Emas Kegemaran Bangsawan Jawa
Sejak masa Hindu-Budha, para penguasa dan bangsawan di Jawa gemar mengumpulkan emas. Pires menjadi saksi prilaku tersebut.
Tradisi mengoleksi emas telah lama hidup dan berkembang di Pulau Jawa. Pada suatu masa logam mulia itu pernah beredar di pasaran dengan harga yang sangat murah. Meski begitu, nilai emas ini tidak pernah jatuh. Para penguasa dan bangsawan pun menggunakannya sebagai simbol kekuasaan. Banyak benda koleksi mereka terbuat dari emas.
Menurut kesaksian seorang pengembara Tiongkok, termuat dalam Nusantara dalam Catatan Tionghoa karya WP Groeneveldt, peralatan makan raja-raja di Jawa saat melakukan perjamuan seluruhnya terbuat dari emas. Bahkan khusus untuk raja, peralatan emasnya bertabur batu permata sehingga terlihat jelas perbedaan statusnya. Para penguasa itu hidup dalam kemewahan.
Kesaksian utusan Tiongkok tersebut diperkuat dengan penemuan ribuan benda berbahan emas pada 1990 di ladang dusun Ploso Kuning, desa Wonoboyo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Terdapat hampir 7.000 koin emas dan perak, beragam perhiasan, beragam bejana, dan perkakas lainnya. Menurut buku yang disusun tim penulis Museum Nasional Indonesia dalam Treasures of the National Museum Jakarta, timbunan emas, yang kemudian dikenal sebagai “Harta Karun Wonoboyo” itu diketahui menjadi penemuan terbesar objek emas di Indonesia.
Baca juga: Aceh-Ottoman dalam Koin Emas
“Penemuan ini ditemukan belum terlalu lama. Masing-masing orang yang menemukannya mempunyai hak atas bagian dari benda-benda yang ditemukan, dan benda-benda ini diserahkan satu per satu, jadi tidak jelas apakah semua telah diserahkan,” tulis tim penulis Museum Nasional Indonesia.
Koleksi Para Bangsawan
Berdasar data yang diperoleh, harta karun Wonoboyo ini diperkirakan berasal dari abad ke-10 atau abad sebelumnya. Hal itu terlihat dari tempat bentuk penyimpanan emas –wadah periuk-belanga dari Tiongkok– yang banyak digunakan untuk mengumpulkan benda-benda berharga pada abad ke-10. Menurut Martowikrido Wahyono dalam Old Javanese Gold (4th-15th century): An Archaeometrical Approach, emas di Wonoboyo berasal dari periode akhir abad ke-9 hingga pertengahan abad ke-10. Asumsinya didasarkan pada kesesuaian antara tulisan di beberapa mangkun dengan prasasti Lintakan yang berasal dari tahun 900-an.
Selain itu keberadaan dua perangkat perhiasan yang ditata secara rumit dan dua perhiasan bercorak bunga teratai berlapis emas, serta ketiadaan pencitraan dewa-dewi atau peralatan upacara, semakin memperkuat dugaan bahwa harta karun Wonoboyo merupakan isi ruang harta seorang pangeran dari keluarga dekat raja masa kekuasaan Kerajaan Medang hingga Mataram Kuno di Jawa.
Periodisasi harta karun Wonoboyo tersebut didukung juga oleh keterkaitan antara figur manusia pada dua mangkok yang menggambarkan sosok dalam kisah Ramayana dan cerita yang tidak teridentifikasi, dengan figur dari periode Jawa awal yang ditemukan di tempat lain. Kedua figur tersebut memiliki tatanan bentuk serupa.
Baca juga: Pulau Emas di Barat Nusantara
“Kemungkinan besar bahwa sepanjang masa Hindu-Budha raja-raja dan bangsawan tinggi mempunyai kekayaan dalam bentuk perangkat dibuat dari logam mulia, digunakan untuk upacara. Sayangnya sejauh ini tidak ada lagi harta karun kerajaan ditemukan,” ungkap Wahyono.
Pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit juga memiliki sejumlah harta yang jumlahnya diperkirakan sama besar dengan harta karun Wonoboyo. Peneliti Stuart Robson dalam Desawarna (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca, menjelaskan jika Hayam Wuruk memiliki sejumlah emas yang sangat besar. Kereta kerajaan pada masa kekuasaannya berhiaskan emas dan permata. Bahkan dalam sebuah upacara agung, raja menggunakan tandu khusus yang dihiasi perhiasan emas.
Tidak hanya raja, para pejabat istana juga memiliki begitu banyak benda yang terbuat dari emas. Seperangkat alat menyirih dan kipas emas, kata Robson, merupakan suatu hal yang wajar dimiliki para bangsawan tersebut. Mereka menggunakannya sebagai bukti kebesaran dan untuk membedakan keberadaan para bangsawan ini dengan rakyat lain.
“Setelah berakhirnya masa Hindu-Budha, anggota kalangan istana masih tetap memanjakan diri mereka dengan emas yang sama berlimpahnya dengan sebelumnya,” ungkap Tim Penulis Museum Nasional.
Tidak Menghasilkan Emas
Meski keberadaan emas berlimpah namunJawa bukanlah pulai penghasil logam mulia tersebut. Untuk menutupi kebutuhan emas yang begitu tinggi, para penguasa Jawa mendapatkannya dari pulau lain. Mereka melakukan transaksi jual-beli dengan para saudagar, serta kerajaan lain di luar Pulau Jawa. Di samping pemanfaatan simpanan emas, serta timbunan emas dari masa sebelumnya.
Penjelajah Portugis Tome Pires sekitar tahun 1513 melihat secara langsung keberadaan emas-emas yang sangat banyak saat kunjungannya di Pulau Jawa. Dalam catatan perjalanannya Suma Oriental, Pires menyebut jika emas di Jawa tersedia dalam jumlah besar dengan kualitas yang baik dan harga yang murah.
Pires pernah melihat seorang Raja Hindu di pedalaman Jawa yang hidup bergelimpangan emas. Logam mulia ini digunakan oleh para pengawalnya, diperkirakan sebanyak 2.000 orang, dalam bentuk senjata –keris, tombak, dan pedang. Lengan mereka juga dihiasi gelang emas dan perak. Bukti kekayaan sang raja juga diperlihatkan dengan kalung emas yang tergantung di leher anjing-anjing peliharaannya.
Baca juga: Mata Uang Zaman Kuno
Sementara itu kesaksian para pejabat VOC yang datang setelah Pires menyebut dikalangan masyarakat Jawa mulai muncul mata pencaharian baru, yakni pemburu emas. Pejabat VOC Rijklof van Goens dalam pengamatannya sering mendapati makam-makam dan reruntuhan masa Hindu-Budha hingga Islam yang digali oleh para pemburu emas ini. Kesakisan Goens itu tercatat dalam buku De vijf gezenstchappen van Rijklof van Goens naar het Hof van Mataram karya sejarawan HJ De Graaf.
Pada abad ke-18, pejabat VOC lainnya, Elzo Sterrenberg juga mendapati beberapa titik penggalian di sekitar kompleks Candi Prambanan. Para pencari emas ini percaya bahwa sekitar candi besar itu terdapat lubang-lubang penyimpanan emas. Namun Sterrenberg tidak menjelaskan apakah para pemburu itu berhasil menemukan emas yang dimaksud.
Hingga masa pemerintahan Thomas Stanford Raffles (1811-1816) penggalian masih sering terjadi di datarang tinggi Dieng. Ia memperoleh informasi bahwa penggalian itu dilakukan untuk mencari koin emas, keris, serta arca. Kegiatan pencarian emas menjadi salah satu kegemaran rakyat yang tidak pernah sepi peminat. Pada 1941, Museum Batavia memperoleh ratusan benda dari emas yang diperoleh dari wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat itu angka tersebut terbilang sangat besar.
“Dan di Jawa penemuan peninggalan kuno dari emas masih terjadi sampai sekarang, meskipun sering jatuh ke tangannya pedagang atau kolektor dan tidak masuk museum,” ungkap Tim Penulis Museum Nasional.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar