top of page

Sejarah Indonesia

Siapa Sebenarnya Kakek Gajah Mada

Siapa Sebenarnya Kakek Gajah Mada?

Gajah Mada membangun candi bagi kakeknya. Gagasan politiknya menginspirasi Gajah Mada dalam mencetuskan Sumpah Palapa.

30 April 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Candi Singhasari di Malang, Jawa Timur. (Wikimedia Commons).

“Pada saka 1213/1291 M, Bulan Jyesta, pada waktu itu saat wafatnya Paduka Bhatara yang dimakamkan di Siwabudha…Rakryan Mapatih Mpu Mada, yang seolah-olah sebagai yoni bagi Bhatara Sapta Prabhu, dengan yang terutama di antaranya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwarddhani, cucu-cucu putra dan putri paduka Bhatara Sri Krtanagarajnaneuwarabraja Namabhiseka pada waktu itu saat Rakryan Mapatih Jirnnodhara membuat caitya bagi para brahmana tertinggi Siwa dan Buddha yang mengikuti wafatnya paduka Bhatara dan sang Mahawrddhamantri (Mpu Raganatha) yang gugur di kaki Bhatara.”


Demikian bunyi Prasasti Gajah Mada yang bertarikh 1273 saka atau tahun 1351. Sebagai mahamantri terkemuka, Gajah Mada dapat mengeluarkan prasastinya sendiri dan berhak memberi titah membangun bangunan suci (caitya) untuk tokoh yang sudah meninggal.


Prasasti itu memberitakan pembangunan caitya bagi Kertanagara. Raja terakhir Singhasari itu gugur di istananya bersama patihnya, Mpu Raganatha dan para brahmana Siva dan Buddha, akibat serangan tentara Jayakatwang dari Kadiri.


Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, agaknya Gajah Mada memiliki alasan khusus mengapa memilih membangunkan caitya bagi Kertanagara daripada tokoh-tokoh pendahulu lainnya. Padahal, selama era Majapahit yang dipandang penting tentunya Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit.


Dalam Gajah Mada, Biografi Politik, Agus menulis bahwa kemungkinan besar bangunan suci yang didirikan atas perintah Gajah Mada adalah Candi Singhasari di Malang. Pasalnya, Prasasti Gajah Mada ditemukan di halaman Candi Singhasari. Bangunan candi lain yang dihubungkan dengan Kertanagara, yaitu Candi Jawi di Pasuruan. Candi ini sangat mungkin didirikan tidak lama setelah tewasnya Kertanagara di Kedaton Singhasari.


Menurut Agus, berdasarkan data prasasti, karya sastra, dan tinggalan arkeologis, ada dua alasan mengapa Gajah Mada memuliakan Kertanagara hingga mendirikan candi baginya. Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi untuk membuktikan Sumpah Palapa. Dia berupaya keras agar wilayah Nusantara mengakui kejayaan Majapahit. Kertanagara adalah raja yang memiliki wawasan politik luas. Dengan wawasan Dwipantara Mandala, dia memperhatikan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa.


“Dengan demikian Gajah Mada seakan ngalap berkah (minta restu), kepada Raja Kertanagara yang telah menjadi bhattara (hyang) bersatu dengan dewa. Gajah Mada meneruskan politik pengembangan mandala hingga seluruh Dwipantara (Nusantara) yang awalnya telah dirintis oleh Kertanagara,” papar Agus.


Kedua, dalam masa Jawa Kuno, candi atau caitya pen-dharma-an tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh itu, seperti Candi Sumberjati bagi Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada masa pemerintahan Jayanegara; dan Candi Bhayalango bagi Rajapatmi Gayatri dibangun oleh cucunya, Hayam Wuruk sekira tahun 1362.


Atas alasan itulah, Agus menafsirkan bahwa Gajah Mada masih keturunan dari Raja Kertanagara. Setidaknya Gajah Mada masih mempunyai hubungan darah dengan Kertanagara. Tidak mengherankan bila Gajah Mada mempunyai perhatian khusus kepada raja itu, yang memang leluhurnya. Gajah Mada bukan orang asing dalam lingkungan istana; dia masih kerabat dan akrab dengan lingkungan istana.


Ayah Gajah Mada mungkin sekali bernama Gajah Pagon yang mengiringi Raden Wijaya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kediri. “Intepretasi selanjutnya, Gajah Pagon sangat mungkin anak dari salah satu selir Kertanagara,” lanjut Agus.


Pasalnya, menurut Agus, Gajah Pagon tidak mungkin orang biasa. Dalam kitab Pararaton, nama Gajah Pagon disebut secara khusus. Ketika itu, Raden Wijaya begitu mengkhawatirkan Gajah Pagon yang terluka dan dititipkan kepada seorang kepala desa.


“Kepala desa Pandakan saya titip seseorang, Gajah Pagon tidak dapat berjalan, lindungilah olehmu,” kata Raden Wijaya dalam Pararaton.


Artinya, penulis Pararton begitu mengistimewakan tokoh Gajah Pagon. “Jika bukan siapa-siapa tidak mungkin Raden Wijaya menitipkan dengan sungguh-sungguh Gajah Pagon yang terluka kepada kepala desa Pandakan,” tegas Agus.


Menurut Agus, sangat mungkin Gajah Pagon selamat kemudian menikah dengan putri kepala desa Pandakan dan akhirnya memiliki anak, yaitu Gajah Mada yang mengabdi pada Majapahit.


“Jadi, Gajah Mada mungkin memiliki eyang yang sama dengan Tribhuwana Tungga Dewi. Bedanya Gajah Mada cucu dari istri selir, sedangkan Tribhuwana adalah cucu dari istri resmi Kertanagara,” jelas Agus.


Dengan demikian, dapat dipahami mengapa Gajah Mada sangat menghormati Kertanagara. Raja itu adalah eyangnya sendiri. Hanya keturunannya saja yang dengan senang hati membangun caitya bagi sang raja. Konsepsi Dwipantra Mandala Kertanagara mungkin menginspirasi dan mendorong Gajah Mada dalam mencetuskan Sumpah Palapa.


“Demi untuk mengenang kebesaran leluhurnya itu, lalu didirikanlah caitya atau Candi Singhasari,” ungkap Agus.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Sudah sejak 150 tahun para arkeolog meneliti Karnak. Akan tetapi asal-usul dan evolusi kompleks kuil dari Peradaban Mesir Kuno itu baru terungkap belum lama ini.
Jalan Panjang Memulangkan Fosil "Manusia Jawa"

Jalan Panjang Memulangkan Fosil "Manusia Jawa"

Akhirnya Belanda serahkan koleksi Dubois. Tidak hanya fosil “Manusia Jawa” tapi juga 28 ribu temuan lain selama Dubois mengeksplorasi Sumatera hingga Jawa.
Ketika Ibukota Khmer Diserbu dan Dijarah Ayutthaya

Ketika Ibukota Khmer Diserbu dan Dijarah Ayutthaya

Konflik antara Kamboja dan Thailand punya sejarah panjang sejak era Khmer dan Ayutthaya yang berimbas pada kejatuhan Angkor.
Candi Preah Vihear dalam Pusaran Sengketa

Candi Preah Vihear dalam Pusaran Sengketa

Riwayat candi yang lebih tua dari Angkor Wat dan sezaman dengan Candi Borobudur. Sudah jadi situs warisan dunia namun melulu dipersengketakan Kamboja dan Thailand.
200 Tahun Perang Jawa: Nama Diponegoro Bakal Terus Hidup

200 Tahun Perang Jawa: Nama Diponegoro Bakal Terus Hidup

Setelah 200 tahun berlalu, Perang Jawa diperingati di Perpusnas RI dalam Pameran 200 Tahun Perang Jawa. Selain tulisan, pelana kuda dan keris Diponegoro turut dipamerkan.
bottom of page