Kerajaan Tarumanagara dalam Berita Cina
Kerajaan Tarumanagara tercatat dalam berita Cina. Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar Jawa bagian barat.
Negara Lang-ga-su atau Lang-ga terletak di samudra selatan. Tembok kotanya dibuat dari susunan bata disertai menara-menara pengawas. Memiliki gerbang masuk ganda.
Raja Lang-ga-su bepergian dengan mengendarai seekor gajah. Wajahnya ditutupi kanopi putih, dikelilingi bendera-bendera bulu, umbul-umbul, dan diiringi genderang. Kekuatan militernya sungguh lengkap.
Begitulah Sejarah Dinasti Liang (502–557 M) menyebutkan adanya kerajaan di pantai selatan bernama Lang-ga-su atau Lang-ga. Letaknya membingungkan para ahli geografi Cina. Apalagi nama itu tak ada dalam catatan lain.
Baca juga: Candi-candi Kerajaan Sunda Kuno
Menurut W.P. Groeneveldt dalam Nusantara dalam Catatan Tionghoa, para ahli geografi Cina yang mempelajarinya secara mendalam menempatkan negara Lang-ga-su di pantai utara Jawa, di Jawa bagian barat. “Terdapat sejumlah alasan untuk menyetujui pendapat ini,” tulisnya.
Sementara itu, Agus Aris Munandar, arkeolog Universitas Indonesia, dalam Kaladesa: Awal Sejarah Nusantara, berpendapat bahwa uraian Sejarah Dinasti Liang itu cocok dengan gambaran Kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan bernuansa Hindu dan Buddha pertama di Nusantara.
Wilayah Kerajaan Tarumanagara
Robert Wessing, sejarawan Universitas Nasional Singapura, dalam “Tarumanagara: What’s in a name?” Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 42, No. 2 (Juni 2011), menyebutkan bahwa Kerajaan Tarumanagara diperkirakan sudah berdiri antara abad ke-4 dan ke-7 M. “Tampaknya memiliki zaman keemasannya pada abad ke-5,” tulisnya.
Itu berdasarkan sejumlah prasasti Sanskerta dalam aksara Pallawa India Selatan yang dikeluarkan pada sekira abad ke-5. Penguasanya, Purnawarman juga disebutkan dalam catatan perjalanan biarawan Cina, Faxian yang pergi ke Jawa pada abad ke-5.
Sejauh ini ada tujuh prasasti yang membuktikan keberadaan Kerajaan Tarumanagara, yakni Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi I, Prasasti Pasir Kolcangkak, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Pasir Muara yang ditemukan di daerah Bogor, Prasasti Tugu yang ditemukan di Jakarta Utara, dan Prasasti Lebak yang ditemukan di Pandeglang.
Baca juga: Menggali Peninggalan Kerajaan Sunda Kuno
Dari lokasi temuan prasasti diketahui bahwa wilayah Tarumanagara meliputi sebagian besar Jawa bagian barat. Diperkirakan pengaruh kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, khususnya pada masa pemerintahan Purnawarmman, mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang, Tangerang di bagian barat, Kabupaten Bogor di selatan, Jakarta di utara, dan wilayah Bekasi dan Karawang di timur.
“Wilayah Tarumanagara agaknya meliputi daerah Ujung Kulon hingga, sangat mungkin, Sungai Citarum, sebagai batas paling timur,” jelas Agus. “Karena nama sungai itu berasal dari Ci+Taruma atau Sungai Taruma.”
Agus menjelaskan, pada sekira abad ke-5-7 M wilayah pantai utara Jawa bagian barat telah ramai dengan aktivitas keagamaan baik Hindu maupun Buddha Mahayana. Agama India yang semula berkembang di daerah pantai itu berikutnya menyebar ke wilayah pedalaman Jawa bagian barat.
“Ini seiring dengan meluasnya kekuasaan Kerajaan Tarumanagara,” jelas Agus.
Kendati begitu, menurut Endang Widyastuti, arkeolog Balai Arkeolog Bandung dalam “Penguasaan Kerajaan Tarumanagara”, Purbawidya Vol. 2/No. 2/November 2013, pusat Kerajaan Tarumanagara hingga kini masih menjadi bahan perdebatan ahli.
Salah Satu Wilayah Tarumanagara
Setidaknya salah satu kawasan penting Tarumanagara bisa diperkirakan, karena menurut Agus, ada kesesuaian antara berita Cina dan keterangan prasasti-prasasti Tarumanagara. Sama seperti yang tercatat dalam Sejarah Dinasti Liang dari abad ke-6, Prasasti Kebon Kopi pun menyebut Raja Tarumanagara, Purnawarman, selalu menaiki gajah jika bepergian. Pun selalu dihias dengan umbul-umbul dan panji-panji, sebagaimana diuraikan dalam Prasasti Tugu dan Cidanghyang.
“Kedua prasasti itu menyatakan Purnawarman adalah panji-panji segala raja,” tulis Agus.
Baca juga: Banjir di Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanagara juga dilengkapi kekuatan militer yang mumpuni. Ini sesuai uraian Prasasti Jambu (Prasasti Koleangkak) bahwa Purnawarman selalu berhasil menggempur kota musuh-musuhnya.
“Mungkinkah Lang-ga-su atau Lang-ga berasal dari kata Lingga? Lingga batu lonjong simbol Dewa Siwa berbentuk seperti halu/alu penumbuk padi,” jelas Agus.
Alu dalam bahasa Melayu adalah antan atau anten. Sementara di Kampung Muara, Bogor, terdapat Prasasti Muara Cianten. Kata cai berarti air, sedangkan anten/antan berarti alu atau lingga. “... dan arti Cianten adalah air pembasuh lingga,” jelas Agus.
Baca juga: Mencari Prabu Siliwangi
Maka, menurut Agus, daerah Lang-ga atau Lingga dalam berita Cina adalah bagian dari wilayah Jawa bagian barat, yakni Bogor yang terletak di pedalaman. “Karena itu negara Langga atau Lingga yang disebutkan dalam berita Cina tiada diragukan lagi adalah salah satu wilayah Tarumanagara, mungkin di daerah Kampung Muara, Bogor,” jelas Agus.
Pernyataan ini didukung oleh kenyataan kalau permukiman di Bogor telah ada sejak abad ke-5 sebagaimana dijelaskan oleh arkeolog Endang Widyastuti.
Menguasai Sumber Emas
Kampung Muara letaknya memang cukup istimewa. Wilayahnya dikelilingi tiga aliran sungai, Cisadane di utara, Cianten di barat, dan Ciaruteun di timur. Temuan arkeologis di situs ini juga banyak, di antaranya batu dakon, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi I, Prasasti Muara Cianten, dan batu datar.
Potensi arkeologis di Kampung Muara itu pun menandai pentingnya kawasan Cisadane bagi Kerajaan Tarumanagara. Ditambah lagi lima dari tujuh prasasti yang menandai eksistensi Tarumanagara ditemukan berkerumun di kawasan hulu Cisadane.
Endang menjelaskan, tiga di antara lima peasasti itu bahkan menunjukkan penguasaaan wilayah oleh Kerajaan Tarumanagara. Raja Purnawarman digambarkan sebagai pemimpin yang gagah berani, penuh kejayaan, dan berkuasa.
“Ini bekas dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnavarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia,” catat Prasasti Ciaruteun.
Baca juga: Pulau Emas di Barat Nusantara
Selain Kampung Muara, di kawasan hulu Sungai Cisadane juga terdapat Situs Pasir Angin dan Pasir Jambu. “Ini mengindikasikan bahwa kawasan hulu Cisadane merupakan kawasan yang cukup penting,” tulis Endang.
Rupanya, menurut Endang, penguasaan wilayah hulu Cisadane bertujuan untuk mendapatkan sumber emas. Indikasinya, di Situs Pasir Angin ditemukan artefak berbahan emas. Pun Sejarah Dinasti Liang mencatat bahwa raja dan kaum bangsawan di Langga, atau Kampung Muara menurut Agus, suka menggunakan ikat pinggang emas dan anting-anting emas sebagai pakaian dan aksesoris mereka. Artinya pada masa lalu di kawasan hulu Cisadane telah dikenal pemanfaatan emas.
“Pertanyaan selanjutnya di mana di kawasan hulu Cisadane ini yang menghasilkan emas?” tulis Endang. Salah satu tambang emas di daerah ini adalah Gunung Pongkor yang terletak di daerah Kecamatan Nanggung.
Baca juga: Emas Kegemaran Bangsawan Jawa
Endang menjelaskan, emas di sana bisa dihasilkan oleh endapan aluvium maupun endapan sungai yang mengandungnya. “Emas ini bersifat sekunder dan disebut plaser, berasal dari suatu batuan yang elevasinya tinggi, misalnya pegunungan,” tulisnya.
Batuan itu kemudian terkena proses pelapukan serta kikisan. Hasilnya hanyut terbawa air hujan ke tempat lebih rendah yang biasanya terkumpul di suatu daratan. Dari sinilah di tempat yang lebih datar bisa ditemukan konsentrasi emas yang tinggi. Emas ini kemudian bisa ditambang dengan cara sederhana, pendulangan.
“Penguasaan kawasan hulu Cisadane oleh Tarumanagara bertujuan untuk menguasai sumber kekayaan di antaranya yaitu dengan menguasai sumber bahan emas yang merupakan komoditas yang cukup penting,” jelas Endang.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar