Pengabdi VOC dari Ternate
Kisah sebuah dinasti yang menyediakan diri mereka sebagai abdi.
ABAD 17 merupakan era dominasi Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) di wilayah Ternate. Situasi tersebut terselenggara berkat dukungan militer dan finansial VOC kepada kesultanan itu sehingga mereka merasa percaya diri untuk berhadapan dengan pesaingnya, Kesultanan Tidore. Adalah Sultan Mandar (1675-1690) yang dapat berkuasa berkat intervensi VOC. Kendati dia dinilai bukan pemimpin yang populer dan memiliki karakter yang buruk, namun “pengabdiannya” kepada majikan Belanda-nya dikenal sangat maksimal.
“Untuk membuktikan pengabdiannya, Sultan Mandar memberi kedua puteranya sesuai nama kota di Belanda: Amsterdam dan Rotterdam…” tulis M.C.Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Menurut sejarawan Leonard Y. Andaya, keputusan Sultan Mandar memberi nama dua puteranya dengan nama Belanda merupakan sebuah pengakuan terhadap keunggulan mutlak VOC. Saat beranjak dewasa dan telah diangkat menjadi sultan, hal itu malah ditegaskan oleh Amsterdam sendiri. “ Jika ayah saya adalah setengah Belanda, saya pastinya adalah orang Belanda sepenuhnya.”
Begitu didapuk sebagai Sultan Ternate, Amsterdam telah memutuskan bahwa dia akan mengandalkan hubungan istimewanya dengan orang-orang Belanda. Selain sebagai upaya meningkatkan prestisenya, dia pun melakukan itu sebagai penegas kehendaknya kepada para pengikutnya yang mulai membandel. Merasa belum lengkap dengan “kebelandaannya”, dia meminta kepada VOC untuk memberi beberapa pengawal dari kalangan serdadu Belanda totok.
“VOC lantas memberi Sultan Amsterdam seorang sersan, seorang kopral dan sepuluh prajurit sebagai kelompok pengawalnya,” tulis Andaya dalam Dunia Maluku, Indonesia Timur pada Zaman Modern Awal.
Rupanya reputasi serdadu VOC yang baru saja mengalahkan Kerajaan Goa (sebuah kerajaan yang pernah dianggap begitu kuat di kawasan Indonesia Timur) kala itu menyebabkan Sultan Amsterdam berhasrat memiliki pengawal dari kalangan militer VOC. Itu dilakukannya lagi-lagi untuk meningkatkan reputasinya di mata rakyat Maluku.
Penegasan Ternate sebagai “anak” dari VOC semakin kuat, saat Sultan Amsterdam menamai dua cucunya ( hasil pernikahan antara putrinya dengan putera Sultan Toloko) dengan nama “Batavia” dan “Outhoorn” (nama Gubernur Jenderal Belanda di Batavia kala itu). Bahkan untuk yang terakhir, kelahirannya dirayakan secara besar-besaran dan diingat orang-orang Ternate sebagai “yang paling mewah dalam kenangan hidup.”
Amsterdam bukannya tidak pernah patah arang dengan “pujaannya” itu. Saat Belanda melindungi Pangeran Kaicili Alam dari Jailolo (yang merupakan musuhnya) di Benteng Oranye, memunculkan kemarahan Sultan Amsterdam. “Sebagai bentuk ketidakpuasan, dia mengirimkan kembali tongkat rotan (yang melambangkan kekuasaan) dan payung kerajaan yang pernah dihadiahkan kepadanya oleh VOC saat pelantikan Amsterdam sebagai Sultan Ternate,” ujar Andaya.
Untunglah VOC cepat tanggap dengan mengirim Kaicili Alam ke luar negeri dan ikut berpartisipasinya pasukan mereka dalam berbagai operasi penumpasan musuh-musuh Sultan Amsterdam. Mereka adalah para pemberontak dari Pulau Sula, Banggai dan Gapi.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar