Gas Air Mata Awalnya untuk Perang
Gas air mata pertama kali digunakan dalam perang. Masih digunakan untuk membubarkan demonstran.
Demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR RI pecah Selasa, 24 September 2019 sore. Mahasiswa menuntut dibatalkannya RUU KUHP yang dinilai mengancam demokrasi. Selain itu demonstran juga menuntut DPR agar membatalkan RUU KPK serta mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Massa yang telah memenuhi jalan tol dalam kota disemprot dengan meriam air oleh aparat dari arah gerbang DPR. Karena tak kunjung mundur, aparat mulai menembakkan gas air mata. Sontak massa mundur ke berbagai arah.
Menurut laporan kompas.com, sejumlah mahasiswa sesak napas dan pingsan karena gas air mata. Hingga malam hari, gas air mata masih terus digunakan aparat untuk membubarkan massa yang masih berada di sekitar lokasi hingga Stasiun Palmerah.
Dalam banyak peristiwa, gas air mata cukup ampuh untuk membubarkan massa. Gas air mata (chloroacetophenone, disingkat CN) dan gas air mata super (o-chlorobenzylidenemalononitrile, disingkat CS) adalah dua jenis gas yang sering digunakan.
Baca juga: Reformasi atau Mati
Menurut Sarah Bridger dalam Scientists at War, bahan-bahan kimia itu bisa dikemas menjadi granat dan disemprotkan sebagai aerosol untuk menciptakan awan gas. CN berbau harum yang mengakibatkan iritasi hebat pada mata, kulit, dan saluran pernapasan selama beberapa menit. Efek CS serupa tapi berlangsung lima kali lebih lama dan juga dapat menyebabkan mual.
Sarah menyebut, CN awalnya dikembangkan ketika Perang Dunia I. Sementara CS ditemukan di Amerika Serikat pada 1928 dan disempurnakan sebagai senjata oleh para peneliti Inggris pada 1950-an.
Sebelum itu, menurut Kim Coleman dalam A History of Chemical Warfare, antara tahun 1915 dan 1918, hampir setiap bahan kimia berbahaya yang diketahui dipilah di industri kimia sebagai senjata. Hal ini juga dilakukan selama Perang Dunia II, meskipun tidak pernah digunakan dalam operasi militer.
Pada 1916, pasukan Jerman menembakkan sekitar 2.000 peluru gas air mata ke pertahanan parit Prancis yang luas di dekat Verdun. Pengeboman besar-besaran itu berhasil menangkap 2400 orang Prancis yang dibutakan sementara oleh gas air mata.
Pada Perang Vietnam, Amerika Serikat mengirimkan gas air mata kepada pasukan Vietnam pada 1962 untuk melawan gerilyawan Viet Cong. Dan pada 1964, Amerika juga mengirimkan adamsite (diphenylaminechloroarsine, disingkat DM), bahan kimia penginduksi mual.
Setidaknya tiga perusahaan Amerika, yakni Federal Laboratories, Lake Erie Company, dan Fisher Laboratory memproduksi gas-gas itu secara komersial pada 1965.
Sedangkan pada 1969, mengutip Anna Feigenbaum dalam artikelnya di theatlantic.com, pemrotes Perang Vietnam di Amerika menghadapi banyak gas air mata. Helikopter yang membawa gas air mata menghujani ribuan siswa yang berkumpul secara damai di Berkeley’s Sproul Plaza, termasuk anak-anak sekolah dan perenang di kolam universitas.
Baca juga: Cerita Lucu dari Demonstrasi Mahasiswa
Selama Intifada Pertama, Israel juga menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran Palestina. Antara Januari 1987 dan Desember 1988, Amerika mengekspor persenjataan gas air mata senilai 6,5 juta dolar.
“Kelompok HAM mencatat hingga 40 kematian akibat gas air mata selama Intifada Pertama, serta ribuan kasus sakit,” sebut Anna yang juga menulis buku Tear Gas: The Making of Peaceful Poison.
Pada 1993, Chemical Weapons Convention menegaskan kembali larangan internasional penggunaan gas air mata dalam peperangan. Namun, konvensi ini membuat pengecualian untuk penggunaannya dalam pengendalian kerusuhan oleh penegak hukum.
Mengutip National Geographic, Sven-Eric Jordt, profesor farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Yale, pada 2000-an menemukan bahwa gas air mata bekerja pada tubuh dengan mengaktifkan reseptor rasa sakit.
Ia menyebut, gas air mata dapat pula menyebabkan cedera parah dan luka bakar, terutama di lingkungan tertutup atau jalan-jalan kota dengan gedung bertingkat karena gas susah hilang ke udara (lebih pekat).
“Orang dengan asma atau kondisi lain dapat memiliki reaksi yang sangat parah. Gas air mata adalah ancaman kimia yang sangat serius. Saya pikir sangat bermasalah menggunakannya,” jelasnya.
Jordt menambahkan, “gas air mata di bawah Konvensi Jenewa dicirikan sebagai agen perang kimia, dan karenanya dilarang untuk digunakan dalam perang, tetapi sangat sering digunakan terhadap warga sipil. Itu sangat tidak masuk akal.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar