Kekuasaan Tarumanagara di Bawah Tapak Kaki Purnawarman
Mencari pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanagara dan wilayah kekuasaannya melalui prasasti. Ditandai oleh tapak kaki Purnawarman.
Raja Purnawarman, penguasa Negeri Tarumanagara yang mulia, bijaksana, melakukan pembangunan saluran-saluran air setelah banjir melanda istana kerajaan dan istana neneknya. Disebutkan dirinya melakukan selamatan dan memberikan hadiah 1000 ekor sapi.
Kisah itu terdapat dalam Prasasti Tugu yang ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara.
Berdasarkan penelitian Chaidir Ashari dan tim peneliti arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) dan Balai Konservasi DKI Jakarta pada 2019 mengenai “Kajian Tapak Sejarah Prasejarah Tugu”, disebutkan bahwa Prasasti Tugu adalah satu-satunya prasasti masa Kerajaan Tarumanagara yang tak menunjukan ancaman.
“Isinya menunjukkan kemegahan kerajaan,” jelas Chaidir dalam sebuah diskusi daring yang diadakan Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PEI).
Baca juga: Banjir di Kerajaan Tarumanegara
Sementara itu, prasasti-prasasti yang ditemukan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Pandeglang, Banten, menggambarkan Purnawarman sebagai raja berkuasa yang mengancam musuh-musuhnya. Prasasti-prasasti itu berada jauh ke selatan dari posisi ditemukannya Prasasti Tugu.
“Purnawarman di satu sisi digambarkan sebagai penguasa hebat, ancaman bagi musuh-musuhnya. Sementara di sisi utara, di Kampung Batu Tumbuh, Purnawarman dianggap sebagai raja bijaksana, pembangun kanal,” kata Chaidir.
Chaidir menduga, pola persebaran prasasti-prasasti itu merupakan petunjuk mengenai wilayah Tarumanagara. Letak penemuannya menunjukkan batas-batas negara semasa kekuasaan Purnawarman.
Wilayah Kekuasaan
Agus Aris Munandar, Guru Besar Arkeologi FIB UI, dalam Kaladesa: Awal Sejarah Nusantara, menjelaskan sejauh ini ada tujuh prasasti yang membuktikan keberadaan Kerajaan Tarumanagara. Selain Prasasti Tugu di Jakarta Utara, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi I, Prasasti Pasir Koleangkak, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Pasir Muara yang ditemukan di daerah Bogor, dan Prasasti Lebak (Cidanghiang) yang ditemukan di Pandeglang, Banten.
Menurut Agus, dari temuan prasasti-prasasti itu diketahui bahwa wilayah Kerajaan Tarumanagara meliputi sebagian besar Jawa bagian barat. Diperkirakan pengaruh kekuasaannya, khususnya pada masa pemerintahan Purnawarman, mencakup wilayah mulai dari Kabupaten Pandeglang, Tangerang di bagian barat, Kabupaten Bogor di selatan, Jakarta di utara, serta wilayah Bekasi dan Karawang di timur.
“Wilayah Tarumanagara agaknya meliputi daerah Ujung Kulon hingga, sangat mungkin, Sungai Citarum, sebagai batas paling timur,” jelas Agus. “Karena nama sungai itu berasal dari Ci+Taruma atau Sungai Taruma.”
Baca juga: Kerajaan Tarumanagara dalam Berita Cina
Sementara itu, Chaidir menjelaskan, berdasarkan lokasi temuan prasasti, wilayah Tarumanagara meliputi Jakarta, Jawa Barat dengan batas di wilayah Ciaruteun. Ini dibuktikan dengan adanya empat prasasti di wilayah itu. Batas itu terus menuju ke barat dengan ditemukannya Prasasti Jambu di Kabupaten Bogor dan berakhir di lokasi temuan Prasasti Lebak (Cidanghiang) di Pandeglang.
“Keenam prasasti, selain Tugu, keletakannya kalau tak di perbukitan maka di tepi sungai. Ini bentuk topografinya tinggi juga,” jelas Chaidir.
Batas wilayah lainnya, lanjut Chaidir, adalah berdasarkan bentang lahan. Batas barat yaitu Selat Sunda, batas utara Laut Jawa, dan Citarum menjadi batas timur.
“Pada masa sekarang saja Citarum luas apalagi pada masa lalu,” kata Chaidir.
Tapak Kaki Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Tarumanagara juga disimbolkan dengan tapak kaki Purnawarman pada beberapa prasasti. Sejarawan Slamet Mulajana dalam Dari Holotan ke Jayakarta, menyebut bahwa dalam prasasti-prasasti Purnawarman, kecuali Prasasti Tugu, terdapat ukiran tapak kaki yang disamakan dengan tapak kaki sang prabu.
Seperti dalam Prasasti Jambu disebutkan “...ini adalah sepasang tapak kakinya [Sri Purnawarman] yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya.”
Baca juga: Menggali Peninggalan Kerajaan Sunda Kuno
Dalam Prasasti Muara Cianten tak diukir tapak kaki, tapi lambang-lambang yang masih harus dicari tahu maknanya. Sedangkan dalam Prasasti Kebon Kopi, bukan tapak kaki Purnawarman, melainkan gajah tunggangannya. Gajah itu disamakan dengan Airawata, gajah milik Dewa Wisnu.
“Apakah tapak kaki gajah Airawata, kendaraan sang prabu, pada hakikatnya tidak ada bedanya?” tulis Muljana.
Muljana pun menyebut prasasti-prasasti dengan tapak kaki itu sebagai prasasti Sang Hyang Tapak yang hampir semuanya ditemukan di tengah atau tepi sungai. Tempat-tempat penemuan itu pada abad ke-5, ke-6, dan ke-7 merupakan pusat kegiatan penduduk.
“Maklumlah pada zaman dahulu sungai merupakan alat komunikasi utama bagi penduduk, sehingga kota-kota tempat kegiatan penduduk didirikan di tepi atau di muara sungai,” jelas Muljana.
Baca juga: Candi-candi Kerajaan Sunda Kuno
Menurut Muljana, lokasi-lokasi itu awalnya wilayah merdeka sampai prasasti Sang Hyang Tapak ditegakan di sana. Sejak itu, abad ke-6 dan ke-7, Tarumanagara menjadi penguasa tunggal di Jawa bagian barat.
“Prasasti Sang Hyang Tapak ialah lambang kekuasaan Raja Purnawarman dari Taruma. Pembesar di daerah bersangkutan adalah bawahan raja,” jelas Muljana.
Pusat Pemerintahan
Simbol tapak kaki Purnawarman tidak ada dalam Prasasti Tugu. Artinya, menurut Muljana, lokasi di mana prasasti itu ditemukan bukanlah wilayah bawahan Tarumanagara.
Agus menambahkan, Prasasti Tugu mungkin dibuat bagi penduduk ibu kota Tarumanagara. Prasasti ini berbeda dengan prasasti-prasasti lain. Selain mengandung informasi cukup panjang, prasasti ini juga dibentuk lonjong sebelum dipahat tulisan. Sedangkan tulisan dalam prasasti-prasasti lain dipahat langsung pada bongkahan batu.
“Mungkin prasasti itu dibuat bagi penduduk ibu kota Tarumanagara. Jadi, prasasti itu berada di dalam kota Tarumanagara. Sementara prasasti lain diperuntukkan bagi warga di daerah-daerah,” jelas Agus.
Karenanya, menurut Agus dalam Tatar Sunda Masa Silam, Tarumanagara sangat mungkin mempunyai kedaton di wilayah pantai utara. “Mungkin di wilayah DKI Jakarta atau Kabupaten Bekasi,” tulis Agus.
Baca juga: Purnawarman, Raja Pembangun Kanal
Prasasti Tugu dibuat untuk menandai peristiwa penggalian Kali Gomati oleh Purnawarman. Saluran itu dibuat setelah istana neneknya kebanjiran.
Menurut Chaidir, istana nenek Purnawarman kemungkinan berada di sekitar lokasi penemuan Prasasti Tugu di Kampung Batu Tumbuh. Di sana terdapat wilayah yang lebih tinggi dari tempat lainnya, yakni di arah timur laut.
“Menunjukkan wilayah itu merupakan kekuasaan Tarumanagara dan bisa jadi daerah inti,” jelas Chaidir.
Prasasti Tugu pun dengan jelas menyatakan Purnawarman pernah membuat saluran untuk Sungai Chandrabhaga sebelum dia menggali Kali Gomati. Penggalian di Chandrabhaga itu dimulai setelah alirannya melewati istana kerajaan.
Baca juga: Bangunan Misterius di Bawah Stasiun Bekasi
Menurut Muljana, Sungai Chandrabhaga sama dengan Sungai Bekasi sekarang. Salah satu tempat yang agak besar di tepi Sungai Bekasi ialah Bekasi. Muljana meyakini semasa Purnawarman berkuasa, ibu kota Tarumanagara di mana istana kerajaan berdiri, terletak di tepi Sungai Bekasi atau Bekasi sekarang.
Makanya, prasasti Sang Hyang Tapak tidak ditegakkan di Bekasi. “Karena Bekasi ialah pusat pemerintahan Kerajaan Taruma,” catat Muljana.
Dari situ, Purnawarman memperluas wilayah kekuasaannya yang ditandai dengan ditegakkannya prasasti Sang Hyang Tapak di beberapa wilayah. “Prasasti Sang Hyang Tapak ditegakkan di daerah jajahan Raja Purnawarman dari Taruma,” tulis Muljana.
Sayangnya, prasasti-prasasti yang telah ditemukan belum menjawab siapakah yang mendirikan Kerajaan Tarumanagara. Satu-satunya nama raja yang diketahui adalah Purnawarman.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar