Israel Nyaris Tenggelamkan Kapal Angkatan Laut AS
Salah deteksi kapal USS Liberty sebagai kapal logistik Mesir, Israel menyerang kapal AL AS itu hingga nyaris tenggelam.
RABU (8 Juni 1967) pagi yang tenang di geladak kapal riset dan intelijen maritim AL AS USS Liberty seketika berubah mencekam ketika “tamu tak dikenal” mendekatinya. “Sesaat sebelum pukul 09.00 (waktu setempat), dua pesawat jet bermesin tunggal dan bersayap delta, mengorbit dekat Liberty tiga kali pada posisi 31-27Utara, 34-00Timur. Ketinggian pesawat diperkirakan 5.000 kaki, berjarak sekitar dua mil. Liberty memberitahu Komando atasannya, Armada Keenam dan yang lainnya tentang pengintaian ini, dan menyatakan bahwa identifikasi tidak diketahui dan belum ada laporan penguat yang akan diajukan,” tulis William D. Gerhard dalam Attack on the USS Liberty.
Laut tempat Liberty berlayar itu, 13 mil lepas pantai Semenanjung Sinai, Mesir, merupakan area pertempuran pihak Israel dan pihak negara-negara Arab dalam Perang Enam Hari. Saat itu perang tersebut memasuki hari ketiga. Meski AS menyatakan netral dalam perang tersebut, negeri “Paman Sam” tetap berkepentingan terhadap daerah itu sehingga mengirim Liberty untuk melakukan misi pengumpulan sinyal intelijen.
“Washington menghabiskan pagi 8 Juni seperti hari-hari sebelumnya, memantau perang dari jarak aman,” tulis Michael B. Oren dalam Six Days of War: June 1967 and the Making of the Modern Middle East.
Liberty yang mondar-mandir antara Al-Arish dan Port Said itu berlayar sendirian. Permintaan pengawalan menggunakan kapal perusak (destroyer) yang diminta Komandan Liberty William L McGonagle, ditolak Panglima Armada ke-6, berbasis di Mediterania, Laksamana William Martin. Menurut Martin, semua atribut yang dimiliki cukup untuk menunjukkan Liberty sebagai kapal AS dan jalur pelayaran yang digunakan Liberty merupakan perairan internasional. Dengan dua indikator tersebut, Liberty dianggapnya cukup aman dari penargetan serangan pihak-pihak yang berperang. Alhasil, Liberty mesti berlayar sendiri di jalur lalu lintas niaga internasional yang sebetulnya telah ditutup oleh Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser sejak perang pecah.
Baca juga: Mesir dan Kemerdekaan Indonesia
Pelayaran Liberty akhirnya mencurigakan pihak Israel. Selain karena Liberty tak memberitahukan keberadaannya, perwakilan AS di Israel juga tak pernah memberitahukan keberadaan kapal itu. Padahal saat hari pertama perang, Panglima AU Israel Jenderal Yitzhak Rabin memberitahu atase AL AS di Tel Aviv Ernest Carl Castle agar AS mengevakuasi semua kepentingannya dari wilayah pertempuran atau minimal memberitahukan keberadaan kapal-kapalnya di area itu.
Maka setelah beberapa penerbangan pengintaian dilakukan AL Israel sejak pagi 8 Juni, Markas AL Israel di Haifa menandai Liberty dengan titik merah alias kapal tak dikenal. Kecurigaan Israel makin besar lantaran dari semua misi pengintaian yang dibuatnya tak satu pun pilot melaporkan telah melihat bendera Amerika berukuran lima kali delapan kaki berkibar di Liberty.
Misi pengintaian Israel itu jelas diketahui para awak Liberty. Pesawat-pesawat Israel itu bahkan bisa diidentifikasi dengan jelas. Namun para awak Liberty tak menaruh curiga karena mengira pesawat-pesawat Israel itu sedang mencari kapal selam Mesir yang belum lama melintas dekat Liberty.
Para awak Liberty, termasuk Komandan McGonagle, tak pernah tahu hari itu merupakan jadwal Israel melancarkan operasi pengamanan pantainya. Misi itu hanya diketahui oleh Atase AL Castle, yang diberitahu Rabin beberapa saat sebelum operasi itu dimulai. Dalam pemberitahuan itu, Rabin menyarankan Castle agar AS memindahkan semua kapalnya dari perairan sebelum operasi dimulai, sebab semua kapal tak dikenal yang berlayar lebih dari 20 knot –kecepatan yang saat itu hanya bisa dijangkau oleh kapal perang– akan dimusnahkan. Peberitahuan Rabin itu tidak sampai ke awak Liberty.
Ketika sebuah ledakan besar mengguncang pesisir Al-Arish pukul 11.26 waktu setempat, Israel mengganggapnya sebagai serangan pasukan Mesir terhadap pasukannya di darat sebagai pendahuluan bagi pendaratan pasukan amfibi Mesir. Israel meresponnya dengan mengirimkan tiga kapal torpedo dari Skadron 914, yang disandikan Pagoda, ke lokasi pada pukul 12.05.
Celakanya, ke tempat itulah Liberty melanjutkan pelayarannya. Pukul 13.41, Aharon Yifrah, perwira informasi tempur di kapal T-204 Skuadron Pagoda, memberitahu Komandan Moshe Oren atasannya bahwa sebuah kapal tak dikenal terlihat di 22 mil timur-laut dari Al Arish. Kecepatan kapal itu, kata Yifrah, 30 knot dan bergerak ke arah Mesir. Informasi itu, tulis Michael B. Oren, “membuat Oren menyimpulkan bahwa ini adalah kapal musuh yang melarikan diri ke pelabuhan asalnya setelah menembaki posisi Israel.”
Tiga kapal torpedo AL Israel pun memburu Liberty. Pemburu Liberty bertambah setelah kepala Operasi AL Israel meminta dukungan udara kepada AU Israel, yang menindaklanjutinya dengan mengirim dua pesawat tempur Mirage III. Menjelang pukul 14.00, jet-jet tempur Israel telah mendapati posisi Liberty. Sepanjang komunikasinya dengan kapal-kapal Skuadron Pagoda, para pilot jet tempur Israel terus mengidentifikasi Liberty untuk mendapatkan kepastian ia bukan kapal Soviet atau kapal Amerika.
Para petugas di kapal-kapal torpedo Israel menyimpulkan, kapal buruan mereka merupakan kapal logistik Mesir El Quseir. Sementara itu, kata Oren, “(Iftah, red.) Spector (salah satu pilot AU Israel) mendapati kapal (buruannya) dan mengidentifikasinya pada ketinggian 3.000 kaki. Yang dilihatnya ‘sebuah kapal militer, kapal perang abu-abu dengan empat senapan, dengan haluan mengarah ke Port Said ... [dan] satu tiang berikut satu cerobong asap.’ Terlepas dari beberapa ‘huruf hitam’ di lambung, kapal itu tidak punya tanda-tanda lain. Deknya tidak dicat dengan salib biru dan putih yang membedakan semua kapal Israel. Pilot menyimpulkan bahwa ini adalah "Z", atau perusak kelas Hunt (destroyer Mesir buatan Inggris), dan karena pesawatnya hanya dipersenjatai dengan kanon, ia meminta jet tambahan yang sarat dengan bom besi.”
Di geladak Liberty, para awak baru saja menyelesaikan latihan penanganan serangan kimia yang rutin digelar sejak bulan sebelumnya. Karena status kesiapan ditetapkan pada Mode 3, di empat senapan mesin kalibaer 50 yang dimiliki Liberty pun diisi kru yang bersiaga. Para kru lain juga bersiaga memasok amunisi untuk senjata-senjata lainnya.
Pada saat itulah dua Mirage III Israel menurunkan ketinggian dan mendekati Liberty. Komandan McGonagle terus mengamatinya dari jembatan Liberty menggunakan binokular. “Komandan McGonagle mengamati sebuah pesawat jet bermesin tunggal yang tampak serupa, jika tidak identik, dengan yang terlihat sebelumnya pada hari itu. Dengan sebuah pesawat yang diamati lewat teropongnya, komandan tak menyadari ada pesawat kedua yang melintas dari sisi kiri untuk meluncurkan roket yang diarahkan ke jembatan. Ketika roket itu meledak dua tingkat di bawah jembatannya, McGonagle memerintahkan agar sirene dibunyikan,” tulis Gerhard.
Setelah meroket Liberty, Mirage-Mirage Israel itu memberondong kapal nahas itu. Badan Liberty langsung dipenuhi ratusan lubang dan tong bahan bakar di geladaknya meledak akibat berondongan itu. "Adegan di Liberty adalah neraka. Orang-orang dengan luka bakar mengerikan, tubuh mereka terkoyak pecahan peluru, berebut ke ruang tunggu ke ruang kecil yang telah diubah menjadi rumah sakit darurat. Para pelaut berbadan sehat lainnya dengan panik membakar kertas-kertas rahasia dan mengibarkan bendera besar Amerika, untuk menggantikan bendera angkatan laut asli yang telah rusak ditembak. Tak satu pun dari mereka yang tahu siapa penyerang itu. Kebanyakan mengira mereka pesawat-pesawat MiG Mesir," tulis Oren.
Sembilan awak Liberty tewas seketika –versi lain menyebut 8– dan 75 lainnya luka-luka, beberapa di antaranya kemudian tewas karena luka terlalu parah. Komandan McGonagle sendiri tertembak lengan dan paha kanannya. Alih-alih menerima perawatan medis di ruang pengobatan, McGonagle memilih untuk melanjutkan tugasnya dengan memerintahkan para kru senjata melakukan tembakan balasan. Dia lalu mengirim kawat ke Armada ke-6 agar segera mengirim bantuan karena kapalnya diserang.
Tembakan balasan Liberty membuat kapal-kapal torpedo Israel balik menembak. Tembakan kanonnya langsung menewaskan juru mudi Liberty. Beberapa saat kemudian, lime torpedo dilepaskan kapal-kapal Israel. Satu di antaranya langsung menembus sisi kanan bangunan utama Liberty dan menghancurkan ruang penelitian. Dua puluh lima prajurit, mayoritas dari bagian intelijen, langsung tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat torpedo itu.
Para pilot dan pelaut Israel lalu dibuat heran. Selain sejak awal kapal buruannya tak pernah memberi respon, tembakan balasan pun hanya sebentar dan berhenti sejak torpedo dilepaskan. Mereka akhirnya dibuat kaget ketika salah satu sekoci Liberty yang mereka sergap ternyata menampilkan tanda AL AS. Pukul 15.30 semua personil Israel akhirnya sadar melakukan serangan ke target yang salah, yakni kapal AL AS.
Berita salah serang itu akhirnya sampai ke markas besar militer Israel. Israel langsung mengirimkan permintaan maaf kepada Amerika melalui Castle, yang meneruskannya ke Armada ke-6 untuk kemudian diteruskan ke Washington –yang diterima Presiden Lyndon Johnson hampir dua jam kemudian.
Baca juga: Saat Pesawat Sipil Dihantam Misil
“Saya harus akui perasaan saya campur aduk tentang berita tersebut – penyesalan mendalam karena telah menyerang sahabat-sahabat sendiri dan perasaan amat lega bahwa kapal yang diserang itu bukan kapal Soviet,” kata Rabin.
Permintaan maaf itu membuat Laksamana Martin memanggil pulang pesawat-pesawat tempur AS yang diterbangkan dari kapal induk USS America untuk memberi bantuan pada Liberty. Pukul 17.05, Liberty yang hampir tenggelam akhirnya terhuyung-huyung melanjutkan pelayaran menuju Malta dengan 34 awak yang tewas dan 171 terluka di dalamnya.
Meski awalnya membuat semua pihak AS marah, Presiden Johnson akhirnya setuju dengan tawaran Israel berupa pembayaran kompensasi. Sebanyak 12 juta dolar uang kompensasi akhirnya dibayarkan Israel kepada keluarga para korban. Jonhson lalu membiarkan penyelesaian insiden itu dengan memfokuskan perhatian ke tempat-tempat lain seperti Vietnam, membuat selubung misteri Insiden USS Liberty masih belum terbuka seluruhnya meski berbagai investigasi, termasuk yang dibuat AL AS dan pemerintah Israel, telah diselesaikan beberapa tahun kemudian.
“Tuduhan paling tersebar luas menyatakan bahwa Israel –khusunya Menhan Mose Dayan – menginginkan agar Liberty dimusnahkan untuk menyembunyikan persiapan penyerangan ke Suriah,” tulis Michael B. Oren.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar