Serangan Pertama Mongol ke Kerajaan Islam
Jenghis Khan meradang setelah utusan dagangnya dieksekusi. Khwarezmian pun menjadi kerajaan Islam pertama yang hancur di tangan pasukan Mongol.
Dalam perjalanannya meninggalkan Bukhara, Jenghis Khan memasuki musola, sebuah halaman bertembok tempat diadakannya salat selama ada perayaan di luar temboknya. Lalu ia berpidato di hadapan 280 orang pria paling kaya dan terkemuka di kota itu. Dari wajahnya terlihat ketakutan, tapi mereka penasaran untuk mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh penguasa Mongol itu.
“Wahai orang-orang!” serunya. “Ketahuilah bahwa kalian telah melakukan dosa-dosa besar. Orang-orang besar di antara kalian telah melakukan dosa-dosa itu.”
“Jika kalian bertanya padaku bukti apa yang kumiliki atas kata-kata ini,” katanya melanjutkan. “Kukatakan itu terjadi karena aku adalah hukuman dari Tuhan. Jika kalian tidak melakukan dosa-dosa besar, Tuhan tak akan menimpakan hukuman seperti aku pada kalian.”
Begitulah gambaran Jenghis Khan oleh Ata-Malik Juvaini. Banyak yang skeptis dengan sejarawan Persia abad ke-13 itu. Namun, bagi John Man, sejarawan Inggris, Juvaini memiliki datail yang menguatkan semua ceritanya.
Invasi Jenghis Khan ke Bukhara merupakan salah satu dari rangkaian penyerangan ke dunia Islam. Kendati begitu, menurut John Man tulis dalam Jenghis Khan, Legenda Sang Penakluk dari Mongolia, misinya ke barat bukanlah bagian dari rencana yang sengaja ia niatkan demi memperluas kekuasaan.
Baca juga: Mongol, Penakluk Terbesar dalam Sejarah
Ekspedisi ke luar perbatasan awalnya adalah tradisi. Misalnya, serangan ke Cina merupakan tradisi yang diwarisi pemimpin Mongol dari generasi ke generasi. Pada gilirannya memberi pembenaran bagi pengejaran kepala suku lawan. Seperti Kuchlug, keturunan keluarga pimpinan Suku Naiman yang kabur ke Khara Khitai di Asia Tengah bersama sedikit tentara yang tersisa.
“Kuchlug dan pangkalan barunya memainkan peran penting dalam menarik Jenghis ke barat memasuki dunia Islam, yang akhirnya menjadi landasan bagi lebih banyak lagi penaklukkan di barat,” tulis John Man.
Kemenangan atas Kuchlug, membawa orang-orang Mongol bersinggungan dengan tetangganya, Kerajaan Khwarezmian. Pada akhir abad ke-12, kekuasaan Kerajaan Khwarezmian meluas ke provinsi-provinsi tetangga, Khurasan, meliputi wilayah yang kini merupakan bagian dari Iran, Afghanistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Lalu sampai ke Transoxania, yaitu wilayah kuno yang terletak di Asia Tengah, antara Sungai Amu Darya dan Sungai Syr Darya. Dengan begitu kerajaan ini mengendalikan pusat-pusat perdagangan jalur sutra, Samarkand, Bukhara, Urgench, Khojend, Merv, dan Nishapur.
Kala itu, tak ada kepala suku kaum nomaden yang secara sadar mencoba menaklukkan kerajaan yang jauh dari rumahnya. Apalagi jika kerajaan itu adalah kekuatan dominan di kawasannya. Namun, Jenghis Khan merasa terhina. Shah Khwarezmian, Muhammad Ala ad-Din (Muhammad II) atau Mohammad, telah menantang perang dengan membunuh utusan Jenghis Khan pada 1217. Padahal, Jenghis Khan hanya berniat melakukan perdagangan.
“Jika ancaman itu tak ditanggapi, ia hampir pasti akan menjadi korban seorang Shah yang ambisius dan berhasrat memperluas kekuasaannya hingga ke daratan Cina yang kaya,” tulis John Man.
“Mari kita menderap melawan orang-orang Islam untuk membalas dendam!” seru Jenghis Khan, dalam The Secret History, satu-satunya catatan asli Mongol paling signifikan tentang Jenghis Khan.
Sultan yang Tercela
Apa yang terjadi berikutnya juga karena karakter Shah Muhammad, sang sultan Khwarezmian. “Tak seorang pun punya kata baik untuk diucapkan tentang makhluk mengerikan ini. Ia disebut banyak menimpakan bencana terbesar pada kaum dan agamanya,” tulis John Man.
Ibunya, Terken, yang menjalankan istananya sendiri mungkin punya andil besar atas sikap putranya itu. Bisa jadi berkat inisiatif ibunya, Shah Muhammad, seorang Turki yang plinplan dan tak percaya diri itu berusaha memaksakan kehendak pada rakyatnya yang sebagian besar adalah orang Iran.
Shah Muhammad, ketika merebut kembali Samarkand setelah terjadi pemberontakan di kota itu, menewaskan 10.000 orang, termasuk Othman, pemimpin pemberontakan. Akibatnya, warga kota begitu membencinya, bahkan ketika Shah Muhammad menjadikan Samarkand sebagai ibu kota.
Baca juga: Hulagu Khan Menaklukkan Baghdad
Shah Muhammad juga pernah berseteru dengan khalifah di Baghdad. “Tak ada peluang baginya mencitrakan diri sebagai pembela Islam. Terakhir ia dikenal dengan kebiasaannya bermain perempuan,” tulis John Man.
Dalam hal ini, Jenghis Khan tak berniat terlibat dalam kekacauan pemerintahan Kerajaan Khwarezmian. Ia hanya menginginkan hubungan perdagangan. Namun, Shah Muhammad berpikir apa mungkin seorang panglima perang haus darah seperti Jenghis Khan mendadak berubah, menjadi hanya punya tujuan damai yaitu perdagangan?
Sebenarnya mungkin saja. Pasalnya, Jenghis Khan masih punya PR menaklukkan Cina Utara, yang hubungannya tak pernah benar-benar bersahabat dengan Mongol. Penaklukkannya baru terjadi 20 tahun mendatang.
Menurut Leo de Hartog dalam Genghis Khan, Conqueror of the World, berdagang dengan negeri tetangga yang hidupnya menetap sangat penting bagi bangsa Mongol yang nomaden. Karena hubungan Mongol dengan Cina Utara yang tak stabil, pasokan gandum dari wilayah lain menjadi hal mendesak bagi mereka. Mereka berharap bisa melakukan hubungan dagang dengan negeri tetangga lainnya, yaitu Khwarezmian.
Dalam usahanya membangun hubungan ini, Jenghis Khan dibantu para pedagang Muslim sebagai perantara. Keinginan Jenghis Khan akan perdagangan bebas antara Asia Tengah dan Asia Selatan-Barat diminati juga oleh para pedagang.
“Mungkin itulah mengapa Jenghis Khan mampu mendapat dukungan dari para pedagang Muslim,” tulis Leo de Hartog.
Baca juga: Ekspedisi Khubilai Khan di Asia
Namun, Shah Muhammad mencurigai perdagangan bebas dengan Mongol akan digunakan untuk spionase atas nama Jenghis Khan. Ditambah ia hanya melihat sedikit keuntungan dari kesepakatan itu. Bukan hanya karena pikiran negatifnya, tetapi ia pun menilai berdagang dengan Cina dan Rusia tak bakal memberi keuntungan lebih.
“Pemikiran yang berbeda dari sang Shah membawa keuntungan bagi Jenghis Khan. Para pedagang Muslim yang mempunyai kepentingan sama dengan Jenghis Khan pun banyak memberinya informasi tentang Sultan Muhammad,” tulis Leo de Hartog.
Sumber Petaka
Untuk menunjukkan niat berdagangnya kepada penguasa Khwarezmian, Jenghis Khan mengirim 500 karavan sarat muatan berharga dari Mongolia ke Khwarezmian. Utusan ini terdiri dari 450 orang yang mayoritas pedagang Muslim dan 500 unta. Bersama itu, Jenghis Khan juga mengirim seorang duta besar, Uqana. Lewat dialah pesan untuk sang sultan akan disampaikan.
Sayangnya, mereka justru ditawan waktu tiba di Provinsi Otrar, kota di perbatasan Khwarezmian oleh Gubernur Inalchuq. Allan Trawinski dalam The Clash of Civilizations menjelaskan, Inalchuq, yang masih kerabat ibu sultan itu, mengklaim kedatangan utusan Mongol itu adalah konspirasi untuk melawan Khwarezmian.
“Namun tak mungkin kalau ada di antara delegasi itu yang merupakan mata-mata,” tulis Trawinski.
Menurut Leo de Hartog, alasannya sebagian karena sang gubernur marah sebab salah seorang pedagang memanggil Inalchuq tanpa gelarnya. Sebagian lagi karena Inalchuq keblinger melihat betapa berharganya barang-barang yang dibawa oleh semua karavan itu.
Inalchuq lalu melaporkan kepada Shah Muhammad, bahwa para utusan yang ia tawan itu adalah mata-mata Mongol. Ia mengusulkan untuk mengeksekusi mereka semua.
Baca juga: Ekspedisi Khubilai Khan ke Jawa
Tak jelas apa memang sang Shah percaya pada laporan gubernurnya itu. Kendati bukan tak mungkin juga, mengingat dia punya pemikiran kalau para pedagang Muslim telah melayani penguasa selain dirinya. Namun, menurut Leo de Hartog, sikapnya kemudian lebih disetir oleh nafsu yang sama seperti gubernurnya, yaitu ingin menguasai muatan yang dibawa oleh para pedagang utusan Mongol. Shah Muhammad sepakat untuk mengeksekusi seluruh utusan Mongol, termasuk duta besar. Barang-barangnya dirampas dan dijual di Bukhara.
“Reaksi Muhammad merupakan perwujudan kebodohan, yang kelima unsurnya adalah kelemahan, keluguan, ketidaktahuan, xenophobia (ketakutan dan kebencian terhadap sesuatu atau seseorang yang asing, red), dan keangkuhan,” tulis John Man.
Ada satu pengendara unta yang berhasil kabur. Ia melapor kepada Jenghis Khan. Namun, penguasa Mongol itu masih berniat melakukan sekali lagi usaha untuk menghindari perang, khususnya di wilayah ini. Mengapa? karena kalau perang artinya ada lagi perluasan wilayah Mongol, satu lagi operasi militer, lalu garis batas yang semakin luas untuk dipertahankan, dan siapa tahu, malah berujung pada kekalahan.
Baca juga: Kegagalan Khubilai Khan di Jawa
Jenghis Khan pun mengirim tiga duta besar kepada Shah Muhammad. Satu orang Muslim, dua Mongol. Mereka membawa protes atas perlakuan sang sultan terhadap niat baik Mongol. Mereka juga meminta agar gubernur Otrar diserahkan kepada Mongol untuk dihukum.
Shah Muhammad menolak dan memerintahkan untuk mengeksekusi duta besar Muslim, pemimpin rombongan. Dua duta besar lain dicukur jenggotnya sampai habis.
“Jenghis Khan melihat pembunuhan utusannya yang kedua ini sebagai penghinaan menjijikan yang harus ia tuntut balas,” tulis Leo de Hartog.
Baca juga: Tantangan Khubilai Khan di Jawa
Pada 1219, Jenghis Khan memimpin pasukannya ke barat. Suku-suku kecil di sepanjang perjalanan ikut ditumpas.
Menurut Don Nardo, sejarawan Amerika, dalam Genghis Khan and the Mongol Empire, Jenghis Khan membawa pasukan berjumlah 110.000-125.000 pasukan berkuda, ditambah 60.000 sekutu Cina dan lainnya.
Sebenarnya Mongol kalah jumlah. Sebab, Shah Muhammad mampu mengumpulkan 400.000 pasukan atau lebih. Namun, banyak di antara mereka adalah tentara bayaran yang hanya punya sedikit loyalitas kepada rajanya.
Soal jumlah pasukan itu banyak perdebatan. Trawinski menyebut sejarawan Islam kontemporer yakin jumlah pasukan Mongol lebih besar, sekira 600.000-700.000. Sementara pasukan Shah Muhammad jumlahnya 400.000 orang.
Kehancuran Besar
Berapapun jumlah pasukan Mongol, yang jelas membawa petaka besar. Pertama-tama, mereka mengepung Otrar, yang gubernurnya ikut memancing amuk Jenghis Khan. Si raja kecil, Inalchuq diburu sampai mati. Kotanya diratakan.
Pada 1220, pasukan Mongol sudah mendekati Bukhara. Sekira 300.000 orang yang mendiaminya ikut merasakan “hukuman Tuhan” sebagaimana dikatakan Jenghis Khan dalam pidatonya di kota itu. Hartanya dirampas, kotanya dibakar, bentengnya didobrak. Warga yang masih hidup dikumpulkan dan dibagi-bagi ke dalam tugas mereka yang baru.
Baca juga: Hukuman bagi Jenderal Mongol
Dari Bukhara, gempuran pasukan Mongol mengalir ke ibu kota, di Samarkand, wilayah Uzbekistan saat ini. Kotanya dilindungi benteng yang kuat. Tapi, bagi pasukan Mongol cukup sepuluh hari untuk menembusnya. Sama seperti sebelumnya, kota itu dibumihanguskan, rakyatnya dibunuh.
Shah Muhammad kabur dalam serangan ini. Ia mendapatkan kematiannya di sebuah pulau kecil di Lautan Kaspia karena terguncang dan putus asa.
Kemenangan akhirnya jatuh ke tangan Mongol pada awal 1221. Dengan seluruh kerajaan nyaris menjadi miliknya, Jenghis Khan mengutus Tolui, putra keempatnya, melakukan pembersihan. Hanya butuh tiga bulan baginya untuk mengatasi tiga kota utama: Merv, Nishapur, dan Herat.
Baca juga: Kekejaman Bangsa Mongol di Rusia
Soal berapa orang yang tewas akibat kemarahan Jenghis Khan ini, menurut John Man mustahil untuk dipastikan. Saat itu tak ada sensus. Angka yang selama ini disebutkan hanyalah tebakan.
“Dilihat dari segi manapun, peristiwa itu masih merupakan salah satu pembunuhan massal terbesar dalam sejarah, jika dilihat secara proporsional, mungkin yang terbesar,” tulis John Man.
John Man menyebut peristiwa itu setara dengan pemusnahan 25-30 persen dari populasi yang diakibatkan bencana terbesar Eropa, The Black Death. Dengan matinya Shah Muhammad, Kerajaan Khwarezmian pun tak lama lagi hanya tinggal sejarah. Bahkan beberapa wilayahnya tetap hancur sampai beberapa abad kemudian.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar