top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Raja Sebagai Penjelmaan Dewa

Raja-raja di Asia Tenggara sengaja memilih gelar yang keren dari para dewa agar lebih dihormati rakyatnya.

24 Jul 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Perwujudan Airlangga sebagai Wisnu. yang sedang mengendarai Garuda, Arca ini ditemukan di desa Belahan dan menjadi koleksi Museum Trowulan, Jawa Timur. (Wikipedia).

Dia berbadan Dewa Wisnu. Dia dalam keadaan makmur di dunia dan di negara. Dia adalah Cri Jayawarsadigjayasastraprabhu. Ia disembah di seluruh dunia betul-betul sebagai matahari, bulan dan air. Dirinya yang sebagai seribu bulan disembah di dunia.


Pembukaan Prasasti Sirah Keting dari 1104 itu menyebut Raja Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu yang dikeramatkan bagai Dewa Wisnu. Konsep semacam ini mengingatkan pada tokoh dalam kesusastraan, Rama atau Kresna yang dikisahkan sebagai penjelmaanWisnu di dunia.  


Apa yang tergambar dalam prasasti masa Kadiri itu bukan satu-satunya. Pada masa kuno, umum terjadi jika seorang pemimpin, yaitu raja, dipuja bagai penjelmaan dewa.


“Pada masa itu mulai dikenal konsep dewaraja atau raja suci, raja yang memiliki sifat keramat seperti dewa,” kata Sudrajat, sejarawan Universitas Negeri Yogyakarta.


Hal itu bukan hanya di Jawa atau Nusantara. Sudrajat dalam “Konsep Dewa Raja dalam Negara Tradisional Asia Tenggara” yang disampaikan dalam Workshop Mengajar dan Meneliti Asia Tenggara di Pusat Studi Asia Tenggara UGM (2012) menjelaskan, di Asia Tenggara banyak pula raja yang mengidentifikasi dirinya sebagai titisan dewa. Dewa Wisnu dan Siwa banyak dipilih raja-raja terdahulu sebagai kekuatan yang ada dalam diri mereka.


Raja sebagai titisan Wisnu akan dinilai sebagai raja pencipta kesuburan dan kemakmuran bagi kerajaan. “Sehingga tercipta stigma raja sebagai pengatur dan pemelihara kerajaan,” kata Sudrajat.


Bukti-bukti paling tua tentang pemujaan terhadap raja terdapat di Champa dan di Kamboja (Khmer) pada era Pra-Angkor. Di Khmer kuno terdapat pemujaan kepada pemimpin yang dianggap keramat. Pemujaan itu setelah dia dilantik menjadi raja.


“Pemimpin itu dianggap mempunyai hubungan khusus dengan Dewa Siwa atau Wisnu,” kata Sudrajat.


Prasasti Sdok Kak Thom (802) menguraikan, Raja Jayavarman II mengidentifikasikan diri sebagai Dewa Indra. Dalam kepercayaan Hindu, Dewa Indra adalah raja para dewa yang bersemayam di Indrolaka. Indra pada masa awal Veda dijuluki dengan Devaraja atau rajanya para dewa.


Raja-raja di Champa juga kerap menyatakan diri sebagai jelmaan dewa tertentu. Salah satu Prasasti Champa abad ke-9 menyebutkan seorang penguasa bernama Uroja sebagai pendiri dinasti. Ia dipercaya sebagai anak Siwa Mahadeva.


Raja-raja Pagan di Myanmar (Burma) juga menggunakan nama dewa sebagai gelar. Misalnya Makutarajanamarajadhiraja yang artinya “mahkota raja para raja”, gelar Dewa Indra. Iswararaja artinya “dewanya para raja”, yaitu Siwa.


Arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munadar dalam Mitra Satata menilai, raja di Asia Tenggara memang sengaja memilih gelar yang “keren” sebagai julukan. “Rakyat di kerajaannya tentu akan lebih menghormati raja yang memiliki gelar dengan kata-kata yang berasal dari bahasa impor, yaitu Sanskerta,” jelas Agus.


Menurut Agus, pada masa lalu Sanskerta dianggap bahasa bergengsi yang baku oleh kaum agamawan India, terutama dari kalangan Veda dan Hindu Trimurti.


Bagi penganut Buddha pun begitu. Kendati menggunakan bahasa Pali sebagai bahasa pengantar penyebaran agama, kata-kata dari Sanskerta tetap digunakan untuk menamakan konsep dharma Buddha.


Menurut Agus, konsep dewaraja bukan hal yang baru dilakukan pada masa kerajaan Hindu Buddha. Bukan pula berasal dari kebudayaan India. Konsep ini bisa dibilang lanjutan dari kepercayaan pada masa prasejarah. “Yaitu transformasi konsep pemujaan arwah leluhur yang telah dikenal oleh penduduk Asia Tenggara sejak masa perundagian menjelang awal Masehi,” katanya.


Ketika budaya India mengenalkan nama dewa untuk menjuluki kekuatan supranatural, masyarakat Austronesia menerimanya. Mereka menyetarakan konsep dewa itu dengan arwah nenek moyang yang mereka puja.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Teqball, dari Mana Asalnya?

Teqball, dari Mana Asalnya?

Permainan anyar yang lahir dari pengalaman eks-pesepakbola Hungaria. Menyebar begitu pesat ke berbagai pelosok dunia, termasuk Indonesia.
Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

He was Sukarno's confidant in the fight for West Irian. He traveled the world to “fight” in the diplomatic arena, but that journey almost ended tragically.
Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Wanita Perkasa Pembela Jelata

Wanita Perkasa Pembela Jelata

S.K. Trimurti pejuang perempuan yang komplet, disegani kawan maupun lawan. Dia seorang pendidik, wartawan, pengarang, politisi, dan menteri perburuhan pertama.
Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
bottom of page