- Hendaru Tri Hanggoro
- 1 Apr 2012
- 4 menit membaca
Diperbarui: 16 Jul
DEMI menangani serangan gajah liar terhadap permukiman warga, sejumlah dokter hewan spesialis gajah dari beberapa negara Asia berkumpul di Universitas Syiah Kuala akhir Maret 2012. Di Aceh serangan gajah liar meningkat berkelindan dengan meluasnya perambahan hutan. Konflik manusia dengan gajah tak terhindarkan. Gajah diburu dan dimusuhi. Akibatnya, populasi gajah di Aceh menurun. Pada 2011, menurut Badan Konservasi Sumber Daya Aceh, hanya tersisa 540 ekor. Padahal, pada zaman Kesultanan Aceh abad ke-17, gajah memenuhi rimba dan menjadi simbol keagungan.
Sebelum Kesultanan Aceh berdiri, kerajaan-kerajaan di utara Pulau Sumatra telah menjadikan gajah sebagai bagian tak terpisahkan dari kerajaan. Menurut M. Junus Djamil, seorang raja di Pidie memilih gajah sebagai tunganggannya. "Dalam tahun 500 masehi didapati kerajaan yang bernama Poli, yaitu Pidie sekarang, rakyatnya beragama Buddha, rajanya mengendarai gajah," tulis Djamil dalam Gadjah Putih Iskandar Muda.
Ingin membaca lebih lanjut?
Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.












