musik yang biasanya dilakukan musik Garnisun Jakarta Raya, terpaksa dilakukan korps musik Pemadam Kebakaran,” kata Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno, 1945–1967.
Tak heran jika Bambang Utojo kemudian minta berhenti. Ia hanya menjabat KSAD sampai Oktober 1955. Jabatan KSAD kemudian kembali ke A.H. Nasution. Bambang Utojo pun tak lagi berkarier di militer. Ia pensiun dengan pangkat terakhir Jenderal Mayor.
Bambang Utojo sempat menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Korps Cacad Veteran. Kemudian pada 1978 ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Ia tutup usia pada 4 Juli 1980.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar