Melipat Laba di Pelayaran Kedua
Perusahaan dagang Belanda kembali mengirim armada dagang ke Nusantara. Pelayaran kedua ini untung besar.
IKHTIAR armada dagang pertama Belanda, dari perusahaan Compagnie van Verre, menemukan jalur ke Nusantara memang berat. Mereka harus kehilangan hampir tiga perempat awaknya dan satu kapal terbakar.
Pada 14 Agustus 1597, tiga kapal, yaitu Mauritius, Hollandia dan Duyfken, kembali dengan 87 orang selamat dari 240 awak. Karena kebocoran dan kurangnya awak, kapal Amsterdam ditinggalkan dan dibakar di Bawean
Cornelis de Houtman, pemimpin armada, kembali ke Belanda dengan membawa 240 kantong lada, 45 ton pala, serta 30 bal bunga pala, yang sebagian diperoleh dari hasil rampasan. Meski keuntungan tak seberapa, pelayaran itu membuka mata banyak perusahaan dagang di Belanda bahwa mereka mampu berlayar ke pulau asal rempah-rempah. Keberhasilan ini memicu persaingan baru antarperusahaan dagang di Belanda. Salah satu yang sukses adalah perusahaan Oude Compagnie.
Perusahaan dagang tersebut didanai oleh sembilan saudagar: Gerryt Bicker, Dirck van Oos, Vincent van Bronckhorst, Symon Jansz Fortuyn, Geurt Dircxz, Cornelis van Campen, Jacob Thomasz Van den Dael, Elbert Simonsz Jonckheyn dan Jan Hermansz.
Menurut Janny Venema dalam Kiliaen Van Rensselaer (1586-1643): Designing a New World, mereka berinvestasi untuk membangun delapan kapal pada 1598 dan mengumpulkan modal sebesar f.768.466. Kedelapan kapal yang digunakan dalam pelayaran kedua (tweede schipvaart) tersebut adalah Amsterdam, Friesland, Gelderland, Hollandia, Mauritius, Overijssel, Utrecht dan Zeelandia. Mauritius dan Hollandia merupakan kapal eks pelayaran pertama (eerste schipvaart) yang dipimpin Cornelis de Houtman, tiga tahun sebelumnya. Kapal yang memiliki daya angkut terbesar adalah Amsterdam sebesar 500 ton, dan paling kecil adalah Overijssel berkapasitas 50 ton.
Perusahaan Oude Compagnie menyerahkan armada dagang ini kepada tiga orang yaitu Jacob Cornelisz van Neck sebagai pemimpin armada, Wybrand van Warwijck sebagai wakilnya, dan Jacob van Heemskerck.
Pelayaran dimulai pada 1 Mei 1598. Van Neck membawa kapal Mauritius, Hollandia dan Friesland melalui Madagaskar lalu menuju Banten. Sementara lima kapal lainnya di bawah Wybrand van Warwijck mendarat terlebih dahulu di Mauritius untuk mencari logistik makanan segar. Setiba di Banten pada 28 November 1598, Van Neck belajar dari pengalaman Cornelis de Houtman: bersikap sopan.
Menurut Joko Darmawan dalam Sejarah Nasional: Ketika Nusantara Berbicara, Sultan Banten meminta Van Neck membantunya menyerang Palembang sebagai pembalasan atas kematian Sultan Maulana Muhammad. Sultan bahkan berjanji akan memberikan lada dan rempah sebanyak dua kapal penuh. Misi tersebut berhasil. Armada ini pun mendapat tiga kapal penuh muatan komoditas seperti lada, cengkeh dan biji pala.
Guna mendapat hasil yang lebih banyak, armada dipecah menjadi beberapa kontingen. Warwijk membawa kapal Amsterdam dan Utrecht ke Sulawesi, Ambon dan Ternate. Sementara Heemskerck membawa Zeeland dan Gelderland ke Banda.
Di Maluku, Belanda membuka hubungan dagang biasa dengan penduduk dan menawar bea cukai yang wajib dibayar kepada syahbandar. Orang berbondong-bondong melakukan transaksi perdagangan dengan mereka.
Menurut Bernard HM Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, barang dagangan yang ditawarkan seperti helm, perisai dada, kaca, beludru dan norembergerie atau semacam barang mainan dari Jerman.
Sekira tahun 1600, kontingen pelayaran kembali ke Belanda. Semua kapal terisi dengan komoditas. Mereka, catat Janny Venema, kembali ke Belanda membawa 600.000 pon lada, 250.000 cengkeh, 20.000 pon pala, 200 pon bunga pala dan 100 pon cabe Jawa. Itu cukup untuk mengembalikan modal para investor dan keuntungan sebesar 399%.
Van Neck membuat laporan kepada Oude Compagnie mengenai pelayaran dagang itu. Menurutnya, tulis Vlekke, keuntungan besar itu diperoleh bukan dengan penindasan yang tidak adil atau tirani, melainkan melalui perdagangan yang jujur dengan bangsa asing.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar