top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Tujuan Perjalanan I-Tsing, Biksu dari Tiongkok

Inilah hasil perjalanan I-Tsing, biksu Tiongkok, ke 30 negeri selama 25 tahun.

28 Nov 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Salah satu halaman cetakan buku Yi Jing dari masa Dinasti Sung. (Wikipedia).

DALAM perjalanannya menuju India, I-Tsing atau Yi Jing, seorang biksu Tiongkok, mampir tiga kali ke wilayah yang dia sebut Lautan Selatan. Dalam catatannya, dia memberikan imbauan bagi para biksu yang ingin belajar Buddha Dharma.


“Lautan Selatan itu mencakup Sumatra, Jawa, Bali,” kata Shinta Lee, penerjemah catatan perjalanan I-Tsing dari Komunitas Sudimuja & Jinabhumi, dalam acara Borobudur Writers and Cultural Festival, di Hotel Manohara, Magelang.


Yi Jing merupakan salah satu dari tiga peziarah terkenal dari Tiongkok. Pendahulunya adalah Fa Xian dan Xuan Zang.


Waktu itu, di Tiongkok sudah banyak interpretasi atas ajaran-ajaran Buddha. Yi Jing pun ingin mempelajari Buddha Dharma di negeri asalnya: India. “Dia sudah berguru sejak muda, ketika remaja berangan-angan mengunjungi India yang waktu itu pusat pembelajaran Buddha Dharma,” kata Shinta.


Pada 671 M, Yi Jing berangkat dari Guangzhou. Setelah berlayar selama 20 hari, dia mendarat di Fo-shi (Sriwijaya). Dia tinggal selama enam bulan untuk belajar Sabdavidya atau tata bahasa Sansekerta.


Shinta menjabarkan menurut catatan Yi Jing, semua biksu di Fo-shi mempelajari mata pelajaran yang sama dengan yang dipelajari di Nalanda. Misalnya, Pancavidya yang mencakup pelajaran tata bahasa, pengobatan, logika, seni, keterampilan kerajinan, dan ilmu mengelola batin.


“Beliau bahkan merekomendasikan jika biksu ingin ke Nalanda, yang konon susah sekali, baiknya belajar dulu di Sriwijaya,” kata Shinta.


Khusus pelajaran tata bahasa Sanskerta, menurut Yi Jing, jika dipelajari sejak kecil bisa mengatasi segala kesulitan mempelajari kitab-kitab Buddha Dharma. Ketika itu di Sriwijaya, dia menyontohkan untaian kisah Jataka selain dipelajari, juga dilantunkan, dan dipentaskan.

“Ini menunjukkan adanya penguasaan bahasa Sanskerta sebagai bahasa lokal. Jadi kisah Jataka bisa diwujudkan dalam bentuk lain (pementasan, red.),” kata Shinta. 


Dari Sriwijaya, Yi Jing diantar olah raja ke Moluoyou (Melayu). Dia tinggal di sana selama dua bulan. Dari sana dia berangkat ke Jiecha (Kedah). Dari Kedah, pada 671 M, dia mengunjungi berbagai daerah hingga tinggal di Tamralipti, pelabuhan di pantai timur India pada 673 M. Dari sana dia mencapai Nalanda. Dia menetap dan belajar di Nalanda selama sepuluh tahun (675-685 M).


“Setelah mempelajari teks di sana, lalu kembali untuk kedua kalinya ke Melayu yang kemudian menurut beliau sudah jadi bagian dari Shili Foshi,” lanjut Shinta.


Padahal, pada awal kedatangan Yi Jing, di catatannya dia masih menyebut nama Malayu dan belum bernama Sriwijaya. Dalam hal ini, Shinta menyebutkan pernyataan Yi Jing dalam catatannya itu cocok bila dikaitkan dengan catatan sejarah. Prasasti Kedukan Bukit mencatat tanggal sebelum akhirnya Dapunta Hyang mendirikan Kota Sriwijaya pada 16 Juni 682 M.


“Jika dikaitkan dengan catatan sejarah, Prasasti Kedukan Bukit, Sri Dapunta Hyang mengadakan jaya sidayatra pawai kemenangan atas ditaklukkannya Melayu atas Sriwijaya. Ini cocok,” kata Shinta.


Kedatangan Yi Jing yang kedua membuatnya menetap selama empat tahun. Pada 689 M, dia naik kapal dan bermaksud menitipkan surat untuk meminta kertas dan tinta yang akan digunakannya menyalin sutra. Namun, dia terbawa kapal itu dan tanpa sengaja kembali ke Tiongkok selama tiga bulan.


Padahal, 500 ribu sloka Tripitaka yang dia bawa dari India masih tertinggal di Sriwijaya. Dia kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama lima tahun (akhir 689-695 M). Di sana, dia bertemu biksu bernama Da Jin. Kepadanya, Yi Jing menitipkan sutra dan sastra (ulasan) sebanyak 10 jilid, Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan (empat jilid), Riwayat Para Mahabiksu yang mengunjungi India dan Negeri-Negeri Tetangga untuk Mencari Ajaran di Masa Dinasti Tang (dua jilid).


Pada 695 M, Yi Jing pulang dan disambut meriah oleh Wu Zetian, kaisar perempuan. Dia membawa 400 teks Buddhis, 500 ribu sloka, dan peta lokasi Vajrasana Buddha. Itu hasil berkelana selama 25 tahun dan mengunjungi 30 negeri.  


“Kalau Yi Jing bilang praktik Buddha Dharma di Sriwijaya sama seperti di India, maka Nalanda juga menjadi model bagi Swarnadwipa. Maka bangunannya memang mirip. Hanya iklimnya yang berbeda,” kata Agus Widiatmoko, arkeolog dari Kementerian Pendidikan dan Budaya.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Teqball, dari Mana Asalnya?

Teqball, dari Mana Asalnya?

Permainan anyar yang lahir dari pengalaman eks-pesepakbola Hungaria. Menyebar begitu pesat ke berbagai pelosok dunia, termasuk Indonesia.
Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

He was Sukarno's confidant in the fight for West Irian. He traveled the world to “fight” in the diplomatic arena, but that journey almost ended tragically.
Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Wanita Perkasa Pembela Jelata

Wanita Perkasa Pembela Jelata

S.K. Trimurti pejuang perempuan yang komplet, disegani kawan maupun lawan. Dia seorang pendidik, wartawan, pengarang, politisi, dan menteri perburuhan pertama.
Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
bottom of page